×

Iklan


Sumpur, Nagari Indah Berpayungkan Pohon Sawo di Tepian Danau Singkarak

21 Maret 2024 | 18:30:44 WIB Last Updated 2024-03-21T18:30:44+00:00
    Share
iklan
Sumpur, Nagari Indah Berpayungkan Pohon Sawo di Tepian Danau Singkarak
Kantor Walinagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar. IST

Sumpur, Khazanah – Nagari Sumpur terkenal dengan kulinernya yang menggugah selera, namanya pangek Sumpu. Selain itu Sumpur juga terkenal sebagai daerah penghasil buah sawo. Buah yang rasanya sangat manis ini sering pula dipakai untuk mengindentifikasi warna kulit seseorang. Berada di Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, nagari yang indah ini pernah meraih Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. Nagari Sumpur juga merupakan Desa BRILian binaan Bank BRI.

Pohon sawo tumbuh di sekitar rumah warga Sumpur dan usia pohon itu umumnya lebih dari 100 tahun. Agaknya tak ada warga Sumpur yang tidak memiliki pohon sawo di sekitar rumahnya. Daunnya yang rindang memayungi rumah warga. Ujung-ujung ranting pohon saling bertemu satu sama lain. Tak mengherankan jika dilihat dari Bukit Tubir, rindangnya pohon sawo memayungi nagari yang berada di kaki bukit itu.

Nagari ini memiliki 5 jorong, yaitu Jorong Nagari, Jorong Kubu Gadang, Jorong Subarang Aie Taman, Jorong Batu Baraguang dan Jorong Suduik. Sebagian jorong berada di daerah dataran tinggi di kaki Bukit Tubir dan Bukit Kubang Cacang dalam gugusan Bukit Barisan. Sebagian lagi berada di dataraan rendah dan berbatasan langsung dengan Danau Singkarak. Meski kedua jorong ini berada di pinggir danau, tetapi di sekeliling rumah warga tetap dipenuhi pohon sawo.

    Warga Sumpur sendiri menyebut buah ini dengan nama “manila”. Menurut warga ada pula kisahnya. Salah satu cerita turun temurun menyebutkan jika bibit awal pohon sawo itu berasal dari Pilipina yang ibukotanya Manila, sehingga orang menyebutnya buah manila. Tetapi ada pula cerita lain yang mengatakan nama buah manila berasal dari jawaban orang yang ditanya tentang rasa buah sawo itu.

    “Orang yang ditanya itu menjawab, “manih lah”, yang kemudian sering disebut buah “manila”. Begitu cerita yang saya dengar,” tutur tokoh masyarakat Sumpur, H. Yohanes yang akrab disapa H. Yos.

    Tetapi agaknya ada cerita lain dari para orangtua dahulu yang lebih masuk akal, tambah H. Yos. Kisahnya, waktu itu Belanda menyuruh rakyat Sumpur untuk menanam tanaman kopi dan cengkeh. Ketika panen, Belanda memonopoli untuk membeli kopi dan cengkeh rakyat tetapi dibeli dengan harga murah. Tentu saha hal ini membuat rakyat Sumpur kesal.

    “Masyarakat Sumpur kesal, lalu ramai-ramai mereka beralih menanam sawo. Ketika panen harga sawo cukup tinggi, apalagi tidak ada pesaing,” ujar H. Yos.

    Wali Nagari Sumpur, Fernando St. Sati yang ditemui di kantornya menjelaskan, luas kebun sawo mencapai 200 hektar, lebih luas dari areal persawahan yang hanya 125 hektar. Sedangkan luas Nagari Sumpur 7,87 Km2 dengan jumlah penduduk 2.031 jiwa atau 681 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian masyarakat beragam, ada nelayan, petani, pedagang, PNS, TNI dan Polri.

    “Pekerjaan warga kami yang dominan adalah sebagai petani jumlahnya 368 orang dan berikutnya sebagai nelayan 119 orang,” jelas Fernando.

    Nagari Sumpur berbatas dengan Nagari Bungo Tanjung dan Gunung Rajo di sebelah utara. Sedangkan di selatan, berbatas dengan Nagari Padang Laweh dan Danau Singkarak. Di sebelah timur, Sumpur berbatas dengan Nagari Tanjung Barulak dan Nagari Batu Taba. Lalu disebelah barat, berbatas dengan Nagari Batipuh Baruh

     

    Pekerja membersihkan buah sawo, menyortir dan kemudian memasukkan dalam kemasan kayu siap untuk dikirim. IST  


    Pemasaran Buah Sawo

     

    Wali Jorong Subarang Aie Taman, Erwan St. Sulaiman adalah salah seorang pemilik kebun sawo di Sumpur. Jumlah pohon sawo milik keluarga besarnya mencapai 500 pohon. Masing-masing pohon ditanam dengan berjarak 8-15 meter. Tidak sulit untuk menanam sawo, caranya hanya dengan dicangkok. Juga tidak ada perlakuan khusus dalam pemeliharaannya. Sawo termasuk tanaman gurun yang bisa tumbuh di mana saja.

    “Pohon sawo bisa tumbuh sendiri secara alami. Perawatannya cukup dengan memberinya pupuk kandang hingga umur 15 tahun,” kata Erwan yang juga menjadi Penyuluh Pertanian Swadaya.

    Erwan juga memiliki usaha sebagai pengumpul buah sawo dari warga lainnya, kemudian mengirimkan kepada pelanggannya dari berbagai daerah.

    “Kita panen sawo itu setiap hari dengan hasil panen sekitar 2 ton. Untuk panen sawo itu, saya dibantu oleh 10-15 orang karyawan,” katanya.

    Panen sawo juga bisa dilakukan berkali-kali dengan jarak 1 bulan setelah panen. Tetapi ada pula masanya sawo sepi berbuah yang disebut masa buah salo. Untuk memenuhi permintaan pasar, produksi sawo dari kebun Erwan tidak mencukupi, sehingga Erwan menerima sawo dari petani lainnya.

    “Harga sawo di tingkat pertani Rp 3.000 per Kg. Setiap hari, mereka mengantarkan sawo ke gudang yang jumlahnya mencapai 15 ton per hari,” terang Erwan.

    Di gudangnya, sawo ini lalu dibersihkan dengan mesin khusus yang disebut molen dan mesin itu langsung melakukan sortir buah sawo. Buah yang terlalu matang dengan sendirinya akan hancur di dalam mesin. Buah yang lolos sortir akan keluar dan ditampung sebuah bak berisi air. Buah sawo yang rusak biasanya akan dijadikan pakan ayam.

    “Buah sawo yang lolos sortir ini akan langsung dikemas dalam peti kayu. Setelahnya langsung di kirim,” terang Erwan.

    Dikatakan, pengiriman buah sawo juga dilakukan setiap hari. Tujuannya ada yang dikirim ke Jakarta, Medan, Pekanbaru dan Batam.

    Sampai saat ini, katanya, buah sawo dari Sumpur dijual dalam bentuk buah segar. Olahan sawo pernah dilakukan, seperti diolah menjadi dodol dan bolu kukus. Tapi tidak rutin dilakukan warga karena tergantung permintaan yang belum banyak. (devi)