Oleh: Amin Prabu *)
Di titik selatan khatulistiwa, di jantung perairan strategis Selat Malaka, berdirilah sebuah kota yang tak lahir dari sejarah purba, tetapi dibentuk oleh visi modernitas: Batam.
Batam bukan sekadar nama dalam peta, ia adalah manifestasi dari keberanian merancang masa depan. Dalam waktu yang singkat, kota ini bertumbuh — bukan seperti kota-kota lain yang mengalir dari riwayat panjang kerajaan atau koloni — tetapi dari keputusan kolektif bangsa untuk membangun pusat kemajuan di batas negeri.
Batam menjelma menjadi kota industri yang menjadi nadi pertumbuhan ekonomi nasional. Tapi lebih dari itu, Batam sedang menuliskan babak baru: menjadi kota yang memanusiakan manusia.
Di tengah mesin-mesin pabrik dan tiupan angin pelabuhan, Batam menciptakan ruang hidup bagi para pekerja, pemimpi, perintis, dan pejuang keluarga. Kota ini menjelma menjadi ekosistem peradaban manusia modern, tempat urbanisasi bukan hanya berarti beton dan aspal, tetapi juga ruang bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan.
Struktur, Dinamika, dan Harapan
Batam berkembang terstruktur, terukur, dan sistematis. Bukan semata-mata karena rencana teknokratik, tetapi karena denyut kehidupan masyarakat yang terus menghidupkan kota ini — dari pelajar yang belajar di ruang kelas, hingga para pedagang yang jujur menata harapan di pasar rakyat.
Namun kita juga sadar, peradaban sejati bukan semata infrastruktur. Ia terwujud dalam etika publik, kepedulian sosial, keberanian merawat lingkungan, dan keikhlasan membangun kota untuk semua.
Apresiasi yang Tulus
Hari ini saya menyaksikan sendiri bagaimana kesadaran warga kota Batam begitu kuat untuk menghidupkan budaya disiplin, hidup bersih, dan teratur. Saya berdiri di Alun-alun Engku Putri — dan saya temui ruang publik yang tertata rapi, resik, dan hijau.
Saya menyusuri jogging track yang menjadi bagian dari lingkaran inisiatif selaras kota ini, di mana masyarakat menikmati olahraga dengan santai dan teratur. Fasilitas publik di kawasan ini tampak terawat, terpelihara dengan baik, dan dijiwai oleh semangat kolektif warga yang mencintai kotanya.
Semua ini bukan hanya infrastruktur fisik. Ia adalah wajah peradaban, cermin dari kota yang hidup dan menghidupi. Kota yang tak hanya mengejar angka pertumbuhan, tetapi juga mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat bagi semua warganya.
Keyakinan Seorang Ayah
Dan akhirnya, di tengah rasa bangga dan syukur ini, saya ingin menyampaikan sesuatu yang sangat pribadi namun sarat makna: saya, sebagai seorang ayah, mengakui sepenuhnya dan dengan tulus percaya bahwa keputusan putriku, Tara, memilih Batam sebagai titik awal perjalanannya menulis riwayat hidup adalah keputusan yang tepat dan sangat bernas.
Batam — dengan segala tantangan dan potensinya — memberikan ruang yang nyata untuk merajut mimpi, membentuk karakter, dan membangun warisan nilai.
Karena Batam bukan hanya kota untuk bekerja. Batam adalah tempat untuk menjadi manusia seutuhnya.
Penutup: Dari Batam, Cahaya Itu Menyala
Dari Batam, langkahmu dimulai. Dari Batam, peradaban baru disemai. Dan dari Batam pula, seorang ayah menitipkan restu dan cinta — dalam diam, dalam doa, dan dalam tulisan ini yang semoga menjadi bagian kecil dari Risalah Warisan Cinta.
Batam, kota yang memanusiakan manusia. Bukan hanya pusat industri, tapi pusat harapan. Pusat nilai. Pusat cinta. Semoga setiap kata menjadi cahaya, Setiap perjalanan menjadi doa. Dan setiap tulisan menjadi warisan cinta yang menuntun jiwa–bagi Tara, bagi generasi, bagi Nusantara.
Mengapa Batam Bisa Disebut Pusat Peradaban Manusia Modern?
- Letak Strategis dan Peran Global:
Batam adalah pintu gerbang Indonesia ke Singapura dan Malaysia. Kawasan Free Trade Zone (FTZ) menjadikan Batam bagian penting dalam jalur perdagangan internasional.
- Transformasi Industrialisasi Modern:
Perkembangan pesat industri manufaktur, galangan kapal, elektronik, hingga digital. Kota ini dibentuk bukan secara alamiah, tapi secara terencana (planned city) — suatu keunikan peradaban modern.
- Multikulturalisme dan Urbanisasi:
Batam adalah cerminan Indonesia mini, dengan ragam etnis, budaya, dan agama yang hidup berdampingan. Proses urbanisasi cepat, tapi relatif stabil dalam konteks sosial dan keamanan.
- Ekosistem Kehidupan Manusia:
Kehadiran pusat pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sarana rekreasi mulai menunjukkan kota ini sebagai ruang kehidupan yang memanusiakan.
Namun Masih Ada Tantangan:
- Ketimpangan Sosial dan Ekologis:
Kemajuan industri kadang mengorbankan aspek lingkungan (deforestasi, reklamasi, limbah industri). Belum semua masyarakat merasakan pemerataan kesejahteraan.
- Kerapuhan Tata Kelola Perkotaan:
Tata ruang yang belum sepenuhnya tertib; ketidakseimbangan antara pembangunan fisik dan pembangunan sosial-budaya.
- Roh Peradaban Belum Sepenuhnya Terwujud:
“Pusat peradaban” bukan hanya infrastruktur, tapi juga pembudayaan nilai — seperti etika publik, pengelolaan konflik, dan spiritualitas kota. Ini masih dalam proses.
Simpulan Naratif:
Batam bukan hanya kota industri. Ia adalah titik temu antara modernitas dan harapan kemanusiaan. Kota ini tumbuh dari kehendak pembangunan, menjelma menjadi kota hidup yang terus mengasah dirinya menuju peradaban — tempat manusia bukan hanya bekerja, tapi juga bermimpi, berjejaring, dan mencari makna hidup.
*)Â Aktivis lingkungan, pegiat ormas, dan pelaku usaha.
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.