Padang, Khazminang.id – Adanya penerapan larangan bagi kendaraan Over Dimension, Over Load (ODOL) pada 2027 mendatang, menuai banyak protes termasuk juga dipersoalkan pengusaha truk yang kerap beroperasi di Pelabuhan Teluk Bayur Padang.
Seperti disampaikan pengusaha truk ekspedisi, H. M. Tauhid, dimana ia menilai larangan ODOL ini akan berdampak banyak.
“Bila alasan pemerintah pelarangan ODOL ini penyebab munculnya kerusakan jalan, menurut saya itu tidak signifikan,” kata Tauhid kepada media di Padang, Jumat (22/8/2025).
Tauhid yang saat itu juga didampingi Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) Sumbar, Rifdial Zakir dan anggota Organda Sumbar, Syafrizal alias Ujang mengatakan, permasalahan jalan itu, apabila dibangun sesuai spek yang ada baik itu jalan nasional, provinsi dan kabupaten kota, maka kondisinya tentu akan baik.
Sebaliknya, mantan anggota DPRD Sumbar ini menilai, terjadinya kerusakan jalan itu tidak semata-sama dari ODOL ini, tetapi ada aspek lain yang membuat kondisi jalan itu rusak, diantaranya ada indikasi korupsi sehingga jalan yang dibuat tidak speknya.
Selain itu ia juga mempertanyakan, apakah kecelakaan yang terjadi di jalan raya semuanya dari kendaraan ODOL yang membuat jalan rusak.
Menurut Tauhid, terjadinya kecelakaan itu bisa saja akibat dari kelalaian entah itu si pengemudi atau dari pengguna jalan yang lainnya.
Tauhid juga menyinggung dengan adanya pelarangan ODOL yakni dampak sosialnya.
“Bagi pemilik truk mau-mau saja muatan yang dibawa dikurangi, biasanya 30 ton dikurangi jadi 13 atau 15 ton. Tapi mau ndak pemilik barang membayar untuk muatan 13 atau 15 ton itu,” ucapnya.
Sebab, jelas Tauhid, dengan pengurangan muatan itu jelas membuat cost si pemilik barang jadi dua kali lipat, karena biasanya hanya gunakan satu unit truk, kini dengan adanya aturan ODOL ini terpaksa gunakan dua unit.
Apalagi saat ini, lanjutnya, semuanya serba mahal, mulai dari BBM, suku cadang juga mahal.
“Nah, kalau larangan ODOL itu terjadi maka modal dari satu barang itu akan menjadi tinggi, akibatnya harga jual makin mahal sehingga menjadikan daya beli jadi menurun. Apakah begitu caranya untuk tumbuhkan perekonomian sekian persen,” tukas Tauhid.
Mewakili pemilik angkutan, ia menilai sah-sah saja dengan kebijakan pembatasan tonase itu. “Persoalannya, siapkah pemerintah atau masyarakat menanggung dampak dari regulasi ODOL ini,” tukasnya.
Untuk itu, tukuknya, jika merasa tidak siap menghadapi dampak yang muncul dari regulasi itu, sebaiknya batalkan saja pelarangan ODOL ini.
“Karena saya merasa dampak dari aturan ini akan cukup besar dirasakan masyarakat,” pungkas Tauhid.
Ketua ALFI/ILFA Sumbar, Rifdial Zakir menambahkan, masalah ODOL ini jelas punya keterkaitan dengan ALFI/ILFA karena merupakan asosiasi yang berhubungan dengan permasalahan logistik secara keseluruhan termasuk soal transportasi.
“Dalam dua atau tiga bulan terakhir kami dari ALFI/ILFA secara nasional rapat koordinasi dengan Dishub provinsi setempat dan pihak kepolisian dan tracking, yaitu penindakan ODOL itu ditunda penerapannya hingga Januari 2026,” ujar Rifdial.
Dia menjelaskan, dari prespektif ALFI Sumbar, secara aturan pelarangan ODOL itu baik-baik saja, artinya mungkin sistem di ALFI ini naik kelas, tidak lagi muat barang lebih tonase dan jalan tidak cepat rusak, adanya faktor keselamatan dan banyak hal positif laginya.
“Tapi, siap nggak sektor logistik kita (Sumbar, red) menerima regulasi pelarangan ODOL itu,” tukas dia.
Dia melihat, permasalahan larangan ODOL itu ada dua, pertama soal sanksi administrasi bahkan sampai sanksi pidana tilang.
“Namun dilihat dari kondisi saat ini di Sumbar, kalau aturan pelarangan ODOL ini diterapkan, itu dampaknya akan gaduh dan pengangguran akan tinggi karena pemilik truk akan mengurangi operasionalnya sehingga sopir banyak yang nganggur,” ungkapnya.
Hal kedua, tambah Rifdial, biaya logistik pasti naik, karena adanya pembatasan volume muatan. (*)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.






