Oleh : Yos Magek Bapayuan*
Sebagai anak bangsa yang telah melalui tiga era pemerintahan—Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi—tentu saya bisa merasakan denyut perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masing-masing periode memiliki karakteristiknya sendiri yang membentuk perjalanan sejarah Indonesia. Orde Lama adalah masa rekonstruksi pondasi kebangsaan, di mana para pemimpin dan rakyatnya berjuang mencari bentuk terbaik bagi keindonesiaan. Orde Baru hadir dengan orientasi stabilitas nasional, menciptakan ketertiban demi mendorong pembangunan di berbagai sektor. Kemudian, Reformasi lahir dengan janji keterbukaan dan demokrasi, memberikan ruang bagi kebebasan berekspresi dan desentralisasi kekuasaan.
Namun, perjalanan reformasi tidak serta-merta membawa bangsa ini ke gerbang kesejahteraan yang ideal. Kuatnya pondasi kebangsaan yang digali di era Orde Lama dan stabilitas yang diciptakan di Orde Baru perlahan-lahan mulai terkikis. Demokrasi yang seharusnya menjadi jalan menuju kemajuan justru dimanfaatkan oleh para petualang politik untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Polarisasi semakin tajam, perpecahan sosial kian nyata, dan oligarki ekonomi semakin menguat.
Ibu Pertiwi yang Sakit AkutÂ
Akibat dari kondisi ini, pilar-pilar kebangsaan mengalami guncangan serius. Nilai Ketuhanan yang menjadi landasan moral kehidupan bangsa perlahan-lahan tergerus oleh sekularisme dan hedonisme yang merajalela. Kemanusiaan yang seharusnya adil dan beradab kini tersandera oleh kepentingan-kepentingan pragmatis. Hukum yang sejatinya menjadi panglima keadilan justru condong berpihak kepada mereka yang memiliki modal dan kekuasaan.
Persatuan bangsa yang selama ini menjadi kekuatan utama justru tertatih-tatih menghadapi polarisasi politik yang semakin tajam pasca-Pemilu. Gotong royong yang menjadi napas kehidupan sosial terkikis oleh individualisme dan persaingan bebas yang tidak terkendali. Keadilan sosial, yang semestinya menjadi hak bagi seluruh rakyat Indonesia, kini lebih sering diperuntukkan bagi segelintir elit yang berafiliasi dengan pemodal.
Dalam realitas yang semakin menyedihkan ini, sulit untuk menampik bahwa “Ibu Pertiwi sedang dalam keadaan sakit akut”. Baju kebangsaan yang dahulu begitu kokoh kini tercabik-cabik oleh ego sektoral. Nasionalisme yang menjadi perekat bangsa kini perlahan-lahan terkikis oleh ambisi politik transaksional. Politik dinasti dan oligarki ekonomi menjadi racun yang menggerogoti semangat idealisme bangsa. Sementara itu, para koruptor terus berkembang biak, merampas hak-hak rakyat tanpa rasa bersalah.
Munculnya Multivitamin untuk Ibu Pertiwi
Di tengah situasi yang semakin mengkhawatirkan ini, hadir seorang anak bangsa yang tak pernah lelah mencari solusi bagi negeri. Seorang akademisi yang terus menggali, merumuskan, dan menawarkan gagasan segar demi menyehatkan kembali Ibu Pertiwi. Sosok itu adalah Ruslan Ismail Mage, yang dengan pemikiran mendalamnya berhasil mempersembahkan sebuah karya monumental berjudul “Politik Kebhinekaan Membangun Bangsa”.
Buku ini bukan sekadar kajian akademik yang hanya indah di tataran teori, tetapi merupakan formula konkret yang dapat digunakan untuk merawat dan mengembalikan kejayaan Indonesia. Ruslan Ismail Mage menghadirkan konsep “Politik Kebhinekaan” sebagai jalan tengah untuk menjaga keberagaman tanpa kehilangan jati diri bangsa. Buku ini menawarkan solusi bagaimana kebhinekaan dapat dikelola secara politik agar tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan justru menjadi kekuatan besar untuk membangun bangsa.
Setelah membaca dan memahami isi buku ini, saya menganalogikan “Politik Kebhinekaan Membangun Bangsa” sebagai multivitamin yang akan menyehatkan Ibu Pertiwi. Buku ini tidak hanya menganalisis masalah, tetapi juga menawarkan resep konkret bagaimana kita bisa keluar dari situasi yang semakin memburuk ini.
Bagi siapa saja yang masih memiliki harapan akan kebangkitan Indonesia, bacalah buku ini. Serap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, lalu praktikkan dalam kehidupan nyata. Karena di tengah kompleksitas masalah yang kita hadapi, gagasan dalam buku ini bisa menjadi cahaya yang menerangi jalan panjang menuju kebangkitan bangsa. [***]
*Penerbit tiga dasawarsa buku-buku Minang
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.