×

Iklan

WARISAN PUTI-PUTI TARUSAN
Tari Salendang Dikreasikan Versi Galombang untuk Menyambut Tamu di Kawasan Wisata Mandeh

29 Agustus 2021 | 21:37:03 WIB Last Updated 2021-08-29T21:37:03+00:00
    Share
iklan
Tari Salendang Dikreasikan Versi Galombang untuk Menyambut Tamu di Kawasan Wisata Mandeh
(foto: Istimewa)

Padang, Khazminang.id-- Kehadiran Kawasan Wisata Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan dan berkembangnya seni pertunjukan di kawasan tersebut membuka peluang bagi seni tradisi untuk berkembang.

 

    Kawasan Wisata Mandeh Terpadu yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan kawasan pantai, merupakan tempat wisata yang ramai dikunjungi wisatawan.

     

    Bahkan untuk tempat pertunjukan sudah dibangun Amphi Teater sebagai tempat pertunjukan yang dirancang oleh pemerintah Pesisir Selatan di Nagari Anak Aie Sungai Nyalo.

     

    Selain itu, Tari Salendang yang dulunya merupakan tari tradisional yang dahulunya berkembang di kalangan Puti-Puti keturunan Raja Tarusan direkonstruksi oleh Dra. Nerosti, M. Hum., Ph. D., (2019).

     

    Menurut Nerosti, tari ini sudah punah seiring punahnya kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia, khususnya kerajaan Tarusan yang juga ikut punah tiada berbekas.

     

    Dengan demikian selayaknyalah Tari Salendang yang dahulunya berkembang di kalangan keturunan Rajo dan Puti yang ada di Tarusan dapat dikembangkan, dipelajari dan ditampilkan dalam kemasan pariwisata, dan dapat dikukuhkan sebagai tari tradisi khas Kecamatan Koto XI Tarusan.

     

    Saat ini, tari ini juga sudah digunakan oleh masyarakat untuk menyambut marapulai yang diarak-arak dari rumah bako pada pada rangkaian kegiatan pesta perkawinan.

     

    Didorong kenyataan tersebut Nerosti yang merupakan dosen Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas Negeri Padang (UNP), mengadakan penelitian tentang Tari Selendang tersebut dengan mengembangkan koreografinya versi galombang sebagai tari menyambut tamu di Kawasan Mandeh, Pesisir Selatan.

     

    “Penelitian ini menggunakan metode Research and Development atau R&D yang menghasilkan produk,” kata Nerosti, Minggu (29/8) malam.

     

    Dijelaskan Nerosti, dahulunya, gerak tari tersebut belum ada nama, maka dirinya memberi nama gerak tersebut dengan disepakati oleh Puteri Darna sebagai pewaris Tari Selendang.

    Gerak yang diinformasikan oleh pewaris Tari Salendang tersebut hanya berupa pose saja belum merupakan rangkaian gerak yang dapat ditarikan.

    Kemudian Nerosti berupaya merekonstruksinya pada tahun 2018 dengan nama Dampieng Salendang, namun dengan kesepakatan antara Nerosti  dengan ahli waris tari ini, nama tari dirubah dengan Tari Salendang saja,

    Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi supaya kesenian ini berkembang menjadi dua genre yaitu Musik Dampieng dan Tari Salendang.

    Ditambahkan Nerosti, penelitian yang dilakuykannya berjudul “Pengembangan Koreografi Tari Salendang Berkonsepkkan Seni Pertunjukan Wisata Di Kawasan Mandeh” dilaksanakan selama dua tahun.

    Pada tahun pertama (2020)  mengembangkan koreografi difokuskan dalam bentuk tari pertunjukan yang layak untuk dipertontonkan di atas pentas.

    Untuk tahun ke dua (2021) peneliti mengembangkan Tari Salendang versi Galombang, proses pengembangan koreografi Tari Salendang versi Galombang, tidak luput dari bentuk tari Galombang yang banyak berkembang di Minangkabau, akan tetapi tarian ini keunikannya memakai properti salendang.

    Tari Selendang versi galombang sebagai tari menyambut tamu, telah yang diujicobakan di Sanggar Pucuak Rabuang dengan mengadakan workshop selama dua bulan pada penari sebanyak 20 orang penari.

    Setelah penari Pucuak Rabuang mahir menguasai gerak-gerak tari Salendang, kemudian  pertunjukan tari ini diujicobakan pada tanggal 7 Agustus 2021 di Muaro Bantieng kawasan Mandeh.


    Sementara itu, Puteri Darna dan Yusnimar S.Pd menantu dari Puteri Noermaya (almarhumah) sebagai ahli waris Tari Salendang menjelaskan, tari ini ditampilkan bersama dampieng untuk menyambut marapulai (mempelai laki-laki) yang masih keturunan Raja.


    Namun yang menjadi utama dalam penyambutan marapulai itu adalah dampieng, bersamaan dengan itu ibu-ibu 2-6 orang menari sambil memainkan selendangnya.

    “Mereka menari tidak terstruktur seperti layaknya sebuah tari, namun bergerak dengan gaya mereka sendiri, selendang digunakan untuk menghalang-halangi marapulai naik ke atas rumah, kata Puteri Darna.

    Puteri Darna mengilustrasikan bentuk tari tersebut dengan kata-kata dan menjelaskannya apa yang dilakukan oleh penari sebagai berikut: (1) meletakkan selendang di atas kedua lengannya seolah-olah membawa benda berharga sambil berjalan lurus ke depan (warih), (2) membentang selendang di depan dada (paga), (3) memegang selendang dengan kedua tangan dan menggerakkan ke samping kanan dan ke samping kiri (anta), (4) menggerakkan selendang ke atas dan ke bawah arah serong kanan gerak berlawanan dengan penari lainnya (balabeh), (5) mengajungkan selendang ke atas dan ke bawah (anjuang), (6) mengibaskan selendang sambil berputar (limpapeh), (7) melilitkan ke leher (ikek), (8) menutupkan selendang pada kedua bahu (bakuruang). (Novrizal Sadewa).