Scroll untuk baca artikel
Banner Harian Khazanah
Opini

Tiada Henti Memeras Rakyat

×

Tiada Henti Memeras Rakyat

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ruslan Ismail Mage*

Baru saja lega lepas dari tahun politik yang diwarnai dengan segala macam cara untuk berkuasa. Demokrasi di obok-obok, konstitusi dijungkirbalilkkan, alat negara pun dilibatkan demi melanjutkan kekuasaan. Janji-janji surga ditebar hingga memenuhi ruang-ruang publik.

Iklan
Scroll Untuk Baca Artikel

Kendati pun pemilihan presiden menimbulkan pesimisme lahirnya pemimpin amanah yang konsisten dengan janji-janji di panggung kampanye, namun optimisme itu lahir kembali di hati rakyat saat mendengar pidato pelantikan sang presiden terpilih yang berapi-api membangun harapan lewat narasi yang menyentuh hati, bahkan banyak rakyat meneteskan air mata haru.

Belum lima bulan kepemimpinan berjalan, sudah mulai nampak gejala 11-12 dengan presiden terdahulu. Kepemimpinan yang hanya punya kemampuan bermain dengan kata-kata. Janji akan mengejar koruptor sampai ke Antartika, tetapi koruptor banyak berkeliaran di sekitarnya. Janji menjaga seluruh kekayaan alam dipergunakan hanya untuk kesejahteraan rakyat, tetapi tambang ilegal banyak tersebar dimana-mana. Celakanya lagi masih tetap mengandalkan pajak rakyat untuk membangun bangsa.

Baca Juga:  DPRD Sumbar Gelar "Public Hearing" Pembahasan Ranperda tentang RPJMD 2025-2029

Kebiasaan Menaikkan Pajak

Data menunjukkan, sekitar 82% pajak dari rakyat dipakai untuk membangun bangsa, dipakai untuk memutar roda birokrasi pemerintahan. Lalu kemana semua hasil kekayaan alam negeri ini yang melimpah. Kemana emas, kemana semua hasil tambang negeri ini? Kalau membangun negeri hanya mengandalkan pajak rakyat, tukang becak pun mampu.

Jadi membangun negeri yang hanya mengandalkan pajak, itu bukti kepemimpinan yang miskin kreativitas, miskin negosiator, kepemimpinan yang hanya memfasilitasi keuntungan koorporasi, kepemimpinan yang ompong kepada pemilik modal asing, kepemimpinan lemah yang tidak mampu menjaga perampokan kekayaan alam negeri ini.

Penguasa, sampai kapan hanya mengandalkan pajak untuk menopang pembangunan. Mengandalkan pajak berarti memeras rakyat. Kenapa tidak memaksimalkan penghasilan dari pengelolaan sumber daya alam melimpah untuk membangun bangsa. Baru saja tersenyum menaikkan PPN 12% untuk seluruh barang, tidak terkecuali PLN yang sudah pasti akan berdampak bagi seluruh kegiatan rumah tangga. Berhentilah memeras rakyat dengan seenaknya menaikkan pajak PPN berkedok pembangunan.

Sekarang saatnya rakyat menjadi macan melakukan perlawanan terhadap macan ompong. Rakyat jangan mau lagi diperas dengan kenaikan pajak. Tuntut semua segala hasil kekayaan alam peruntukannya kemana. Rakyat tidak boleh lagi diam menghadapi penguasa yang secara turun temurun hanya memgandalkan pajak untuk membangun bangsa. Negeri ini kaya, tidak bisa dikelola dengan joget-jogetan dan omon-omon saja.

Baca Juga:  Seniman dan "Jenderal" di Taman Budaya Padang: Sebuah Refleksi tentang Kesetiaan dan Kekuasaan

Negeri ini perlu kepemimpinan yang berkarakter macan untuk menerkam koruptor dan para perampok sumber daya alam. Jeffry Winters mengatakan, “Indonesia dikuasai para maling. Ada demokrasi, tapi seperti tanpa hukum. Demokrasinya tumbuh, tapi hukumnya tunduk di bawah kendali uang dan jabatan”. Sementara Ibnu Kaldum mengatakan, “Di antara tanda sebuah negara akan hancur, semakin besar dan beraneka ragamnya pajak yang dipungut dari rakyatnya”.

*Akademisi dan penulis buku Radikalisme, Demokrasi, dan Kemiskinan

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.