Padang – Banjir bandang dan longsor yang melanda Sumbar, Sabtu
(11/05/2024) lalu, menyebabkan ratusan hektar lahan pertanian rusak terutama
sawah masyarakat. Dengan kondisi
demikian, sudah dapat dipastikan petani mengalami gagal panen.
Data yang dirilis BPBD Sumbar per 7 Juni 2024, lahan pertanian yang rusak
seluas 908,003 hektar dan 1.202 unit irigasi juga rusak serta 27.320 ekor
ternak mati. Sedangkan Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura
Sumbar mendata estimasi kehilangan produksi padi 21.645,05 ton untuk sekali
musin tanam.
Berdasarkan data BPS Sumbar, luas panen padi tahun 2023 mencapai
300.565 hektar dengan produksi padi sekitar 1.482.469 ton gabah kering giling
(GKG). Jika dikonversikan menjadi beras yang konsumsi masyarakat, maka produksi
beras pada 2023 diperkirakan sebesar 858.383 ton.
“Akibat bencana, kita kehilangan produksi padi itu
sekitar 21.645,05 ton untuk sekali musim tanam,” kata Kepala Dinas Perkebunan
Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar, Febrina Tri Susila Putri yang ditemui
usai rapat di gubernuran, kemarin.
Untuk pemulihan, pihaknya berharap pada bantuan Kementan RI. Ketika
meninjau lokasi lokasi bencana, Sabtu (1805/2024) lalu, Menteri
Pertanian berjanji siap mengucurkan bantuan biaya perbaikan lahan
dan bibit tanaman yang terdampak bencana sebesar Rp 10 miliar.
“Dari pertemuan tersebut, diketahui anggaran bantuan itu sedang
proses revisi DIPA di Direktorat Jendral Anggaran,” katanya.
Sembari menunggu pengesahan anggaran, pihaknya menuntaskan
pendataan lahan yang rusak dan pendataan petani yang mendapatkan bantuan. Pihaknya bekerjasama
dengan Badan Standarisasi Instrumen Holtikultura Kementan untuk melakukan
pemetaan lahan masyarakat yang terdampak.
Dari klasifikasi lahan yang dilakukannya maka kondisi lahan pertanian itu
dibagi dalam 6 kategori, mulai dari rusak sangat berat sampai rusak ringan.
“Yang mendapat bantuan itu adalah kategori lahan rusak sangat berat dan
rusak berat, karena lahannya tidak bisa dipulihkan. Jadi benar-benar tidak bisa
garap untuk persawahan,” terang Febrina.
Dikatakan, kategori rusak sangat berat dan rusak berat ini ketika dilihat
di lapangan, lahan pertanian tersebut tertimbun material batu-batuan yang
tebalnya mencapai 2 meter. Ada pula yang lahannya hanyut tidak ada lagi zat
hara tanah.
“Untuk lahan yang tidak bisa dipulihkan ini, maka kita minta agar Pemkab
mencarikan lahan pengganti,” katanya.
Namun untuk menentukan lahan siapa yang akan diganti agar tepat sasaran, maka pihaknya sudah minta
data-data persil lahan tersebut pada BPN karena batas-batas tanah itu sudah
tidak ditemukan lagi di lapangan. (devi)