Padang, Khazminang.id – Ketua Sementara DPRD Provinsi Sumatera Barat, Evi Yandri Rajo Budiman mengungkapkan, penyelenggaraan pesantren di Sumatera Barat masih menghadapi tantangan, baik dari aspek geografis, demografis, maupun sosial-ekonomi masyarakat.
“Oleh sebab itu, DPRD Provinsi Sumatera Barat mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Fasilitasi dan Penyelenggaraan Pesantren sebagai usul prakarsa DPRD,” ujar Evi Yandri didampingi Wakil Ketua M. Iqra Chissa Putra dan Nanda Satria saat memimpin Rapat Paripurna Penyampaian Tanggapan Gubernur Terhadap Ranperda Tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren dan Penyampaian Pandangan Umum Fraksi-fraksi terhadap Ranperda Rencangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)Â Tahun 2025-2029 di ruang sidang utama dewan, Rabu (28/5).Â
Dikatakan, sesuai dengan tahapan pembahasan Peraturan Daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 dan Tata Tertib DPRD, setelah pengusul menyampaikan Nota Penjelasan Ranperda tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren maka Gubernur memberikan tanggapan terhadap Ranperda tersebut.
Seperti diketahui, Ranperda tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren telah disetujui sebagai Ranperda Usul Prakarsa DPRD pada Rapat Paripurna DPRD Provinsi Sumatera Barat tanggal 26 Mei 2025 lalu.
Sehubungan dengan hal tersebut, tukuknya, tentu Gubernur telah menyiapkan tanggapan dan mengidentifikasi semua permasalahan dalam penyelenggaraan Pendidikan terutama Pesantren.
Sementara terkait Ranperda RPJMD Tahun 2025-2029, sebelum Fraksi-Fraksi menyampaikan Pandangan Umum Fraksinya dalam rapat yang dihadiri Wakil Gubernur Vasko Ruseimy itu, pimpinan rapat terlebih dahulu memberikan beberapa masukan terhadap RPJMD Provinsi Sumatera Barat tahun 2025-2029 yang telah ditandatangani pada 15 April 2025 lalu, yang juga nanti dapat menjadi pedoman bagi Fraksi untuk penajaman Pandangan Umum Fraksinya.
Pertama, RPJMD bukan sekadar dokumen formal, tetapi harus menjadi komitmen nyata dalam pelaksanaan program dan penganggaran. Dalam pengalaman sebelumnya, kita masih melihat adanya ketimpangan antara rencana dan realisasi, baik dari segi program prioritas, capaian indikator makro, maupun distribusi pembangunan antarwilayah.
Kedua, koordinasi lintas sektor dan antar tingkatan pemerintahan perlu diperkuat. Tidak sedikit program strategis yang berjalan sendiri-sendiri tanpa sinergi, sehingga potensi tumpang tindih dan pemborosan sumber daya masih kerap terjadi.
“Untuk itu, perlu ada mekanisme integrasi perencanaan yang lebih kuat dan disiplin pelaksanaan di lapangan,” tegasnya.
Ketiga, pihaknya mendorong agar penguatan data dan pemanfaatan teknologi informasi dijadikan fondasi utama dalam setiap perencanaan. Tanpa data yang akurat dan sistem yang andal, keputusan kebijakan akan kehilangan presisi dan daya dorongnya terhadap transformasi daerah. (*)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.