Padang, Khazminang.id– Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di Kota Padang, harus dievaluasi secara menyeluruh. Hal itu dikatakan Anggota DPRD Kota Padang, Yusri Latif, S.HI.
Seperti halnya penerapan kebijakan sistem zonasi, yang dinilai telah merugikan siswa berprestasi yang tinggal jauh dari sekolah negeri.
“Jika domisili dijadikan acuan utama, seharusnya melalui pengkajian yang jelas. Tidak semua daerah di Padang memiliki sekolah negeri. Ini menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan belum memahami sepenuhnya penerapan sistem zonasi,” ujar Anggota DPRD Kota Padang, Yusri Latif, Jumat (4/7).
Tak hanya soal zonasi, Latif juga menyoroti buruknya sistem pendaftaran online SPMB 2025. Menurutnya, banyak masyarakat kesulitan mengakses situs pendaftaran karena error, lambat dan alur yang membingungkan.
“Pendaftaran online itu seharusnya memberi kemudahan, bukan malah menambah beban. Banyak warga merasa kesulitan hanya karena sistemnya tidak berjalan optimal,” jelasnya.
Tak hanya itu, DPRD Kota Padang imbuh Latif, juga mewanti-wanti agar seluruh tahapan SPMB tahun 2025 ini tidak dibumbui dengan segala bentuk kecurangan. Dari sejak awal katanya, DPRD sudah mengingatkan akan hal itu.
“DPRD Kota Padang telah membuat pakta integritas untuk menolak segala bentuk kecurangan saat SPMB. Untuk itu, kita minta masyarakat untuk melapor jika ditemui adanya dugaan kecurangan,” ujar Ketua DPC PKB Kota Padang itu.
DPRD Kota Padang, lanjutnya, siap menampung laporan masyarakat terkait segala bentuk ketimpangan selama proses SPMB berlangsung dan akan meneruskannya kepada Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti.
“Kalau ada ketimpangan, jangan diam. Laporkan, agar bisa kita kawal dan tindaklanjuti secara serius,” ucapnya.
Pemerhati pendidikan dari Prodi Biologi Universitas Negeri Padang (UNP) Dr. Fitri Arsih menilai, faktor utama terjadi kecurangan saat penerimaan siswa baru adalah terbatasnya akses sekolah negeri bagi calon peserta didik.
“Dengan keterbatasan yang ada, menyebabkan terjadinya “kompetisi” yang membuka ruang terjadinya kecurangan. Seperti pemberian uang, jual beli kursi, pemberian dan pemasangan AC gratis, serta berbagai upaya lainnya,” katanya.
Selain itu, Fitri Arsih melihat, kecurangan berpeluang terjadi setiap tahun saat penerimaan siswa baru di sekolah negeri. Apalagi, sekolah negeri masih dipandang sebagai sekolah favorit bagi walimurid.
“Kecurangan terus terjadi secara berulang, tanpa ada upaya antisipasinya. Kecurangan sering terjadi di sekolah negeri yang di anggap favorit oleh walimurid. Kecurangan yang terjadi dengan cara memanipulasi dokumen, seperi pindah KK (walau dinas mengizinkan KK berlaku setahun sebelum pendaftaran),” jelasnya.
Untuk memutus peluang terjadi kecurangan selama SPMB, Kaprodi S2 Pendidikan Biologi UNP ini meminta Dinas Pendidikan harus transparan soal jumlah kuota siswa yang dibutuhkan. Selain itu, pemerintah daerah harus melibatkan aparat penegak hukum selama proses implementasi, monitoring, hingga pengawasan SPMB.
“Bagaimana pun efek jera harus diberikan. Kecurangan yang terus terjadi tidak bisa di tolerir lagi. Harus ada efek jera terhadap pelaku kecurangan saat penerimaan siswa baru. Jika ini dilakukan, tentu kecurangan selama SPMB dapat ditekan seminimal mungkin,” tutupnya. rsb/ryn
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.