Oleh : Devi Diany*)
Dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat, pihak perbankan selalu meminta adanya jaminan, sebab kredit yang diberikan tentunya mengandung risiko. Sehingga untuk mengurangi risiko seperti kemacetan dalam pembayaran cicilan oleh kreditur, maka jaminan menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Jaminan berupa hak atas tanah menjadi salah satu yang paling banyak digunakan. Tanah yang diberikan oleh kreditur sebagai jaminan akan diikat dengan Hak Tanggungan. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah atau disingkat UUHT.
Pembebanan Hak Tanggungan dalam kredit perbankan bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak.
Tetapi tidak setiap orang terutama pelaku usaha memiliki asset berupa tanah dengan status hak milik, atau hak lainnya seperti Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Guna Usaha (HGU).
Beberapa di antaranya hanya menumpang dan memanfaatkan tanah Negara dengan mengantongi sertifikat hak pakai dari pejabat yang berwenang. Tak ada masalah. Sebab Hak Pakai atas Tanah Negara dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit perbankan. Tentunya ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Pengertian Hak Pakai
Hak Pakai atas Tanah Negara dapat dijadikan jaminan kredit ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT yang memperluas hak-hak atas tanah selain yang disebutkan oleh Pasal 4 ayat (1) UUHT, yaitu yang menjadi objek hak tanggungan adalah :
a. Hak Pakai atas Tanah Negara, syaratnya menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.
b. Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berdiri diatas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Banugnan (HGB), dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara juga termasuk objek Hak Tanggungan.
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 atau sering disebut UUPA.
Hak pakai diberikan secara cuma-cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Namun, pemberian hak pakai ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Sesuai namanya, maka hak pakai ini ada batas waktu pemakaiannya. Jangka waktu Hak Pakai Atas Tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan paling lama selama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun. Kemudian hak pakai dapat dperbarui untuk jangka waktu maksimal 30 tahun. Sedangkan hak pakai di atas tanah hak milik paling lama jangka waktunya 30 tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak atas tanah hak milik.
Jangka waktu Hak Pakai Atas Tanah Negara ini sekaligus menjadi masa berlaku pelunasan kredit perbankan. Sebab Hak Pakai Atas Tanah Negara dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan selama hak itu masih ada. Jika hak pakai telah hapus maka Hak Tanggungan akan hapus dengan sendirinya. Hapusnya Hak Pakai Atas Tanah Negara dapat terjadi karena jangka waktu berlakunya telah berakhir, atau terjadi pencabutan hak, atau haknya dilepaskan oleh pemegang hak pakai, atau tidak digunakan lagi sebagaimana peruntukkannya.
Hak Pakai sebaga Jaminan Kredit
Pembuat UU memberikan Hak Pakai Atas Tanah Negara dapat dijadikan jaminan kredit perbankan dengan alasan yang sangat mulia. Khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang tidak memiliki tanah dengan status hak milik tetapi membutuhkan akses modal untuk pengembangan usaha atau kegiatan produktif, maka Hak Pakai dapat menjadi alternatif untuk memperoleh pinjaman. Dengan demikian, ini membuka peluang bagi lebih banyak orang untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan dari bank.
Disamping itu, tanah negara yang diberikan Hak Pakai menjadi memiliki kekuatan yang cukup kuat untuk dijadikan jaminan kredit selama prosedur hukum yang berlaku diikuti dengan benar. Sebagai jaminan, Hak Pakai tetap harus memenuhi kriteria yang ditentukan dalam UUHT, terutama terkait kemampuannya untuk dipindahtangankan dan didaftarkan.
Sebagaimana disebutkan UUHT, Hak Pakai Atas Tanah Negara telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yang mana hak tersebut dapat dipindahtangankan dan dibebani dengan Hak Tanggungan. Fleksibilitas ini memungkinkan pemegang Hak Pakai Atas Tanah Negara untuk menggunakan hak tersebut sebagai jaminan untuk meminjam uang guna membiayai usaha atau keperluan lainnya.
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk membebani hak pakai dengan Hak Tanggungan, baik oleh pihak pemberi jaminan (debitur) maupun oleh pihak penerima jaminan (kreditur) dalam hal ini lembaga perbankan. Prosedur pembebanan Hak Tanggungan mengacu kepada UUHT yaitu sebagai berikut :
a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, didahului dengan janji memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang. Janji tersebut wajib dituangkan di dalam perjanjian dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersifat otentik.
Dalam rangka memenuhi syarat spesialitas pada Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan :
– Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan.
– Domisili pihak-pihak tersebut, jika salah satu pihak berdomisili diluar negeri, harus dicantumkan domisili pilihan di Indonesia, jika tidak kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah dianggap sebagai domisili pilihannya.
– Penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, yang meliputi juga nama dan identitas debitur, kalau pemberi Hak Tanggungan bukan debitur..
– Nilai Hak Tanggungan.
– Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.
b. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan, dilakukan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Kelahiran dari Hak Tanggungan harus memenuhi syarat publisitas yang merupakan syarat mutlak dengan mendaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat. Kantor Pertanahan kemudian menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sebagai surat tanda bukti. Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah ā DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAā, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Persoalan yang Timbul dalam Praktek
Permasalahan yang sering timbul adalah ketika jangka waktu kredit yang dijamin dengan Hak Pakai tersebut belum berakhir, sementara objek Hak Tanggungan telah hapus. Dalam keadaan demikian, eksekusi dan pelelangan tidak dapat dilakukan, karena hak atas benda yang dijadikan jaminan telah hapus. Mengingat isi dari hak pakai adalah hak memungut hasil dan memanfaatkan tanah, maka eksekusi hanya dapat dilakukan sebatas hak yang dipunyai oleh subjek hukum hak pakai yang dijaminkan atau yang dibebani hak tanggungan tersebut (Nemo plus iuris in alium transfere potest quam ipse habet).
Hal lain yang juga menjadi masalah adalah jika masa berlaku Hak Pakai telah berakhir sedangkan kredit perbankan belum lunas, maka jaminan yang diikat Hak Tanggungan tersebut akan kehilangan kekuatan hukumnya. Hal ini bisa menjadi masalah besar dalam proses penyelesaian utang melalui eksekusi.
Oleh sebab itu, sebelum permohonan kredit disetujui maka pihak perbankan melakukan pemeriksaan legalitas untuk memastikan Hak Pakai Atas Tanah Negara tersebut telah terdaftar dan sah menjurut hukum. Pemeriksaan ini mencakup pengecekan keaslian hak pakai, masa berlakunya, serta kemampuannya untuk dipindahtangankan.
Perbuatan hukum untuk peralihan hak atau dipindahtangankan tanah dengan hak pakai, seperti jual beli, hibah, tukar menukar dan sebagainya, boleh dilakukan dengan izin pejabat yang bewenang atau persetujuan dari pemilik tanah. Pemegang hak pakai memiliki hak untuk mengembangkan tanah yang dimilikinya itu, seperti membangun atau mengelola tanah untuk mendapatkan hasil produksi. (***)
*) Penulisa adalah mahasiswa pascasarjana Program Magister Kenotariatan Angkatan 2024, Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.
Daftar Pustaka :
1. Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016.
2. M. Khoidin, Hukum Jaminan (Hak-hak Jaminan, Hak Tanggungan dan Eksekusi Hak Tanggungan), Laksbang Yustisia Surabaya, 2017.
3. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, BPHN, 2027.
4. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006.
5. Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan Azas-Azaz Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung 1999.
6. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.






