×

Iklan

SATU-SATUNYA DI LUAR JAWA
Tanpa Gembar-gembor PT CTI Bangun Industri Biomed di Padang Sumatera Barat

03 November 2023 | 17:12:51 WIB Last Updated 2023-11-03T17:12:51+00:00
    Share
iklan
Tanpa Gembar-gembor PT CTI Bangun Industri Biomed di Padang Sumatera Barat
Dr. Andani Eka Putra

Padang, Khazminang.id -- Pengalaman selama Pandemi Covid-19, Indonesia benar-benar menjadi ‘pasar’ bagi berbagai alat kesehatan, alat diagnostik, obat-obatan sampai ke alat pelindung diri oleh para raksasa industri alkes dunia.

Bahkan pada mulanya dengan enaknya untuk pemeriksaan PCR-Swab sampai masyarakat harus merogoh kantung sampai jutaan rupiah. Padahal, harga dasarnya benar-benar jauh di bawah itu. “Tapi kita memang tak berdaya, lantaran kit-kit diagnostik itu umumnya produksi asing dan masuk melalui pintu impor,” kata ahli bioteknologi Dr. Dr. Andani Eka Putra, M.Sc dalam sebuah wawancara dengan Khazanah dan khazminang.id.

Andani yang ketika pandemi Covid-19 menjadi bintang lantaran temuan cara mendeteksi cepat sampel hasil swab di laboratorium FK Unand mengakui bahwa apa yang dikhawatirkan oleh mantan Menkes Siti Fadilah Supari bahwa Indonesia bisa ‘dikendalikan’ oleh asing lewat virus, monopoli produk pendeteksi, vaksin dan sebagainya. Tapi menurut Andani, suara mantan Menkes itu sayangnya tidak diikuti dengan tindakan nyata, membangun industri alat kesehatan, bioteknologi atau industri farmasi nasional yang lebih kompetetif.

    Andani, adalah satu dari sedikit dokter, peneliti dan akademisi yang memiliki kerisauan tentang itu. Ia mengaku prihatin jika produk yang sebenarnya cukup dijual dengan harga Rp150 ribu saja, tapi dipasarkan dengan banderol 10 kali lipat. “Seperti PCR ketika Covid-19 itu, awalnya sampai Rp2 juta lebih sekali test, tapi lama-lama ketahuan juga harga sebenarnya dan akhirnya hanya jadi Rp200 ribu saja.

    Menurut Andani tidak sedikit alat kesehatan dan kit diagnostik yang dipakai di Indonesia dibanderol dengan harga yang amat mahal. “Kita harus tolong rakyat, berikan mereka harga yang wajar, karena kita butuh rakyat yang sehat, bukan saja rakyat yang sejahtera,” ujar Andani.

    Maka, kerisauan seorang Andani Eka Putra, setelah bebulan-bulan berbaur dengan para mahasiswanya di laboratorium FK Unand, menyimpulkan saatnya Indonesia berdiri dengan kepala tegak. Produk alat kesehatan, bioteknologi, vaksin, alat diagnostik dan sebagainya harus bisa dibuat di Indonesia dan harus bisa dijangkau oleh masyarakat.

    “Tak ada jalan lain, kita hanya punya satu PT Biofarma. Mestinya perusahaan seperti itu harus banyak agar masyarakat kita bisa mendapatkan layanan kesehatan yang terjangkau, tidak mahal,” kata dia.

    Ia sudah sampaikan kepada sejumlah pengambil keputusan tentang itu tetapi tidak banyak yang menyahuti positif. Maka dengan segala semangat dan idealisme, ia mengontak kawan-kawannya. Baik yang begerak di bidang kedokteran, farmasi maupun industri. 10 kawannya berhasil dihimpun untuk mendirikan sebuah perusahaan bioteknologi.

    “Saya ikut di dalamnya sebagai konsultan dan dari awal sudah saya tekankan agar perusahaan ini berbasis di luar Jawa khususnya di Sumatera Barat. Jangan lagi semua industri strategis ditumpuk di Jawa. Ini harus juga menjadi flag ship bagi industri-industri berikutnya yang akan mengangkat nama Sumatera Barat,” ujarnya.

    Dua tahun lalu, tanpa gembar-gembor dan publikasi berdirilah PT Crown Teknologi Indonesaia (CTI). Sebuah lahan pada sebidang tanah seluas 5000an meter di kawasan Padang by Pass dipilih sebagai pabrik sekaligus kantor.

    Begitu berdiri, semua yang terlibat sudah langsung jalan. Siapa mengerjakan apa sudah jelas. Andani sendiri membawa hasil-hasil penelitiannya yang sudah dipatenkan di Kemenkumham sebagai bagian dari titik awal produksi. Dari puluhan yang sudah dipatentkan, setidknya sampai akhir Oktober 2023, sudah ada 10 yang menjelmas jadi produk jadi berupa kit diagnistik yang berguna untuk mendeteksi penyakit pasien.

    Misalnya, untuk mendeteksi Tuberkulosis (TB) secara cepat, selama ini Indonesia masih tergantung dengan kit dari luar yang harganya mahal. “Padahal bisa kita buat di sini dnegan harga murah, dan kami tidak akan menjualnya dengan harga tinggi, tapi cukup sampai memberi sedikit keuntungan dan membuat produksi terus berjalan. Yang terpenting bangsa ini bisa tertolong dari mahalnya harga produk dari luar negeri,” kata Andani.

    Untuk penderita TBC, maka PT CTI membuat kit yang diberi label CRown_Lab@ TB D×. Dengan kit ini bisa diketahui dengan cepat keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis, suatu penyakit menular dengan potensi infeksi serius terutama pada paru. Angka infeksi tuberkulosis di Indonesia diperkirakan lebih dari 800 ribu kasus. Jumlah ini dapat ditekan dengan pemeriksaan diagnostik yang cepat dan akurat.

    Pernah mengalami demam tinggi yang disebut Thypoid? Maka para laborant di PT CTI menciptakan CRown Lab® Thypoid DX NAAT sebagai alat pendeteksi infeksi akibat bakteri Salmonella typhi yang menyebabkan tifus. Di Indonesia, demam tifoid tergolong penyakit endemik. CRown_Lab® Thypoid Dx dirancang untuk mendeteksi Salmonella typhi pada sampel feses yang dicurigai terinfeksi bakteri Salmonella typhi. Kit ini mendeteksi secara kualitatif in vitro dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction ( RT-PCR).

    Yang paling mencemaskan kaum perempuan adalah ketika mereka divonis kanker serviks. “Maka kita bikin PCR yang brnama Crown_Lab® CCScreen untuk mendeteksi secara cepat virus papilloma penyebab kanker serviks. Mudah-mudahan ini bisa membantu secara dini kaum perempuan di Indonesia yang terkena serviks,” ujar dia.

    Produk lain yang sudah mulai diproduksi adalah Crown_Lab® Pneumoplex yang berguna untuk membantu pengobatan pneumonia. Menurut UNICEF/WHO (2006), radang paru-paru atau pneumonia adalah sakit yang terbentuk dari infeksi akut dari daerah saluran pernapasan bagian bawah secara spesifik mempengaruhi paru-paru dan menyebabkan area tersebut dipenuhi dengan cairan, lendir atau nanah. Kondisi ini bisa membuat pasien mengalami sulit bernapas. 

    Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sebanyak 15 persen kematian anak-anak usia balita di seluruh dunia terkait dengan pneumonia. Meskipun begitu, pneumonia bisa menimpa orang dewasa dengan dampak yang kurang lebih sama.

    Penyakit yang aman menakutkan manusia dan sering sebut orang sebagai kutukan, yakni lepra atau kusta. Perlu deteksi dini agar bisa dicegah penularannya. Maka PT CTI menciptakan apa yang disebut dengan Crown_Lab® Lapra Test. Lepra Test buatan PT CTI Padang ini akan dapat mendeteksi keberaaan bakteri lepra in vitro (dalam tabung) dengan ral time PCR.

    Yang paling populer dari hasil karya tangan awak PT CTI ini adalah Crown_lab® Covid-19 Multiplex. Tes PCR dengan menggunakan ini akan menentukan lebih cepat seseorang positif terinfeksi Covid-19 atau bukan.

    Menurut Dr. Andani, PT CTI sudah mendeklarasikan diri tidak akan menonjolkan sisi profit yang berlebihan terhadap semua produk mereka. Karena itu korporasi ini memilih tag line untuk perussahaannya: Menuju Kemandirian untuk Kemaslahatan Bangsa.


    Salah satu produk PT Crwon Teknologi Indonesia

    Tagline itu dipilih untuk memotivasi semua karyawannya guna mengedepankan idealisme. Benar-benar hanya untuk memperbaiki derajat kesehatan bangsa didedikasikan.

    Andani bukan sekedar bicara tentang niat ideal itu, ia bahkan dengan rela meletakkan jabatannya sebagai Komisaris di PT Kimia Farma, BUMN yang mengkhususnya bergerak di bidang farmasi itu. “Izinkan saya merealisasikan cita-cita kami ini sampai berjalan baik, on the track,” ujarnya merendah ketika ditanya, bukankah lebih enak menjadi Komisaris BUMN daripada berpeluh dan memusingkan diri di pabrik ini.

    Kini dengan 20an orang karyawan, CTI mematok target pada kurun waktu lima tahun mendatang mereka sudah memproduksi vaksin. “Semua kita patok dengan harga murah agar tidak membratkan masyarakat dan keuangan negara bila itu digunakan secara massal,” ujar Andani.

    Obsesi untuk menurunkan harga produk-produk alat kesehatan dan biomed ini dibuktikan tak hanya pada kit diagnostik murah, tapi juga pada alat teknologi seperti peralatan  operasi. Yang dijual dengan harga Rp4 miliar, maka buatan PT CTI, kata Andani, cukup dibanderol Rp1 miliar saja. Tidak akan kalah kalau diadu dengan yang Rp4 miliar.

    Menjawab pertanyaan soal produksi ke depan, Andani mengatakan bahwa PT CTI memiliki target produksi 8 juta item per tahun. Itu target masuk akal, katanya, lantaran pasarnya sangat terbuka luas.

    Dikutip dari mddionline pasar peralatan medis di Indonesia bernilai hampir US $ 1 miliar. Hampir 95 persen dari pasar peralatan negara terdiri dari impor, dan bahwa 90% dari semua 2013 pendaftaran peralatan yang oleh produsen asing. Lebih dari 620 juta orang tinggal di negara-negara ASEAN, yang hampir dua kali lipat dari Amerika Serikat.

    Kementerian Perindustrian Indonesia mencatat setelah virus Covid-19 masuk ke Indonesia dari sekitar 500 produk alat kesehatan, hanya seperempatnya yang sudah dapat diproduksi dalam negeri.  Artinya, sebagian besar bahan baku alat kesehatab masih harus diimpor. 

    Itu sebabnya diperlukan juga dukungan dan keberpihakan baik dari pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung optimalisasi dan keberhasilan industri di dalam negeri, termasuk yang bergerak di bidang produksi alat-alat kesehatan, sehingga dapat menyerap lebih besar  potensi belanja pemerintah di dalam negeri. 

    “Keberadaan industri alkes di dalam negeri mendukung program substitusi impor alat kesehatan. Sebagaimana telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo untuk menggunakan produk-produk buatan dalam negeri, Kemenperin terus mendukung pertumbuhan dan kemandirian industri alat kesehatan dengan memberikan berbagai kebijakan yang kondusif serta instrumen yang berpihak kepada industri alat kesehatan dalam negeri,” jelas Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Taufik Bawazier. Tapi cita-cita seorang Andani Eka Putra tidak muluk-muluk. “Bisa menolong bangsa dan bisa mengangkat nama daerah serta nama bangsa. Insya Allah kita akan ekspor produk CTI,” katanya optimis. (eko yanche edrie)