Oleh Jimmy S. Harianto, Anggota Forum WartawanKebangsaan, mantan Redaktur Opini, RedakturInternasional, Redaktur Olahraga dan mantanwartawan Senior Kompas 1975-2012.
Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, BahasaIndonesia. Tiga kalimat sederhana yang diucapkan saatSumpah Pemuda di Batavia 28 Oktober 1928 ini sudahlama menjadi fondasi bagi lahirnya bangsa yang besar. Ia bukan sekadar teks sejarah, melainkan semacammanifesto moral yang menegaskan bahwa pemudaadalah sumber kekuatan untuk mempersatukanIndonesia.
Kini, hampir satu abad kemudian, semangat itu diujikembali . Bukan di medan pertempuran fisik, melainkan di dunia digital yang serba cepat, serbainstan, serba āreal timeā (serta merta) dan terbukanamun terkadang memecah belah.
Pertanyaannya, masihkah semangat Sumpah Pemudayang diucapkan bapa-bapa Bangsa kita 97 tahun laluitu masih hidup di tengah derasnya arus teknologi danmedia sosial hari ini? Saat ini nasionalisme tidak lagidiukur dari seberapa keras kita berteriak āMerdeka!ā,melainkan seberapa nyata kita menjaga nilai danidentitas Indonesia dalam setiap klik yang kita lakukan.
Mari kita tengok perubahan semangat kita, parapemuda Indonesia, setelah hampir seabad SumpahPemuda itu diucapkan. Di Media sosial, dalamberbagai platform, kita sekarang bukan lagimengandalkan āketajaman pena dan tebalnya huruf di kertas surat kabarā. Akan tetapi berbicara lantangmenyodorkan data, teknologi dan jejaring digital.Namun kebersatuan kita saat ini bukan lagi semangatkemerdekaan, untuk memperjuangkan eksistensibangsa, akan tetapi adalah āsemangat kepentinganā. Dimana kepentingan bicara, kita bersatu. Kalau perlumelawan fakta dan data sebenarnya. Karena dengandengungan berulang-ulang kebohongan, fakta dan data palsu bisa disulap menjadi kebenaran!
Kebersatuan di media sosial masa kini didasarkan padakebersamaan kepentingan, untuk mencapai tujuanpolitik tertentu. Bisa karena didorong kepentinganpartai, kepentingan kelompok, maupun ambisi jabatanbaik bagi kelompok, tokoh pujaan, maupun diri kitasendiri. Semangat seperti yang dulu dikumandangkanoleh bapa-bapa bangsa hampir seratus tahun lalu, kinisudah nyaris luntur.
Ada baiknya kita memang mencoba menengok kembaliapa yang dilakukan oleh bapa-bapa bangsa kita yang bercapai-capai, berpeluh keringat, dan bahkanberdarah-darah untuk berdiri mengucapkan sumpah: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Indonesiaā¦
Refleksi Seratus Tahun
Sumpah Pemuda merupakan momen bersejarahlahirnya semangat persatuan bangsa Indonesia, saatpara pemuda dari berbagai daerah dan organisasiberkumpul dalam Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta sekarang ini).
Isi Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak pentingkebangkitan nasional dalam arti persatuan bangsaadalah:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpahdarah yang satu, Tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsayang satu, Bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasapersatuan, Bahasa Indonesia.
Peristiwa Sumpah Pemuda tidak lahir dari satu orang, melainkan dari semangat kolektif para pemudaIndonesia pada waktu itu. Ada beberapa tokoh pemudayang perlu kita kenang untuk āmanifesto moralā parapemuda, yang ditempa keprihatinan lantaranmengalami berbagai bentuk penjajahan kolonial, baikdari sejak era Hindia Belanda, sampai penjajahanJepang dan bangsa asing lain yang bersekutumenguasai dunia pada era sebelum Indonesia Merdeka.
Sumpah Pemuda 1928 dimotori oleh SoegondoDjojopoespito, Ketua Kongres Pemuda II. Selainmemimpin jalannya kongres, yang dilukiskan sebagaitegas dan berwibawa, dalam pidato pembukaannya iamenyerukan agar pemuda Indonesia ābersatu dalamsatu tanah air, satu bangsa, satu bahasa.
Lalu Wage Rudof Supratman. Dialah pencipta laguāIndonesia Rayaā, yang pertama kali dimainkan(secara instrumental) pada penutupan Kongres PemudaII. Lagu itu di kemudian hari sampai hari ini dijadikansimbol kebangkitan nasional, dan lagu WR Supratmanmenjadi Lagu Kebangsaan Indonesia.
Perumus āmanifesto moralā Sumpah Pemuda? DialahMohammad Yamin, perumus ide āsatu nusa, satubangsa, satu bahasa,ā. Dan di dalam Kongres PemudaII tersebut, M Yamin digambarkan berpidato dengansangat inspiratif, menanamkan cita-cita persatuan yang melampaui suku dan daerah.
Tokoh-tokoh lain dalam Sumpah Pemuda II yang ikutberperan dalam semangat persatuan kepemudaan saatitu, adalah juga: Amir Sjarifoeddin, Djoko Marsaid, Johanes Leimena dan Sarmidi Mangunsarkoro. Tentumasih ada lagi peran lain lagi dari pemuda-pemuda, bapa-bapa bangsa kita saat itu.
Lalu bagaimana menghidupkan kembali api semangatSumpah Pemuda nyaris 100 tahun lalu itu? Bolehlahkita rumuskan sesuai era digital sekarang ini:
Gunakan teknologi untuk membangun, bukan untukmenjatuhkan sesama. Artinnya, jadikan setiapunggahan dan komentar sebagai bentuk cinta padabangsa. Lalu bangunlah jejaring lintas daerah danbudaya, demi kolaborasi lintas wilayah dan komunitasyang dapat memperkuat rasa kebangsaan. Dan terakhir, jangan lupa kembangkan inovasi berbasis kearifanlokal. Buatlah produk dan ide kreatif yang mengangkatnilai-nilai Indonesia, yang bisa menjadi kebanggaanbersama.
Itu gagasannya. Tetapi bisakah kita di zaman serbaingin eksis sendiri seperti sekarang ini, kita menjadikansetiap ruang digital tempat kita bekerja, belajar, danberinteraksi sebagai ruang perjuangan baru.
Mari kita coba jaga persatuan bukan hanya di duniamaya. Akan tetapi juga didunia nyata. Semoga bisa..*
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.


 
							





