Scroll untuk baca artikel
Banner Harian Khazanah
Berita

Refleksi 5 Tahun, Jagat Sastra Milenia Menyentuh Akar Kehidupan Sastra

×

Refleksi 5 Tahun, Jagat Sastra Milenia Menyentuh Akar Kehidupan Sastra

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Khazminang.id – Jagat Sastra Milenia (JSM) tengah berbahagia. Komunitas literasi yang tumbuh di persimpangan antara dunia seni, teknologi, dan kemanusiaan itu merayakan ulang tahunnya yang ke-5. Sebuah hajatan digelar di ruang Aula Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Kamis siang (23/10/2025).

Setiap pengunjung datang dengan semangat yang sama: merayakan kata, mendengarkan gagasan, dan merefleksikan perjalanan lima tahun JSM. Refleksi Jagat Sastra Milenia ke-5 ini tak hanya menjadi momentum selebrasi, tetapi juga forum pembelajaran yang menyentuh akar kehidupan sastra.

Iklan
Scroll Untuk Baca Artikel

Dua kuliah umum yang dihadirkan memberi kedalaman perspektif baru tentang bagaimana membangun kepemimpinan komunitas sastra dan berbagai persoalan psikologi individu dan masyarakat yang dapat diagkat menjadi karya sastra.

Kepemimpinan yang Menyalakan Semangat Kreatif

Kuliah umum pertama dibawakan oleh Riri Satria, Ketua Jagat Sastra Milenia sekaligus praktisi di bidang manajemen, teknologi, dan kepemimpinan. Dalam materi bertajuk “Kepemimpinan untuk Pengelola Komunitas/Organisasi Kesenian”, Riri menyoroti pentingnya model kepemimpinan yang fleksibel, partisipatif, dan berorientasi pada tumbuhnya kreativitas.

“Komunitas seni tidak bisa dikelola dengan model korporasi yang kaku. Ia hidup dari semangat gotong royong dan visi yang lahir dari hati,” ujarnya.

Riri menjelaskan empat model organisasi — mekanistik, komunal, kreatif, dan organik — yang menjadi cermin bagaimana komunitas seni bergerak di antara disiplin dan spontanitas. Di dalamnya, gaya kepemimpinan seperti otokratis, demokratis, laissez-faire, adaptif, dan otentik perlu dipahami sebagai bagian dari spektrum situasi, bukan sekadar label manajerial.

Baca Juga:  11 KONI Kabupaten/Kota yang Beri Surat Dukungan ke Tommy, Buat Surat Protes ke TPP

Bagi Riri, kepemimpinan sejati dalam komunitas sastra bukan tentang menguasai, melainkan menghidupkan kembali api di diri orang lain. “Temukan suaramu, lalu bantu orang lain menemukan suaranya,” katanya menutup kuliah dengan kalimat yang disambut tepuk tangan panjang peserta.

Sastra dan Luka Kolektif Manusia

Sesi berikutnya menggali sisi batin kehidupan melalui kuliah umum seorang psikolog yang juga pecinta sastra, Ririen Fina Richdayanti berjudul “Persoalan Psikologi Individu dan Masyarakat dalam Penulisan Karya Sastra.”

Dengan latar sebagai psikolog klinis dan pemerhati seni, Ririen memaparkan bahwa menulis sastra adalah salah satu bentuk terapi jiwa — sebuah proses penyembuhan yang dilakukan melalui bahasa. Berbagai gangguan mental yang umum terjadi, mulai dari depresi, kecemasan, PTSD, hingga gangguan kepribadian, dan mengaitkannya dengan cara manusia menulis dan memahami pengalaman hidupnya.

“Ketika seseorang menulis tentang trauma, kehilangan, atau keresahan sosial, dia tidak sekadar berkisah. Dia sedang berusaha sembuh,” jelasnya.

Namun, yang paling menarik dalam kuliah tersebut adalah pandangan bahwa kesehatan mental bersifat politis. Menurut Ririen, stres sosial yang dialami masyarakat bukan semata akibat tekanan pribadi, melainkan juga hasil dari sistem yang gagal menyejahterakan rakyat: upah rendah, biaya pendidikan tinggi, kemacetan, hingga korupsi yang mengikis kepercayaan publik.

“Ketika kebijakan lebih banyak menyakiti daripada menyembuhkan, kesehatan mental kita ikut terpuruk. Dan itu bukan sekadar masalah pribadi, tetapi persoalan politik,” tegasnya.

Bagi dunia sastra, kesadaran ini mengubah cara pandang penulis: karya sastra bukan lagi sekadar bentuk estetika, tetapi pernyataan empati dan perlawanan halus terhadap ketidakadilan sosial.

Baca Juga:  Cuaca Ekstrem di Sumbar, 9 Orang Meninggal dan Kerugian Capai Rp6,5 Miliar

Merayakan Kata dan Kepedulian

Selain dua kuliah umum yang menggugah, acara ini juga menampilkan pembacaan puisi oleh enam penulis: Udi Utama, Romy Sastra, Khairani Piliang, Nurhayati, Hanna Sania, dan Erna Winarsih Wiyono.

Mereka sekaligus meluncurkan enam buku puisi baru:

  1. Ibu Tali Pusat Kami – Udi Utama
  2. Heraldik Berwajah Seribu – Romy Sastra
  3. Seduh Sedih yang Bertasbih – Khairani Piliang
  4. Rindu di Ruang Tungku – Nurhayati
  5. Setabah Waktu Sepatah Cemburu – Hanna Sania
  6. Stasiun Rupa Aksara (cetakan kedua) – Erna Winarsih Wiyono

Keenam buku ini menjadi simbol keberlanjutan produktivitas literasi di kalangan anggota dan sahabat JSM. Tim kurator dan editor — Sofyan RH Zaid, Rissa Churria, dan Nunung Noor El Niel — memastikan bahwa karya-karya tersebut bukan sekadar dokumentasi, tetapi juga bagian dari perjalanan spiritual dan intelektual para penulisnya.

Hingga tahun 2025, Jagat Sastra Milenia telah menerbitkan 28 buku yang mencakup kumpulan puisi, cerpen, esai, dan novel — membuktikan bahwa gerakan literasi ini bukan sekadar ruang wacana, tetapi wadah produktif yang nyata.

Gerakan Literasi yang Menyembuhkan

Dalam refleksi penutupnya, Ketua Jagat Sastra Milenia, Riri Satria, menegaskan bahwa dua kuliah umum ini merepresentasikan arah baru gerakan literasi yag diudug Jagat sastra Mileia: perpaduan antara kepemimpinan yang humanis dan pemahaman psikologis yang empatik.

“Memimpin adalah seni memahami jiwa manusia. Gerakan literasi masa depan harus mampu menumbuhkan kesadaran sosial, menyembuhkan luka kolektif, dan membuka ruang bagi siapa pun untuk menulis tanpa takut.”

Dia menambahkan, literasi di era milenial bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi cara berpikir dan merasakan dunia. Dalam lima tahun perjalanan, JSM telah menjelma menjadi komunitas yang bukan hanya berbicara tentang sastra, tetapi juga tentang kehidupan — tentang manusia dan bagaimana ia berjuang menjaga kewarasannya di tengah dunia yang terus berubah. JSM sudah menerbitkan antologi puisi yang topiknya mungkin tidak lazim buat kebayakan penyair yaitu mayarakat cerdas 5.0, sustainable development goals (SDG) dan sebagainya, dan berikutnya terkait degan mental health atau kesehatan metal.

Baca Juga:  Lanjutan Rapat Pansus I : Fokus Tuntaskan Rencana Kerja Tahun 2026

Bersama itu Tak Mesti Sama

Mewakili Komisi Simpul Seni Dewann Kesenian Jakarta (DKJ) Aquino Hayunta mengatakan bahwa dia sangat terkesan dengan lirik Mars JSM, di mana untuk bersama kita tak mesti sama. Menurut Aquino, itulah hakekatya berkesenian, bahkan juga represetasi dari kehidupa beregara. Aquio juga meyampaikan bahwa dia sepakat salah satu tantangan dalam dunia kesenian adalah menumbuhkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen mengelola orgaisasi kesenian.

Tentang Jagat Sastra Milenia

Didirikan pada 2020, Jagat Sastra Milenia (JSM) merupakan komunitas literasi lintas disiplin yang berfokus pada pengembangan penulisan kreatif, riset sastra, dan kolaborasi budaya. JSM rutin menggelar kegiatan diskusi, peluncuran buku, lokakarya, dan kolaborasi dengan berbagai lembaga seni serta pendidikan.

Dalam lima tahun kiprahnya, JSM telah menjadi rumah bagi penulis, akademisi, dan pembaca dari berbagai kalangan— sebuah jagat kecil di mana kata menjadi cahaya, dan sastra menjadi ruang penyembuhan bagi manusia. (**)

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.