×

Iklan


Sudahkah Perencanaan Pembangunan Ramah Lansia?

29 Oktober 2023 | 08:06:37 WIB Last Updated 2023-10-29T08:06:37+00:00
    Share
iklan
Sudahkah Perencanaan Pembangunan Ramah Lansia?
Para lansia di China

Oleh: Sri Maryati

(Dosen FEB Unand)


    Indonesia sejak tahun 2021 telah memasuki struktur penduduk tua di mana 1 dari 10 penduduk adalah lansia, yaitu penduduk yang masuk dalam kelompok usia di atas 60 tahun; persentase penduduk lansia sudah mencapai lebih dari 10% tahun 2021.  Persentase lansia meningkat setidaknya 3% selama lebih dari satu dekade (2010-2021) sehingga menjadi 10,83% pada tahun 2021. Perbaikan di bidang kesehatan, akses pendidikan, ketenagakerjaan, kualitas hidup, serta berbagai aspek sosial ekonomi lainnya telah berpengaruh terhadap menurunnya angka kematian dan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) dari 69,81 tahun pada 2010  menjadi 71,57 tahun tahun 2021. (BPS, 2022).

    Beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Singapura adalah contoh negara yang mempunyai persentase penduduk lanjutusia yang cukup tinggi. Di Jepang penduduk lansia telah mencapai lebih 30% dari total penduduk, di Korea Selatan 7% dan di Singapura 9%. Menurut WHO pada tahun 2030, 1 dari 6 orang di dunia adalah Lansia. Saat ini porsi penduduk berusia 60 tahun ke atas akan meningkat dari 1 miliar pada tahun 2020 menjadi 1,4 miliar. Pada tahun 2050, populasi penduduk berusia 60 tahun ke atas di dunia akan meningkat dua kali lipat (2,1 miliar). Jumlah penduduk berusia 80 tahun ke atas diperkirakan meningkat tiga kali lipat antara tahun 2020 dan 2050 hingga mencapai 426 juta jiwa (https://www.who.int/ageing-and-health)

    Hasil Sensus Penduduk tahun 2020 menunjukkan proporsi penduduk lansia Indonesia adalah 9,78 %,  pada  sensus penduduk tahun 2010, nilainya sebesar 7,59%, artinya telah terjadi peningkatan sebesar 2,19% selama kurun waktu 10 tahun. Persentase penduduk lansia diperkirakan terus meningkat, BPS memprediksi pada tahun 2045 akan ada 19,90% penduduk lansia, hal ini berari 1 dari lima penduduk Indonesia akan tergolong lanjut usia atau lansia. Mayoritas provinsi di Indonesia memiliki persentase lansia di atas 7 persen. Bahkan, delapan provinsi di antaranya sudah melebihi 10 persen, sehingga dikategorikan sebagai provinsi dengan struktur penduduk tua. Provinsi DI Yogyakarta menempati posisi teratas dengan persentase lansia terbesar (16,69 persen). Jawa Timur, Bali, dan Jawa Tengah menyusul dengan persentase sekitar 13 persen. (PBS, 2022)

    Arti Penting Perencanaan Pembangunan Ramah Lansia

    Indonesia tengah memasuki era baru perencanaan pembangunan, baik nasional maupaun daerah. Secara Nasional, tahun 2023 hingga 2024 merupakan tahun yang penting di mana Indonesia memasuki pesta demokrasi, tentunya akan ada banyak perubahan-perubahan yang terjadi baik di pusat maupun di daerah, pada saat ini Bappenas, Kemendagri dan juga Kementerian lain tengah bekerja keras untuk menyusun dokumen-dokumen perencanaan pembangunan baik itu jangka menengah maupun jangka panjang, momen ini merupakan sebuah kesempatan penting bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk merumuskan transformasi pembangunan dalam rangka mewujdukan Visi Indonesia Emas 2045 yaitu sebagai Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.

    Ada 18 partai politik (parpol) peserta Pemilihan Umum 2024. Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, parpol beserta calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung harus memahami perencanaan pembangunan nasional yang diamanatkan Visi Indonesia Emas 2045, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) Teknokratik 2025-2029. Parpol dan capres/cawapres harus memastikan pemilihan prioritas program selaras dengan koridor-koridor pembangunan sehingga program bersifat konkret dan deliverable (https://www.bappenas.go.id)

    Terdapat sepuluh megatren global yang akan dihadapi dalam menuju Indonesia Emas 2045. Megatren global memiliki dua sisi, yaitu membuka potensi kemajuan bagi kondisi sosial ekonomi global, tetapi di sisi lain juga memberikan disrupsi. Perubahan-perubahan tersebut meliputi (i) perkembangan demografi global, (ii) geopolitik dan geoekonomi, (iii) disrupsi teknologi, (iv) peningkatan urbanisasi dunia, (v) peningkatan peran perdagangan internasional, (vi) perubahan keuangan internasional, (vii) peningkatan penduduk kelas menengah (middle class), (viii) peningkatan persaingan pemanfaatan sumber daya alam, (ix) perubahan iklim, dan (x) pemanfaatan luar angkasa (space economy).

    Memperhatikan dimensi perkembangan demografi global, dari tiga pasangan calon presiden; hanya ada satu pasangan yang mempunyai program unggulan khusus untuk Lansia. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah lansia dan fenomena aging population masih belum menjadi perhatian bagi para calon lainnya.

    Pada hal jumlah penduduk Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat dari 1,4 miliar pada tahun 2020 menjadi 2,1 miliar pada tahun 2050 (BPS, 2022).Artinya fenomena ageing population telah terjadi secara global, fenomena ini berpeluang untuk menjadi bonus demografi kedua, ketika proporsi lansia semakin banyak dan tetap produktif sehingga mampu memberikan sumbangan bagi perekonomian negara. Akan tetapi, lansia dapat menjadi tantangan pembangunan ketika tidak produktif dan menjadi bagian dari penduduk rentan.

    Pemerintah Indonesia telah menyiapkan regulasi terkait upaya pemberdayaan  penduduk lansia melalui Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan.

    Regulasi ini harus menjadai acuan utama bagi kementerian/lembaga, pemda provinsi, pemda kabupaten/kota dalam rangka menyusun kebijakan, program, dan kegiatan terkait kelanjutusiaan sebagai bagian dari pembangunan nasional dan daerah.

    Adapun strategi dalam pelaksanaan Stranas Kelanjutusiaan meliputi: 1) peningkatan perlindungan sosial, jaminan pendapatan, dan kapasitas individu; 2) peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup lanjut usia; 3) pembangunan masyarakat dan lingkungan ramah lanjut usia; 4) penguatan kelembagaan pelaksana program kelanjutusiaan; dan 5) penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan terhadap hak lanjut usia.

    Dalam penyusunan RPJPD untuk Provinsi, Kota dan Kabupaten, Kementrian Dalam Negeri telah memberikan arah dengan menambahkan satu bab khusus terkait aspek demografi, yakni Proyeksi Demografi dan Kebutuhan Sarana dan Prasarana. Pada bagian ini membahas proyeksi dan dinamika demografi serta kebutuhan sarana dan prasarana lima tahunan sesuai dengan perkembangan kebutuhan penduduk sampai tahun 2045.

    Hal ini menunjukkan bahwa aspek demografi menjadi perhatian penting dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Untuk itu para calon presiden dan kepala daerah harus mampu memahami dinamika demografi yang terjadi, karena sumberdaya manusia adalah subjek dan sekaligus objek dalam pembangunan.

    Aspek demografi yang selama ini hanya dilihat dari jumlah dan penyebaran penduduk sudah tidak mencukupi untuk dapat melihat dinamika perubahan demografi suatu daerah. Kondisi penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin, kesempatan kerja, pemenuhuan kebutuhan ekonomi, kesehatan dan aspek sosial lainnya harus mendapat perhatian setara, demikian juga halnya dengan penduduk lansia.

    Lansia merupakan penduduk yang mengalami pemburukan kondisi kesehatan, beberapa penyakit yang rentan diderita lansia di antaranya penyakit kardiovaskular, diabetes, stroke, radang sendi, hipertensi, katarak, hingga kanker.

    Berdasarkan survei Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI), sebanyak 24,6% penduduk lansia di Indonesia memiliki riwayat penyakit kronis. Lansia juga rentan mengalami risiko demensia–atau dalam bahasa awan dikenal dengan istilah pikun. Sebagai kelompok rentan, lansia umumnya tidak lagi produktif secara ekonomi, lebih rentan mengalami masalah kesehatan, dan memiliki ketergantungan akan pengasuhan yang tinggi.

    Data Susenas Maret 2022 menemukan sebanyak 10,48 persen penduduk adalah lansia, dengan nilai rasio ketergantungan sebesar 16,09. Artinya, setiap satu orang lansia bergantung pada sekitar 6 orang penduduk usia produktif.  Ketergantungan lansia yang dimaksud dapat berupa ketergantungan ekonomi dan perawatan kesehatan.

    Dari perspektif kebijakan ekonomi, peningkatan jumlah lansia berbanding lurus dengan penurunan penduduk usia kerja. Kondisi ini akan menjadi beban fiskal pemerintah karena meningkatnya biaya pensiun dan perawatan kesehatan yang harus disediakan. Tidak semua lansia memiliki jaminan sosial, dana pensiun, atau bahkan sumber pendanaan lainnya yang mampu membiayai kebutuhan mereka.

    Banyak penduduk lansia terpakasa bekerja dengan upah rendah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut data BPS tahun 2022, angka partisipasi lansia yang masih bekerja di Indonesia berada di 52,55%. Rata-rata lansia yang bekerja memiliki penghasilan yang realtif rendah, yakni sebesar Rp1,62 juta setiap bulannya pada 2022. Jumlah tersebut berada di bawah rata-rata upah pekerja di dalam negeri yang sebesar Rp 3,07 juta per bulan pada Agustus 2022.

    Menurut BPS (2022) ada berbagai alasan yang melatarbelakangi lansia tetap bekerja. Salah satunya adalah  mereka harus memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu mereka tidak memiliki pendapatan nonlabor income seperti jaminan pensiun, sehingga menuntut lansia untuk tetap bekerja (Jamalludin, 2021).

    Beberapa studi menemukan alasan lansia tetap bekerja, seperti yang dilakukan Wirakartakusumah dan Anwar (1994) menjelaskan, masih kuat secara fisik dan mental, desakan ekonomi, serta motif aktualisasi diri atau emosi meruapakan faktor yang memengaruhi lansia tetap bekerja. Menurut Sigit (1988) alasan ekonomi yang menjadi sebab lansia bekerja karena dengan masih bekerjanya lansia berarti mereka masih dapat menghidupi dirinya sendiri.

    Bahkan menurut Affandi (2009) tidak sedikit lansia yang masih menghidupi keluarga anaknya yang tinggal bersamanya, karena mereka hidup dalam keluarga yang tidak mampu.  Kemudian terkait dengan kesehatan, Putri dan Masudewa (2022) menemukan kondisi kesehatan/gangguan fungsional adalah yang paling signifikan memengaruhi kecenderungan lansia untuk bekerja.

    Lansia yang tetap bekerja memiliki status kesehatan yang baik (Henning-Smith dan Gonzales, 2020). Lansia yang bekerja cenderung memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami gangguan mental emosional daripada lansia yang tidak bekerja (Nuraini, 2017).

    Oleh karena itu, perlu persiapan dari individu, keluarga, dan masyarakat sejak dini untuk menjadi lansia yang bisa terhindar dari situasi rentan di masa mendatang. Pemerintah pusat dan daerah perlu memastikan akses kepada perlindungan sosial bagi lansia yang memadai menjadi salah satu strategi yang tepat untuk mengurangi ketergantungan lansia pada kelompok usia produktif. Dalam hal ini, dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan akses/program perlindungan social pada penduduk lansia.

    WHO telah mengembangkan konsep Active Aging sejaktahun 2002; konsep ini diharapkan dapat memaksimalkan potensi lansia. Tujuan yang hendak dicapai dengan penerapan konsep Active Aging adalah meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.

    Terdapat 3 pilar dalam penerapan konsep Active Agingmeliputi partisipasi, kesehatan, dan keamanan.

    Pilar Partisipasi dilakukan dengan memberikan kesempatan bagi lansia untuk berpartisipasi aktif dalam sektor sosial, ekonomi, dan fisik.

    Pilar Kesehatan lansia yang baik ditandai dengan sehat secara fisik dan mental, untuk dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari. Kesehatan lansia dapat dijaga dengan tetap memaksimalkan gaya hidup sehat, olahraga teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, dan menjauhi kebiasaan buruk seperti merokok.

    Sedangkan pilar Keamanan meliputi keamanan secara sosial, fisik, dan ekonomi. Aspek keamanan yang rentan dialami oleh lansia adalah keamanan ekonomi, lansia yang tidak memiliki dukungan secara finansial. Diperlukannya peran maupun dukungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam mengoptimalkan penerapan konsep dan program Active Aging.

    Penutup

    Dalam upaya pengembangan kapasitas lansia ada berbagai kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah, diantaranya pendidikan berkelanjutan, akses kesehatan, hingga akses untuk berkarya, termasuk dalam bidang seni dan budaya dan akses sosial kemasyarakatan lainnya.

    Di tengah kondisi masyarakat dengan populasi yang menua ini, maka berbagai infrastruktur dan fasilitas perlu disiapkan. Sebab, angka harapan hidup yang lebih panjang akan memberikan ruang baru tidak hanya bagi lansia atau keluarga, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Dimana pertambahan penduduk lansia akan memberikan kesempatan yang lebih baik untuk memunculkan aktivitas ydan sektor ekonomi baru. Misalnya sektor jasa untuk layanan kesehatan dan aktivitas rekreasi/wisata khusus lansia.

    Dengan berbagai kebijakan yang ramah pada lansia maka warga lansia akan tetap dapat berpartisipasi dan memberikan kontribusi dalam pembangunan daerah dan nasional.