×

Iklan

DARI FGD RANPERDA EKRAF
Sumbar Butuh Inovasi Kreatif

27 Oktober 2021 | 23:05:33 WIB Last Updated 2021-10-27T23:05:33+00:00
    Share
iklan
Sumbar Butuh Inovasi Kreatif

KhazMinang.Id, Padang – Bertujuan mengembangkan potensi ekonomi kreatif yang ada di daerah, Pemerintah provinsi Sumatera Barat menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan agenda Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Sumatera Barat di Hotel Pangeran Beach, Rabu (27/10/2021). 

Dari 5 permasalahan yang mengapung dalam diskusi tersebut, yang dianggap lebih urgensi adalah tentang bagaimana mengembangkan ekonomi kreatif di Sumatera Barat. Menurut Prof. Dr. Ansofino, M.Si dari Fakultas Ekonomi STKIP PGRI yang menjadi pemateri pada diskusi yang berlangsung sengit tersebut menyatakan, pembangunan dan pengembangan ekonomi kreatif di Sumatera Barat harus dilihat dari kerangka berpikir dan paradigma ekonomi kelembagaan baru dalam ruang lingkup membangun scientific creative, industries creative dan culture creative.

“Persoalan yang mengemuka dalam pengukuran potensi ekonomi kreatif dan industri budaya di Sumatera Barat adalah adanya beberapa perspektif dalam pengelompokan jenis industri kreatif yang ada pada satu wilayah”, kata Ansofino yang juga ketua Tim Penyusun Naskah Ranperda itu.

    Ansofino mencontohkan, biasanya ibu-ibu akan membeli produk branded walaupun bentuknya biasa-biasa saja, tapi karena brand (merek dagang) nya sudah terkenal, berapapun harganya tidak jadi persoalan.

    “Nilai inilah yang harus kita ciptakan dalam pengembangan ekonomi kreatif, bukan hanya sekedar pengembangan distinasi wisata dan akomodasi saja”, ucapnya.

    Dewan pengarah Forum Sumbar Kreatif, Dr. Haris Satria, S.Pd. M.Sn yang juga menjadi pemateri pada diskusi tersebut mengungkapkan, saat ini yang dibutuhkan itu adalah budaya invensi dan inovasi untuk mengembangkan produk kreatif sehingga berdaya jual tinggi.

    Menurutnya banyak industri kreatif yang dapat dikembangkan di Sumatera Barat untuk meningkatkan nilai ekonomi, seperti mengubah potensi lokal menjadi sebuah produk kreatif, seperti budaya daerah, makanan khas, fesyen dan musik tradisional, seni pertunjukan serta yang lainnya.

    “Nilai tambah produk kreatif itu terletak pada inovasi, contohnya pisang goreng, bisa kita dapatkan di pedagang gorengan, harganya paling seribu sampai 3 ribu, namun pisang goreng tersebut jika dioleh secara kreatif menjadi pisang kipas, harganya bisa mencapai 15 ribu, ini yang harus kita kembangkan”, ucap Haris yang juga dosen di Fisip Universitas Andalas.

    Bukan itu saja, Haris juga mencontohkan bagaimana membranding sebuah produk lokal menjadi produk kreatif bernilai tinggi. Proses ini tentu saja akan bisa dilakukan melalui sinergisitas antar sub sektor di ekonomi kreatif.

    “Seperti kerupuk jengkol, biasa saja, bisa didapat diwarung-warung, tapi kemudian dioleh dengan menggunakan teknologi, dikemas, dibranding dan dipromosikan secara baik, maka ia akan menjadi kerupuk jengkol dengan harga mencapai puluhan ribu rupiah per-pack”, kata Haris.

    Naskah Ranperda Ekraf yang melibatkan para akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Sumatera Barat ini, lebih menitik beratkan pada sub sektor Kuliner, Kriya dan Fesyen yang menjadi unggulan Sumatera Barat. Menurut Riswandi Sudarso, sekretaris Forum Sumbar Kreatif, naskah ini belum lengkap. Ia menyayangkan masih banyak sub sektor yang belum terakomodir, sementara di daerah itu tidak hanya 3 sub sektor.

    “Kami telah merangkul 17 sub sektor untuk bergabung di Forum Sumbar Kreatif, namun jika hanya 3 sub sektor yang diutamakan, ini akan menjadi rancu, karena antar sub sektor tersebut saling terkait, seperti fasyen akan membutuhkan arsitektur, design grafis, photography, media televisi dan radio, tidak bisa dipisahkan”, ucap Riswandi yang lebih akrab disapa Kiwi dan juga merangkap koordinator sub sektor photography di Forum Sumbar Kreatif.

    FGD yang berlangsung selama 2 hari sampai Kamis (28/10/2021) ini menghadirkan tenaga ahli dan tenaga teknis penyusun naskah, instansi pemerintah, akademisi, kepala dinas dari kabupaten kota se-Sumatera Barat, komunitas  dan berbagai asosiasi profesi. (jj)