Ilustrasi. NET |
Padang, Khazminang.id-- Bank Indonesia mencatat, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), selama November 2020, Sumatera Barat tercatat mengalami inflasi sebesar 0,51 persen. Jumlah tersebut menurun dibandingkan realisasi Oktober 2020 sebesar 0,61 persen (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, Wahyu Purnama mengatakan, laju inflasi Sumbar ini lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi inflasi kawasan Sumatera sebesar 0,33 persen (mtm) dan realisasi inflasi nasional 0,28 persen (mtm). Penyumbang inflasi terbesar terutama berasal dari kelompok transportasi dengan andil 0,24 persen (mtm). Inflasi pada kelompok ini disebabkan oleh peningkatan harga komoditas angkutan udara dengan andil sebesar 0,22 persen (mtm).
“Peningkatan tarif angkutan udara didorong oleh pola tahunan yang cenderung meningkat menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan Tahun Baru 2021 yang pada tahun ini diperpanjang sebagai pengganti cuti bersama lebaran serta didorong oleh penyeelenggaraan event MTQ Nasional ke-28 di Sumatera Barat yang secara langsung meningkatkan permintaan masyarakat,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat (4/12/2020).
Dikatakan, kelompok lain yang turut menyumbang inflasi yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil inflasi sebesar 0,23 persen (mtm). Adapun komoditas yang menyumbang inflasi pada kelompok ini yaitu daging ayam ras, cabai merah, bawang merah, dan ayam hidup dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,13 persen, 0,12 persen, 0,08 persen, 0,03 persen mtm.
Komoditas daging ayam ras dan ayam hidup mengalami kenaikan harga yang disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarakat dan terbatasnya pasokan. Hal ini dorong pula oleh kenaikan harga jagung sebagai bahan utama pakan ayam sehingga mendorong kenaikan harga lebih lanjut. Curah hujan yang tinggi sebagai dampak dari fenomena La Nina juga turut mendorong kenaikan harga komoditas pangan seperti cabai merah dan bawang merah.
“Curah hujan yang tinggi mempengaruhi produksi dan distribusi cabai merah dan bawang merah, sehingga terjadi keterbatasan pasokan di masyarakat. Sebagian hasil panen bawang merah yang disimpan sebagai benih juga menjadi penyebab keterbatasan pasokan di berbagai wilayah,” ujarnya.
Secara spasial, kata dia, Kota Padang mengalami inflasi sebesar 0,52 persen (mtm) menurun dibandingkan Oktober 2020 sebesar 0,59 persen (mtm). Sejalan dengan Kota Padang, Kota Bukittinggi mengalami inflasi sebesar 0,37 persen (mtm) menurun dibandingkan realisasi Oktober 2020 yang sebesar 0,75 persen (mtm).
Realisasi inflasi Kota Padang menjadikannya sebagai kota dengan nilai inflasi tertinggi ke-4 dari 22 Kota/Kabupaten inflasi di Sumatera dan peringkat ke-18 dari 83 Kota/Kabupaten yang mengalami inflasi di Indonesia. Sementara itu untuk Kota Bukittinggi, tercatat menjadi kota dengan peringkat ke-10 inflasi tertinggi di Kawasan Sumatera serta peringkat ke-34 secara nasional.
Secara tahunan pergerakan harga pada November 2020 menunjukkan inflasi sebesar 1,67 persen year on year (yoy) atau meningkat dibandingkan realisasi Oktober 2020 yang mengalami inflasi sebesar 0,90 persen (yoy). Nilai inflasi tahunan Sumatera Barat ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi inflasi Kawasan Sumatera sebesar 1,49 persen (yoy) dan realisasi nasional sebesar 1,59 persen (yoy).
“Secara tahun berjalan 2020 (s.d November 2020) realisasi inflasi Sumatera Barat sebesar 1,44 persen year to date (ytd) atau meningkat dibandingkan Oktober 2020 yang mengalami inflasi sebesar 0,92 persen (ytd) namun masih lebih rendah dibandingkan dengan realisasi inflasi tahun berjalan pada November 2019 sebesar 1,61 persen (ytd). Raihan Al Karim