KhazMinang.Id, Padang –
Bertujuan mengembangkan potensi ekonomi kreatif yang ada di daerah, Pemerintah
provinsi Sumatera Barat menyelenggarakan Focus
Group Discussion (FGD) dengan agenda Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Sumatera Barat di Hotel
Pangeran Beach, Rabu (27/10/2021).
Dari 5 permasalahan yang
mengapung dalam diskusi tersebut, yang dianggap lebih urgensi adalah tentang bagaimana
mengembangkan ekonomi kreatif di Sumatera Barat. Menurut Prof. Dr. Ansofino,
M.Si dari Fakultas Ekonomi STKIP PGRI yang menjadi pemateri pada diskusi yang
berlangsung sengit tersebut menyatakan, pembangunan dan pengembangan ekonomi
kreatif di Sumatera Barat harus dilihat dari kerangka berpikir dan paradigma
ekonomi kelembagaan baru dalam ruang lingkup membangun scientific creative, industries creative dan culture creative.
“Persoalan yang mengemuka
dalam pengukuran potensi ekonomi kreatif dan industri budaya di Sumatera Barat
adalah adanya beberapa perspektif dalam pengelompokan jenis industri kreatif
yang ada pada satu wilayah”, kata Ansofino yang juga ketua Tim Penyusun Naskah
Ranperda itu.
Ansofino mencontohkan,
biasanya ibu-ibu akan membeli produk branded
walaupun bentuknya biasa-biasa saja, tapi karena brand (merek dagang) nya sudah terkenal, berapapun harganya tidak
jadi persoalan.
“Nilai inilah yang harus
kita ciptakan dalam pengembangan ekonomi kreatif, bukan hanya sekedar
pengembangan distinasi wisata dan akomodasi saja”, ucapnya.
Dewan pengarah Forum
Sumbar Kreatif, Dr. Haris Satria, S.Pd. M.Sn yang juga menjadi pemateri pada
diskusi tersebut mengungkapkan, saat ini yang dibutuhkan itu adalah budaya
invensi dan inovasi untuk mengembangkan produk kreatif sehingga berdaya jual
tinggi.
Menurutnya banyak industri
kreatif yang dapat dikembangkan di Sumatera Barat untuk meningkatkan nilai
ekonomi, seperti mengubah potensi lokal menjadi sebuah produk kreatif, seperti budaya
daerah, makanan khas, fesyen dan musik tradisional, seni pertunjukan serta yang
lainnya.
“Nilai tambah produk
kreatif itu terletak pada inovasi, contohnya pisang goreng, bisa kita dapatkan
di pedagang gorengan, harganya paling seribu sampai 3 ribu, namun pisang goreng
tersebut jika dioleh secara kreatif menjadi pisang kipas, harganya bisa
mencapai 15 ribu, ini yang harus kita kembangkan”, ucap Haris yang juga dosen
di Fisip Universitas Andalas.
Bukan itu saja, Haris juga
mencontohkan bagaimana membranding sebuah produk lokal menjadi produk kreatif
bernilai tinggi. Proses ini tentu saja akan bisa dilakukan melalui sinergisitas
antar sub sektor di ekonomi kreatif.
“Seperti kerupuk jengkol,
biasa saja, bisa didapat diwarung-warung, tapi kemudian dioleh dengan menggunakan
teknologi, dikemas, dibranding dan dipromosikan secara baik, maka ia akan
menjadi kerupuk jengkol dengan harga mencapai puluhan ribu rupiah per-pack”,
kata Haris.
Naskah Ranperda Ekraf yang
melibatkan para akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Sumatera Barat ini,
lebih menitik beratkan pada sub sektor Kuliner, Kriya dan Fesyen yang menjadi
unggulan Sumatera Barat. Menurut Riswandi Sudarso, sekretaris Forum Sumbar
Kreatif, naskah ini belum lengkap. Ia menyayangkan masih banyak sub sektor yang
belum terakomodir, sementara di daerah itu tidak hanya 3 sub sektor.
“Kami telah merangkul 17
sub sektor untuk bergabung di Forum Sumbar Kreatif, namun jika hanya 3 sub
sektor yang diutamakan, ini akan menjadi rancu, karena antar sub sektor
tersebut saling terkait, seperti fasyen akan membutuhkan arsitektur, design
grafis, photography, media televisi dan radio, tidak bisa dipisahkan”, ucap
Riswandi yang lebih akrab disapa Kiwi dan juga merangkap koordinator sub sektor
photography di Forum Sumbar Kreatif.
FGD yang berlangsung selama 2 hari sampai Kamis (28/10/2021) ini menghadirkan tenaga ahli dan tenaga teknis penyusun naskah, instansi pemerintah, akademisi, kepala dinas dari kabupaten kota se-Sumatera Barat, komunitas dan berbagai asosiasi profesi. (jj)