Scroll untuk baca artikel
Banner Harian Khazanah
Ekonomi

Perlindungan Konsumen OJK Diuji Pinjol Ilegal

×

Perlindungan Konsumen OJK Diuji Pinjol Ilegal

Sebarkan artikel ini
Bulan Inklusi Keuangan (BIK) digelar OJK Sumbar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya akses layanan keuangan.

Oleh : Devi Diany

Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merayakan ulang tahunnya yang ke 14 tahun. Ibarat manusia, OJK tengah menikmati masa remaja dengan cerita indahnya. Namun tak begitu dengan OJK. Justru di usia remajanya, lembaga yang dibentuk dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan itu, tak bisa bersantai. OJK dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih kompleks dibanding saat awal kelahirannya.

Iklan
Scroll Untuk Baca Artikel

Sebagai lembaga yang mengemban amanah melindungi konsumen sektor jasa keuangan, OJK telah melakukan banyak hal. Ada Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal yang dikenal dengan Satgas PASTI yang dibentuk untuk memberantas investasi bodong dan pinjaman online (pinjol) ilegal.Ā  Satgas PASTI juga diperkuat keberadaannya melalui koordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Terkini, OJK bersama Satgas PASTI mendirikanĀ Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan. Kehadiran IASC didukung asosiasi industri perbankan, sistem pembayaran, danĀ e-commerceĀ untuk melakukan penanganan penipuan transaksi keuangan (scam) yang terjadi di sektor keuangan secara cepat dan berefek jera. Begitu pula beragam regulasi telah dikeluarkan, seperti POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Namun realitanya di lapangan, masih banyak celah yang belum terjawab tuntas. Terutama praktik pinjol illegal dan investasi bodong melalui media digital seperti Whatsapp, Instagram, Telegram, Tik-Tok, SMS, email, danĀ website semakin marak. Masyarakat terpekik. Setiap waktu ada saja laporan yang disampaikan masyarakat. Ada warga yang langsung datang ke kantor OJK mengadukan nasib yang menimpanya sambil sesenggukan.

Sebagian lainnya mengadukan masalah yang dihadapinya lewat kanal yang disediakan OJK, seperti melalui saluran telepon 157 atau pesan Whatsapp 081157157157. OJK juga menyediakan layanan pengaduan lewat email [email protected], atau secara online melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) diĀ kontak157.ojk.go.id.

Rendahnya literasi keuangan masyarakat merupakan masalah dasar yang dihadapi OJK. Pemahaman masyarakat tentang keuangan selalu tertuju kepada lembaga perbankan. Tidak ada yang salah. Hanya keterbatasan informasi dan sosialisasi, sehingga mereka tidak tahu sektor keuangan lainnya, seperti asuransi, pasar modal, fintech, koperasi, hingga lembaga keuangan mikro (LKM). Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dilakukan OJK, dikutip dari https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/, menunjukkan fakta menarik, yaitu sektor nonbank masih tertinggal jauh dibanding perbankan.

Baca Juga:  Penerimaan Pajak Sumbar April 2025 Capai Rp1,22 Triliun, Distributor dan Swalayan Penyumbang Terbesar

Di bidang perasuransian, Indeks literasi 45,45 persen dan Indeks inklusi 28,50 persen, Pasar modal Indeks literasi 38,52 persen dan Indeks inklusi 5,19 persen. Untuk Lembaga Keuangan Mikro Indeks literasi 31,87 persen dan Indeks inklusi 11,73 persen. Selanjutnya fintech (P2P Lending dan lainnya), Indeks literasi 35,57 persen dan Indeks inklusi 12,79 persen. Indikatornya dapat dilihat dari minimnya pemahaman mereka tentang produk keuangan, tidak bisa membedakan produk keuangan yang legal dengan produk ilegal atau penipuan.

Pinjaman online (pinjol) yang tengah gencar promosinya menyasar masyarakat melalui Ā media sosial adalah bagian dari industri fintech, salah satu jenis layanan keuangan berbasis teknologi. Namun yang menjadi biang keroknya adalah pinjol illegal yang tidak terdaftar di OJK yang menawarkan janji manis berupa kemudahan pinjaman. Minimnya literasi keuangan masyarakat berdampak langsung pada tingginya angka korban penipuan digital, korban investasi ilegal, hingga penyalahgunaan data pribadi oleh pelaku pinjaman online (pinjol). Di sini, OJK diuji.

Ilustrasi. Waspada pinjaman online ilegal.

OJK Diuji

Seorang teman, geleng-geleng kepala menatap layar ponselnya. Saat mengakses media sosial, tak lama muncul iklan tawaran pinjaman online (pinjol). Dia lalu pindah ke media sosial lainnya, tawaran serupa muncul pula. Tawaran itu sangat menggiurkan. Syaratnya mudah langsung dapat dana segar. Jika tak memiliki pemahaman tentang keuangan, rasanya ingin langsung klik tombol oke. Namun penderitaan akan dimulai ketika debitur atau peminjam telat bayar. Debt collector akan mengejar peminjam hingga ke lubang semut.

Teman lainnya hanya memanyunkan bibirnya. Dia sudah sangat kenal dengan perilaku pinjol karena pernah merasakan sakitnya diuber dan menjadi korban bullying. Uang yang dipinjam tak banyak, tidak sampai Rp 1 juta. Tetapi saat dia menunggak langsung diteror dan diintimidasi, bahkan si pinjol menghubungi teman-temannya dengan kata-kata yang merendahkan harga dirinya, lengkap juga dengan foto dirinya dibagikan si pinjol kepada teman-temannya. Sementara di sudut lain, pelaku korupsi mendapat perlakuan yang lebih terhormat dari dirinya.

ā€œLangsung rontok rasa percaya diri saya. Foto saya dibagikan dengan narasi yang memojokkan. Sementara seseorang yang dituduh korupsi uang miliaran rupiah saja, tidak ada yang membully,ā€ ucap Dori, sang teman yang merupakan seorang karyawan swasta di Padang.

Kasus lainnya, sang kawan langsung datang ke Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Barat. Dia terjerat tawaran seseorang di media sosial. Dia diminta untuk membeli produk dan mempromosikannya di akun media sosial pribadinya. Setelah membeli dan meng-upload produk tertentu, dia akan dibayar sejumlah uang. Tetapi produk yang harus dibeli dan di-upload harganya terus meningkat. Sang kawan langsung sadar jika dirinya sudah tertipu dan kawan ini tidak mau ikut lagi.

Baca Juga:  Anggota DPRD Sumbar Ali Muda: Kabupaten Pasaman Barat Miliki Potensi Besar di Bidang Perkebunan

ā€œSaya ingin uang saya kembali. Dia bersedia asalkan saya beli 1 item produk lagi. Setelah saya beli, tetapi uang saya tetap tidak dikembalikan. Saya berharap, OJK dapat melakukan intervensi kepada bank agar dana yang saya transfer itu bisa diblokir,ā€ ujar sang kawan, Faisal saat bertemu dengan petugas OJK Sumbar.

Tentu ini hanya secuil kasus. Kejadian serupa atau dengan modus berbeda bahkan lebih dahsyat dari pengalaman Dori dan Faisal, diyakini lebih banyak lagi. Ada masyarakat yang berani melaporkannya, tetapi ada juga yang hanya ditelan saja dengan wajah pucat. Para debitur pinjol ini umumnya takut melapor karena merasa bersalah tak mampu membayar pinjaman. Tetapi yang tak mereka duga adalah bunga dan denda yang harus dibayar ternyata lebih besar dari pinjaman pokok. Gila gak tuh, katanya sambil geleng-geleng kepala.

Dikutip dari https://ojk.go.id/, 19 Juni 2025, sejak beroperasi hingga 31 Mei 2025, IASC telah menerima 135.397Ā laporan penipuan. Total rekening terkait penipuan yang dilaporkan ke IASC sebanyak 219.168 rekening, dan sebanyak 49.316 (22,5 persen) di antara rekening itu telah diblokir. Total kerugian dana yang dilaporkan para korban penipuan mencapai Rp2,6 triliun dengan dana yang telah berhasil diblokir sebesar Rp163,3 miliar (6,28 persen).

OJK Harus Bertindak Tegas

Sejatinya, OJK hadir menggantikan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dengan harapan untuk mewujudkan sistem keuangan yang stabil, teratur, adil, dan transparan, serta untuk melindungi konsumen sektor jasa keuangan secara lebih efektif.Ā Mengusung tagline “Sigap” yang merupakan singkatan dari Santun, Informatif, Tanggap, Profesional, menunjukkan komitmen OJK dalam melayani masyarakat dan konsumen keuangan dengan lebih baik.

Pakar Ekonomi Universitas Andalas Padang, Prof. Dr. Syafruddin Karimi, SE, MA mengatakan, sejalan dengan tagline yang diusug OJK maka OJK harus bertindak tegas. Tutup cepat semua kanal pinjol serta investasi ilegal, bekukan rekening dan dompet digitalnya, dan jatuhkan sanksi keras pada penagihan brutal untuk penyelenggara pinjol berizin. Perkuat kanal pengaduan 157 agar agar korban mendapatkan respons terukur, rujukan hukum, dan pemulihan yang nyata.

Baca Juga:  OJK Cabut Izin BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, Begini Nasib Dana Nasabah

ā€œWajibkan standar perlindungan data di kalangan pinjol sehingga tidak ada data yang bocor, lakukan audit pihak penagihan, dan publikasi rutin daftar entitas terlarang beserta modusnya. Dengan kombinasi penindakan, pencegahan, dan pemulihan, kepercayaan publik akan pulih dan pelaku akan berpikir ulang sebelum menipu,ā€ jelas guru besar Fakultas Ekonomi Unand ini.

Selanjutnya, Syafruddin mengingatkan agar OJK menggerakkan literasi yang praktis, masif, dan mudah dicek. Setiap warga harus terbiasa melakukan tiga langkah cepat: cek izin di OJK, cek biaya total, dan cek kanal resmi di toko aplikasi. Kampanye publik perlu dilakukan dengan menampilkan contoh nyata modus penipuan, simulasi kerugian, serta panduan pelaporan yang sederhana.

ā€œOJK dapat melibatkan sekolah, rumah ibadah, dan komunitas lokal lainnya melalui kelas singkat 30 menit yang berisi latihan cek izin dan uji kasus. Ketika pengetahuan menjadi kebiasaan harian, iming-iming keuntungan tinggi tidak lagi mempan,ā€ tegas Syafruddin.

Untuk memberikan keamanan, akses setara dan keadilan bagi masyarakat pengguna layanan keuangan, maka regulasi yang dibuat harus memaksa penyedia layanan menerapkan persetujuan akses data yang jelas, enkripsi end-to-end, serta jejak penagihan yang terverifikasi. Pemerintah dan industri perlu menyediakan produk berizin berbiaya wajar, kanal bantuan ramah disabilitas, dan jalur restrukturisasi bagi nasabah rentan.

ā€œIntegrasi laporan ke penegak hukum, pemblokiran cepat situs dan aplikasi ilegal, serta edukasi berkelanjutan akan menghadirkan rasa aman tanpa mengorbankan inklusi,ā€ katanya.

Di satu sisi pihaknya menyadari, perilaku sebagian masyarakat menunjukkan celah yang dieksploitasi oleh pelaku yaitu: tergoda janji untung besar, membagikan data pribadi tanpa pikir panjang, dan menganggap pinjaman via chat sebagai hal biasa. Ini bukan watak buruk, melainkan kombinasi kebutuhan mendesak, literasi yang belum merata, dan budaya percaya pada testimoni singkat.

ā€œPerbaikan lahir dari disiplin sederhana: verifikasi sebelum transaksi, lindungi OTP dan kontak, gunakan penyedia berizin, dan laporkan modus yang ditemui. Ketika disiplin ini menjadi norma sosial, ruang gerak penipu akan menyempit dan kerugian kolektif berhenti membesar,ā€ tegas Syafruddin. (**)

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.



Berita

Padang –Pecinta merek UNIQLO yang tinggal di Kota PadangĀ  kini semakin mudah mendapatkan produk-produk daily lifewear perusahaan asal Jepang ini,…