Padang, Khazminang.id– Â Dunia seni pertunjukan menghadapi tantangan dan peluang baru di era digital saat ini. Transformasi seni pertunjukan menjadi kenyataaan yang tidak terbantahkan.
Setidaknya itulah gambaran yang disampaikan para akdemisi dalam seminar Seni Pertunjukan yang gelar Nan Jombang Dance Company di Auditorium FBS UNP, Rabu (14/5). Kegiatan yang dihelat berkaitan dengan KABA festival X 2025 ini berkerjasama dengan Kementrian Kebuadayaan Republik Indonesia, Danaindonesiana, dan LPDP.
Acara ini dihadiri oleh seniman, akademisi, dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Sumatera Barat.
Direktur KABA festival, Angga Mefri dalam sambutanya mengajak semua pihak untuk saling bersinergi dan memberi kabar pada dunia bahwa kita (pelaku dan penggiat seni pertunjukan) ada.
“Kesempatan tidak dating sekali, namun berkali-kali. Kesempatan dating karena diciptakan, diupayakan, dan karena itu adalah proses,” ujarnya.
Dari akademisi, tampil sebagai pembicara dalam kegiatan ini, Prof. Indrayuda, Ph. D., Guru Besar di Bidang Seni Pertunjukan pada Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Padang (UNP), Dr. Roza Muliati, SS, M. Si, Dr. Yusril, M. Sn., dari Institut Seni Indonesia, Padang Panjang.
Dari seniman dan pelaku seni tampil sebagai pembicara Armeyn Sufhasril, Kusen Ali, dan Melati Suryodarmo, dam moderator dalam seminar ini Dr. Andria Catri Tamsin, M. Pd.
Dalam paparannya, Prof. Indrayuda menyoroti seni pertunjukan seperti tari galombang dan musik tradisional yang mengalami reaktualisasi sebagai simbol status oleh kalangan elit perkotaan khususnya dalam peristiwa seremonial seperti pesta perkawinan dan kegaiatan resmi pemerintah.
Sementara dalam pandangan lain, Indrayuda menilai kalangan akademik dan intelektual lebih sering mengapresiasi seni kotemporer karena lebih mengedepankan eskpresi estetika simbolis dan representatif.
“Karrya seni kotemporer lebih banyak diparesiasi akademisi dan kalangan intelektual karena mereka lebih memandang ekspresi estetika simbolis dan representatif,” kata dia.
Sementara itu, Dr. Roza Muliati, SS., M. Si., menjelaskan seni pertunjukan khususnya tari di Suamtera Barat diwarnai oleh pertarungan pengaruh dan ideologi.
“Kaum elit yang berpengaruh di kota Padang sejak masa colonial menjadikan tari Melayu sebagai pengukuhan dominasi atas kaum tradisional yang dianggap konservatif,” katanya.
Meski demikian Roza Muliati menilai Langkah yang dilakukan Hoerijah Adam dan Gusmiati Suid dengan mengangkat silek  ke dalam seni pertunjukan tari dapat dapat dibaca sebagai upaya penolakan hegemoni tari Melayu.
Selain itu Dr. Yusril, M. Sn., mengatakan jika berbicara tentang perubahan sosial di Sumatera Barat lewat seni pertunjukan, sesungguh orang sedang membicarakan bagaiamana seni membaca zaman, mengolah gejala social, dan ikut membentuk imajinasi kolektif hari ini.
“Saya berkeyakinan, Seni pertunjukan hari ini dan yang akan dating, tidak lagi tergantung panggung konvensional karena seni pertunjukan telah memasuki era urbanisasi real time, yakni memasuki dunia virtual dan cyberspace,” ujarnya.
Berkaca dari kenyataan tersebut Yusril justru mempertanyakan tentang kebutuhan akan pusat dan kantong kantong kebudayaan dan kesenian. (Novrizal Sadewa)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.


 
							





