Oleh : H.Irman Gusman
Agaknya takdir kita sebagai orang Minang digariskan Allah sebagai etnis perantau. Dan itu tidak salah pula, sehingga orang tua-tua kita membuatkan bidal adat yang selalu kita ingat āKaratau madang di hulu, babuah baguno balun, marantaulah bujang dahulu, di rumah baguno balunā. Semua orang minang perantau di seluruh dunia pasti mengenal dan memahami bidal adat tersebut.
Artinya, perantauan sebagai wilayah tempat bermigrasi bagi orang Minang, tidak berarti secara kultural pindah tempat atau pindah tempat tinggal. Wilayah perantauan adalah wilayah yang menjadi tempat ujian kehidupan; apakah kita menjadi orang berguna atau tidak berguna. Sebab ketika hendak melangkah meninggalkan kampung halaman, kita secara kultural bahkan secara ekonomis pun dianggap belum berguna. Agar berguna untuk kampung halaman, maka kita pun melangkah meninggalkan ranah bundo tercinta yang dijaga oleh gunung Marapi dan gunung Singgalang itu.
Jadi merantau, seperti kata Sosiolog kita pak DR. Mochtar Naim: āMerantau adalah Pola Migrasi Suku Minangkabauā Rantau orang Minang itu tidak terbatas, melewati batas-batas provinsi bahkan batas negara. Bahkan ada joke : āKalau di bulan boleh tinggal, maka akan ada rumah makan padangā. Kuliner Minang yang direpresentasikan dengan masakan padang menjadi ciri keberadaan keluarga Minang dimanapun. Kalau ada rumah makan padang, maka di situ pasti ada orang Minang.
Orang Minang pergi merantau, bukan berarti lepas dari kampung halaman. Secara fisikĀ iya, kita berada dalam jarak yang dipisahkan antara ranah dan rantau. Tetapi sejatinya, secara batin, kita tetap orang Minang, Ikatan kental kekeluargaan dan kekerabatan basuku banagari, bakaum bapusako ini yang menjadi human capital bagi Minangkabau. Jika kita seorang mamak, lalu merantau, maka ketika ada kemenakan yang hendak menikah, berurusan harta pusaka, kita sebagai mamak yang sudah berada di rantau tidak akan ditinggalkan. Setidak-tidaknya, tandatangan harus dibubuhkan juga.
Maka dalam kultur Minangkabau, rantau itu juga wilayah Minangkabau. Dijangkau dengan budaya, dipertali-temalikan dengan kampung halamannya lewat kekerabatan nan indak lapuak dek hujan dan indak lakang dek paneh. Bahkan kita pun memberi warna budaya pada kehidupan kita di perantauan. Di tiap kota selalu saja ada perhelatan dengan menggunakan tata cara adat Minang, karena di situ banyak orang Minang. Kita mewarnai kehidupan dimana kita merantau bukan berarti kita membangun eksklusivisme Minangkabau, melainkan inklusif. Bidal adat mengajarkan kita, āDima bumi dipijak, di sinan langik dijujuangā. Ini memberi isyarat kepada kita bahwa kita menghormati dan menghargai adat istiadat tempat kita merantau. Orang Minang sangat adaptatif dan kosmopolit, sangat ramah dengan persahabatan.
Jadi merantau adalah semacam brain drain. Orang Yahudi, orang Cina dan India juga bangsa-bangsa perantau yang melakukan brain drain ini. Mereka membawa kebaikan di tempat-tempat mereka bermigrasi. Brain drain adalah semacam migrasi akademik merupakan salah satu fenomena di mana sumber daya manusia yang berpendidikan tinggi seperti ilmuwan, analis, cendekiawan, atau tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi meninggalkan negara asal mereka untuk bekerja ataupun kesempatan belajar yang lebih baik di luar negeri.
Tapi mereka, orang Yahudi, Cina dan India tak hanya punya brain-drain, sebaliknya mereka juga punya brain-gain yakni membawa kebaikan dari perantauan untuk tanah leluhur mereka. Kemajuan diĀ Israel, di Tiongkok danĀ India tidak terlepas dari para masyarakat diaspora mereka. Di China dikenal dengan Chinese Overseas, China perantauan. Secara populasi, diaspora China tidak lebih besar dari penduduk China sendiri. Tetapi pengaruhnya terhadap kemajuan tanah leluhur sangat besar.
Dan harap dicatat, jika penduduk Sumatera Barat sekitar 6 juta jiwa, maka jumlah perantau Minang diperkirakan melebihi penduduk Sumatera Barat. Artinya dibanding dengan China, perantau Minang lebih banyak dibanding penduduk tempat asalnya. Bukankah ini sebuah potensi sumber daya besar, terutama dalam rangka membangun kampung halaman, untuk apa yang saya sebut tadi sebagai Brain-drain and Brain-gain? Btain drain Minang dan Brain gain Minang
Dengan demikian kita para perantau, menjadi berguna di perantauan setelah itu nanti jadi berguna di kampung halaman sendiri. Dengan bekal akademik, ilmu, keterampilan, semangat, keahlian dan sebagainya kita melangkah dengan tekad bulat ke rantau, lalu menjadi berguna di tempat yang baru.
Lihatlah, ke Kalimantan Timur pun seorang birokrat Minangkabau dikirim pemerintah pusat menjadi Penjabat Gubernur. Akmal Malik, adalah seorang Minang yang berasal dari Dharmasraya dan pernah menjadi Kepala Desa juga di Padang Pariaman, kini dipercaya menjadi Pj.Gubernur Kaltim. Bahkan sebelumnya, beliau juga dipercaya menjadi Pj. Gubernur Sulawesi Barat.
Tidak hanya itu, Ketua Umum IKM, Fadli Zon adalah orang Minang yang beruntung menjadi Menteri Kebudayaan RI yang pertama. Sebelum ini urusan kebudayaan itu ada di Kementerian Pendidikan bahkan sebelumnya ada di Kementerian Pariwisata. Kini kebudayaan diurus oleh satu kementerian yang berdiri sendiri dan alhamdulillah Ketua IKM kita pak Fadli Zon yang dipercaya Presiden menduduki jabatan itu. Kedua-dua beliau ini tidak lupa dengan kampung halamannya.
Beliau-beliau sangat menerapkan pantun lama:
Kaluak Paku Kacang Balimbiang,
Tampuruang lenggang lenggokan
Bao manurun ka Saruaso
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan Tenggang nagari jan binaso.
Hal serupa juga dilakukan oleh jutaan orang Minang di perantauan lain. Bahkan mereka yang sudah berganti kewarganegaraan dan menjadi Dispora Minang akan selalu mengingat sasok jarami, pandam pakuburan, tapian tampek mandi, kampuang halaman nan tacinto.
Seorang tokoh besar Malaysia, Tan Sri Rais Yatim, mantan senator dan Menteri Senior adalah contoh bagus tentang bagaimana membangun kecintaan dan merawat keminangkabauan. Meskipun beliau orang Malaysia, tapi Tan Sri Rais Yatim adalah orang Negeri Sembilan keturunan Minangkabau yang kampung asalnya dari Palupuh Kabupaten Agam. Setiap kali berpidato dalam kunjungan ke Sumatera Barat, beliau tak mau berbahasa Malaysia, beliau berbahasa Minang.Satu hari beliau mengatakan, āApabila hendak melakukan penelitian tentang Minangkabau di masa datang, mestinya orang tidak datang ke Leiden Negeri Belanda, tapi mesti ke Ranah Minang sendiri. Jadi harus kita dorong agar berbagai dokumen sejarah tentang keminangkabauan yang ada di Leiden dipindahkan bagaimana pun caranya, ke Sumatera Baratā
Tan Sri Rais Yatim tak lupa dengan kampung asalnya di Lariang, Palupuh Kabupaten Agam. Ada berbagai bantuan beliau berikan ke sana. Begitu juga ke beberapa institusi pendidikan di Sumatera Barat. Bayangkan, orang yang sudah jadi warga negara Malaysia pun, rasa cintanya pada Ranah Minang tidak sirna.
Re Mari kita pupuk rasa cinta dan sayang kita selalu kepada kampung halaman dengan berbagai cara yang kita bisa lakukan. Berada dalam perkumpulan seperti Ikatan Keluarga Minang ini adalah salah satu bentuk dan tanda kita masih cinta pada kampung halaman kita, pada Ranah Bundo tacinto.
IKM menjadi tempat kita orang Minang berhimpun, sasakik-sasanang, sanasib saparasian, manjadi pusek jalo pumpunan ikan, tanpek awak baminangkabau, walaupun jauah di parantauan.
IKM Kalimantan Timur perlu mengantisipasi perubahan besar yang terjadi di daerah ini. Sebentar lagi Ibu Kota Nusantara (IKN) juga akan difungsikan oleh pemerintah. Artinya akan terjadi perubahan besar di daerah ini, pergerakan ekonomi yang pesat, kemajuan-kemajuan industri dan perdagangan akan hadir. Maka IKM harus beroleh manfaat dari IKN. Jangan sampai IKM hanya jadi penonton pertumbuhan dan perkembangan di IKN.
Pada waktunya, seperti yang saya singgung tadi, brain-gain akan diperoleh oleh warga Minang di sini untuk ikut serta membangun kampung halaman, setidak-tidaknya membangun nagari masing-masing. Jadi perantau Minang baik dalam IKM maupun dalam organisasi perantau yang manapun bersama-sama dengan masyarakat Minang Diaspora di seluruh dunia, dari Bumi Etam, Kalimantan Timur ini saya serukan untuk terus membangun diri dan bisa menyisihkan pikiran dan materi untuk kebaikan kampung halaman, Ranah Minang. (Disampaikan dalam pidato pengukuhan pengurus IKM Kaltim 18 Januari 2025, selaku Ketua Dewan Pengawas DPP IKM)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.