Oleh : Devi Diany
Belakangan ini, kosa kata “transisi energi” nyaring terdengar. Dan seiring waktu semakin santer ketika ditambah dengan kata “akselerasi”, sehingga menjadi “akselerasi transisi energi”. Masyarakat awam agaknya tak terlalu hirau dengan kata-kata tersebut. Namun mereka perlu mendapatkan pemahaman yang jelas dan terang sebab partisipasi mereka sangat menentukan untuk kesuksesan proses akselerasi transisi energi ini.
Misalnya saja di Sumatera Barat. Provinsi ini dikenal sebagai lumbungnya energi hijau. Semua jenis energi baru dan terbarukan (EBT) ada di bumi Ranah Minang dengan potensi berlimpah. Potensi EBT itu masing-masing bersumber dari energi panas bumi, air, energi surya, energi angin dan bio energy berupa bio massa dan bio fuel. Namun pemanfaatannya masih belum maksimal. Salah satu kendalanya adalah penolakan masyarakat.
Soal penolakan masyarakat untuk transisi energi ini, sudah menjadi berita viral. Sebenarnya tidak ada yang salah. Hanya karena masyarakat belum paham dan tidak mendapat sosialisasi yang cukup tentang transisi energi. Ditambah lagi pengalaman masa lalu yang memperburuk keadaan, ketika pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Singkarak dianggap tidak memberikan kesejahteraan pada mereka dan merusak lingkungan.
“Kami bisa memaklumi penolakan masyarakat terhadap pembangunan PLTS terapung di Singkarak. Intinya mereka trauma dengan keberadaan PLTA Singkarak yang dianggap tak memberikan manfaat, justru menimbulkan dampak lingkungan,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade yang hadir saat sosialisasi rencana pembangunan PLTS Terapung didampingi Direktur Utama PT PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, Direktur Utama PT Indo Acwa Tenaga Singkarak, Helmi Kautsar sebagai investor.
Untuk langkah selanjutnya, menurut Andre Rosiade, PLN akan melakukan kaji ulang. Kehadiran PLN dalam pertemuan itu juga bertujuan agar terjadinya dialog dengan warga sehingga mampu menghadirkan solusi bagi kedua pihak. Jika titik temu tidak diperoleh maka bisa jadi lokasinya akan dipindahkan.
Selanjutnya Direktur Utama PT PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra menjelaskan, karena panas bumi adalah EBT dan merupakan energi hijau, maka sebenarnya keberadaan PLTS terapung itu tidak akan berdampak pada lingkungan. Lagi pula lahan yang dipakai untuk pembangunan PLTS terapung juga tidak banyak, sekitar 0,45 persen dari luas Danau Singkaran 107,8 Km². Oleh sebab itu jika pembangunan PLTS terapung itu berjalan lancar, diperkirakan dapat memberikan kontribusi listrik sebesar 50 MW.
“Rencana pembangunan PLTS terapung itu adalah salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Karena EBT adalah energi hijau, jadi sebenarnya PLTS terapung tidak berdampak pada lingkungan,” kata Edwin Nugraha Putra.
Energi hijau ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya rendah emisi, karena energi terbarukan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca secara signifikan. Selain itu akses berkeadilan, maksudnya energi hijau dapat didistribusikan hingga ke daerah terpencil melalui sistem desentralisasi seperti PLTS atap dan mikrohidro. Satu lagi, sebagai ketahanan energi nasional karena mengurangi impor minyak dan batubara.
Tak apa. Mudah-mudahan pengeboran (spud in) sumur panas bumi BNJ1-1 yang berjalan mulus di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman oleh PT Medco Power Indonesia yang berjarak sekitar 100 Km dari Singkarak, Kamis (11/09/2025) dapat membuka hati mereka. Sumur panas bumi ini merupakan sumur eksplorasi perdana dari dua sumur yang akan dibor dalam tahap Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi panas bumi Bonjol (PSP-E Bonjol). Estimasi potensi energinya mencapai 60 MW.
Sebelumnya, sudah ada pula Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dikelola PT Supreme Energy Muara Laboh di Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat dengan kapasitas 85 MW. Pembangkit yang beroperasi sejak 2019 itu, pada masa konstruksi mampu menyerap tenaga kerja hingga 1.800 tenaga kerja.
Belajar dari pengalaman itu, agar akselerasi transisi energi ini berjalan tanpa hambatan, maka sangat perlu komunikasi yang lebih cair lagi dengan masyarakat melalui pendekatan yang partisipatif, melibatkan mereka sejak dari awal proses. Lalu menyediakan ruang dialog inklusif untuk menampung suara mereka, termasuk kelompok rentan, seperti perempuan, masyarakat adat dan kelompok masyarakat tak mampu secara ekonomi. Perlahan, memberikan informasi secara jelas dan transparan tentang manfaat transisi energi termasuk terciptanya lapangan kerja.
“Kejadian tersebut tentunya jadi pelajaran. Jadi sebelum menawarkan lokasi investasi kepada investor, kami akan melakukan social mapping terlebih dulu. Kami juga ingatkan agar pihak-pihak yang datang ke lokasi bertemu masyarakat adalah mereka yang dipercaya mampu membangun komunikasi yang baik,” kata Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, Helmi Heriyanto saat berbincang dengan para wartawan.
Potensi Energi Hijau
Secara nasional, pemanfaatan EBT di Sumatera Barat sudah mencapai 30,95 persen. Angka ini jauh melampaui capaian nasional yang baru sekitar 19 persen. Bahkan untuk pembangkit listrik, kontribusi EBT sudah mencapai 54 persen dari total keseluruhan pembangkit yang disumbang oleh Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan tenaga air (PLTA) yang menjadi tulang punggung bauran energi di provinsi ini. Selain itu, kontribusi pembangkit skala kecil, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat untuk menjangkau daerah terpencil di Kabupaten Mentawai.
“Listrik yang kita nikmati saat ini, sekitar 54 persen bersumber dari EBT, listrik bersih dengan emisi karbondioksika berkurang hingga 75 persen,” kata Helmi Heriyanto.
Bila dirinci satu persatu potensi EBT di Sumatera Barat itu, maka yang paling melimpah potensinya adalah panas bumi (geothermal) sebesar 1.691 MW tetapi yang  dimanfaatkan baru 5 persen. Berikutnya air dengan potensi 1.100 MW sedangkan yang telah dimanfaatkan baru sekitar 33 persen. Ada lagi energi matahari (surya) dengan potensi 5.898 MW dan yang telah dimanfaatkan baru 1 persen serta potensi energi angin sebesar 438 MW dengan pemanfaatan masih nol. Bio energi yang berupa bio massa dan bio fuel memiliki potensi 923,1 MW dengan yang sudah dimanfaatkan sebesar 8,15 persen.
“Terakhir, potensi EBT dari samudera berupa energi gelombang laut di sepanjang 186.500 Km panjang garis pantai Sumatera Barat. Potensi ini sama sekali belum dimanfaatkan,” terang Helmi.
Jika EBT ini dimanfaatkan dengan maksimal maka dapat mendongkrak Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat. Saat ini, kontribusi PDRB dari listrik EBT sangat rendah masih 0,09 persen. Oleh sebab itu perlu didorong pemanfaatan EBT untuk peningkatan PDRB. Salah satu yang dilakukan Pemprov Sumatera Barat saat ini adalah dengan mengajukan usulan percepatan kajian panas bumi pada 7 area panas bumi.
Akselerasi Transisi Energi
Sumatera Barat memiliki 17 titik lokasi potensi energi panas bumi (geothermal) yang tersebar pada beberapa kabupaten/kota. Umumnya potensi energi panas bumi ini memiliki status wilayah terbuka dan wilayah kerja panas bumi (WKP).
Pemanfaatan potensi panas bumi sebagai sumber energi baru baru di Sumbar masih sekitar 5 persen dari potensi panas bumi sebesar sebesar 1691 MW. Artinya potensi geothermal yang belum dimanfaatkan masih sangat besar. Ini merupakan peluang investasi dalam pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan tenaga panas bumi.
Pemprov Sumbar saat ini tengah mengajukan surat usulan percepatan survei pendahuluan untuk mengoptimalkan pemanfataan panas bumi (geothermal). Pihaknya sudah mengidentifikasi potensi pada 7 area, masing-masing area panas bumi Lubuk Sikaping (Pasaman), Pariangan (Tanah Datar), Simisuh (Pasaman), Talamau (Pasaman), Koto Baru Merapi (Tanah Datar, Maninjau (Agam) dan Surian (Solok).
“Tujuh area panas bumi yang diusulkan ini belum ada investornya. Kita akan selesaikan dulu masalah sosialnya dengan menyamakan persepsi segenap pihak termasuk masyarakat di lokasi potensi EBT,” terang Helmi.
PLTS dan PLTMH untuk Keadilan Energi
Rasio elektrifikasi di Sumbar sudah mencapai 99,9 persen. Artinya sekitar 0,1 persen lagi masyarakat yang belum menikmati penerangan listrik yang bersumber dari PLN. Mereka umumnya kategori rumah tangga miskin yang bermukim di daerah pelosok dan jauh dari jaringan induk.
Data sementara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar tahun 2025, terdapat 14.533 Kepala keluarga (KK) yang belum menikmati listrik dengan rincian Agam 1.412 KK, Dharmasraya 355 KK, Mentawai 4.037 KK, Padang Pariaman 126 KK, Pasaman Barat 683 KK, Solok 3.343 KK, Solok Selatan 4.138 KK, Kota Pariaman 33 KK, Sawahlunto 274 KK dan Kota Solok 132 KK.
“Bagi wilayah yang tak terjangkau jaringan PLN maka untuk mewujudkan keadilan energi bagi mereka, Pemprov Sumbar mengupayakan melalui pembangunan PLTMH atau PLTS dengan anggaran APBD Sumbar,” terang Helmi.
Potensi energi air itu sangat banyak dan berlimpah mencapai 1.100 MW sedangkan yang telah dimanfaatkan baru sekitar 33 persen. Begitu pula dengan energi matahari (surya) potensinya 5.898 MW dan yang telah dimanfaatkan baru 1 persen. Namun keterbatasan anggaran mengakibatkan pembangunan pembangkit belum bisa dilakukan.
Untuk mencapai rasio elektrifikasi 100 persen khusus di Kabupaten Mentawai, Pemprov Sumbar telah mengupayakan melalui program Mentawai Terang. Secara bertahap penggunaan PLTD akan dikurangi dan diganti dengan pembangkit menggunakan EBT, seperti pembangunan PLTS. PLN turut mendukung program ini dengan membantu pemasangan listrik bagi keluarga tidak mampu yang berada di area yang terjangkau jaringan listrik, namun terkendala biaya pemasangan.
“Ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah untuk memastikan semua masyarakat di Sumatera Barat dapat menikmati akses listrik,” katanya.
Di sisi lain, saat ini 2 pembangkit di Sumbar yang menggunakan bahan bakar fosil masing-masing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sijantang dan PLTU Teluk Sirih, tengah bersiap untuk transisi ke energi bersih. Target nasional, PLTU Sijantang akan pensiun pada 2030 sebagai tanda pergeseran fokus ke EBT.
Semoga transisi energi yang dipacu dari daerah ini dapat berkontribusi pada transisi energi nasional yang lebih aktif dan meluas. (**)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.