Padang, Khazanah – Pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran belanja melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN. Tidak tanggung-tanggung, penghematan yang akan dilakukan tembus Rp306,69 triliun dengan pemangkasan belanja Kementerian atau Lembaga sebesar Rp256,1 triliun serta pemotongan alokasi dana transfer ke daerah (TKD) senilai Rp50,59 triliun.
Pemangkasan anggaran yang dilakukan sejak Januari 2025 tersebut berdampak terhadap hampir seluruh sektor ekonomi. Daya beli masyarakat melemah, kinerja industri ritel dan manufaktur pun memburuk.
Hal ini karena penjualan menurun, modal perusahaan berkurang dan akhirnya banyak perusahaan terpaksa mengurangi jumlah karyawan atau bahkan menutup usahanya.
“Setelah natal dan tahun baru, seluruh penjualan ritel terkontraksi pada dua bulan pertama tahun ini, sehingga pemilik harus memutar otak untuk bisa bertahan, bahkan sebagian malah memilih tutup, biar tidak rugi banyak,” kata Irawati Meuraksa, pimpinan dan pemilik Dalas Swalayan Group, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Padang kepada Khazanah, Kamis (13/02/2025)
Menurutnya, melemahnya daya beli masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak Mei 2024, diperparah lagi dengan pengetatan belanja negara yang juga berimbas ke daerah.
“Masyarakat akhirnya menahan diri untuk tidak boros berbelanja, ditengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, pusat perbelanjaan sepi. Diskon besar-besaran tetap gagal menarik pembeli,” ujar Irawati yang juga ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota Padang Perempuan Indonesia Maju (PIM).
Penjualan ritel, jelas Irawati, kemungkinan baru akan bangkit kembali memasuki bulan Ramadan mulai akhir Februari sampai Idul Fitri akhir Maret 2025, walaupun kemungkinan tidak akan sebagus tahun lalu.
“Kita memperedisksi pada puncak penjualan ritel pada musim Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini, tidak akan semeriah tahun-tahun sebelumnya,” jelasnya.
Prospek penjualan ritel, lanjut Irawati, juga dibayangi oleh kenaikan ekspektasi inflasi. Kenaikan harga jelang Ramadan dan Idul Fitri akan mendorong konsumen semakin selektif dan mengurangi alokasi pengeluaran.
“Konsumen akan lebih selektif membelanjakan pendapatan dan fokus pada kebutuhan pokok, mengurangi belanja barang nonmakanan dan tentu saja akan memilih toko atau swalayan yang mampu memberikan nilai tambah,” kata Irawati yang sekarang juga membuka usaha Sarapan Pagi Keluarga dipelataran parkir Dalas Swalayan, jalan Andalas No. 38 Padang.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Solihin juga angkat bicara. Menurutnya pelemahan daya beli masyarakat juga terlihat dari banyaknya konsumen berpindah dari produk satu ke produk lain yang serupa, namun dengan harga lebih murah. Ia mencontohkan air mineral.
“Konsumen sudah tak akan lagi melihat merek air mineral apa yang dibelinya. Mereka akan melihat mana air mineral yang paling murah,” kata Solihin.
Menurutnya, para produsen pun memilih untuk mengurangi berat produk ketimbang menaikkan harga untuk menjaga konsumen tidak kabur.
“Misalnya produk sabun, dulu 100 miligram, sekarang jadi 80 atau 70 miligram yang dijual dengan harga sama,” jelasnya.
Cara ini pun terpaksa dilakukan oleh para produsen, karena semakin lama pelemahan daya beli semakin parah, pendapatan produsen termasuk ritel yang menjadi tempat untuk menjajakan produk-produk tersebut, juga kian menipis. (JJ)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.