![]() |
Oleh : Devi Diany
Hari masih pagi. Para pegawai di kantor yang berada di
Jalan Gajah Mada Kelurahan Gunung Pangilun, Kota Padang itu, baru saja selesai
apel pagi. Tak lama seorang perempuan paruh baya sambil mengendarai sepeda
motornya, terlihat memasuki gerbang kantor lalu memarkir kendaraannya. Dia
menyapa setiap orang yang ditemuinya sambil tersenyum ramah. Agaknya dia sudah
biasa datang ke kantor itu, karena nyaris semua pegawai mengenalinya dan
menyambut kedatangannya. Bahkan beberapa orang di antaranya seperti menanti
kedatangannya.
Perempuan itu, Suparni namanya, biasa disapa Sri. Sambil
menggendong jamu dalam bakulnya, dia menghampiri para pegawai kantor itu satu
persatu. Sebagian pegawai sudah berada di meja kerjanya, sebagian lainnya
terlihat baru masuk ruangan setelah sarapan di luar kantor. Dia langsung melayani
pegawai-pegawai tersebut seakan sudah tahu apa yang diinginkannya. Sri
mengambil sebuah gelas, lalu membuka botol-botol jamunya dan menuangkan isinya ke
dalam gelas. Sejurus kemudian, perempuan berusia 44 tahun itu menyerahkan gelas
kepada pelanggannya.
“Saya sudah lama jualan jamu keliling ini, sejak tahun 1994
ketika saya masih berusia 15 tahun. Dulu bakul jamunya digendong di belakang
punggung dengan melilitkan kain panjang. Saya harus jalan kaki dari rumah
sejauh 3 km hingga 5 km untuk berdagang,” ujar Sri berkisah.
Dari ketekunannya berjualan jamu, Sri mampu membeli
sepeda sehingga dia tak lagi berjalan kaki. Sekarang, perempuan asal Sukoharjo,
Jawa Tengah ini menggunakan sepeda motor untuk bekerja. Sebagai pedagang jamu
keliling, Sri harus berada di luar rumah setiap hari. Tidak hari libur, karena pada
gari lubur pun Sri tetap berjualan. Berangkat dari rumah pukul 08.00 WIB dan
biasanya sekitar pukul 11.00 WIB dagangannya sudah habis. Namun dia tak
langsung pulang karena mampir dulu ke pasar untuk belanja kebutuhan sehari-hari,
seperti membeli cabe, bawang, lauk dan lainnya.
Sedangkan sang suami bekerja sebagai pedagang minuman.
Penghasilannya sangat ditentukan oleh kondisi cuaca. Saat ini pasangan suami
istri itu tinggal di Perumahan Jala III, Kelurahan Pampangan, Kecamatan Lubuk
Begalung, Kota Padang. Mereka memiliki dua orang anak yang masih kuliah. Kedua
anaknya tinggal dengan neneknya di kampung. Dia dan suami bekerja keras di
Padang untuk membiayai kuliah anak-anaknya dan juga membantu orangtuanya di
kampung.
“Ada rasa takut saat berada di luar rumah terutama ketika
berkendara di jalan raya. Selain karena lalu lintas yang ramai juga disebabkan
pengendara yang tidak tertib, seperti suka menerobos lampu merah, tidak sabar
untuk mendahului dan lainnya,” ujar Sri.
Dia sangat menyadari risiko pekerjaannya, karena musibah
bisa menimpa kapan saja. Sewaktu-waktu dia bisa kecelakaan dan sakit, atau
mengalami cacat bahkan meninggal dunia. Ketika ditanyakan apakah dia punya
jaminan sosial ketenagakerjaan, Sri menggeleng tak mengerti. Lalu dia menyebut memiliki
kartu BPJS Kesehatan.
Sri dan suaminya adalah potret pekerja informal yang
belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Tentunya masih banyak Sri
lainnya dengan beragam pekerjaannya dengan nasib serupa. Mereka umumnya tidak
mendapat informasi memadai tentang adanya jaminan sosial ketenagakerjaan. Bagi
mereka sama saja antara BPJS Ketenagakerjaan dengan BPJS Kesehatan. Kalau pun
ada yang sudah tahu, tetapi mereka berpikir harus mengeluarkan uang yang besar setiap
bulan untuk membayar iurannya sementara mereka tidak tahu manfaat yang akan
diterima, sehingga mereka enggan menjadi peserta.
Mereka ini tentunya rentan terhadap risiko sosial dan ekonomi.
“Saya mau jadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan itu. Tapi kalau harus bayar iuran lagi rasanya saya belum
sanggup,” ucapnya syahdu.
Inklusivitas
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan atau biasa disingkat BPJS
TK tengah getol menyosialisasikan inklusivitas jaminan sosial ketenagakerjaan. Semua pekerja tanpa terkecuali, baik
pekerja formal maupun informal berhak mendapatkan perlindungan yang setara dan
manfaat yang adil dari program-program jaminan sosial ini. Pekerja sektor
formal sudah menjadi kewajiban perusahaannya untuk mendaftarkan karyawannya
sebagai peserta BPJS TK. Sedangkan pekerja informal seperti driver ojek online, pedagang jamu gendong, pedagang kali
lima hingga pedagang asongan, dapat mendaftarkan diri sendiri
sebagai peserta BPJS TK. Syaratnya mudah, hanya perlu Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukannya (NIK) serta email.
“Inklusivitas adalah sebuah pengakuan
dan penghargaan atas keberadaan atau eksistensi perbedaan dan keberagaman.
Dalam hal ini, inklusivitas
jaminan sosial ketenagakerjaan meliputi semua pekerja, baik pekerja formal
maupun informal, tanpa memandang status pekerjaan, jenis kelamin, usia, agama,
suku, ras, ataupun disabilitas. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan perlindungan sosial ketenagakerjaan,” kata Kepala Bidang Pelayanan
BPJS Ketenagakerjaan Cabang Padang, Rizna Irwani saat ditemui di ruang kerjanya.
Sejak 2021,
terang Rizna, sesuai ketentuan UU No. 2 Tahun 2022 tentng Cipta Kerja, program BPJSK TK bertambah satu lagi yaitu Jaminan
Kehilangan Pekerjaan (JKP). Sehingga secara keseluruhan, BPJS TK mempunyai 5
prorgam untuk perlindungan tenaga kerja, masing-masing Jaminan Hari Tua (JHT),
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP)
dan yang terbaru JKP. Program jaminan sosial ketenagakerjaan ini
bertujuan untuk memberikan rasa aman, perlindungan dan mendorong produktivitas
pekerja.
“Tak ada yang tahu apa yang terjadi nanti dan kita
tentunya tak mengharapkan risiko kerja. Namun tak ada yang bisa mencegah ketika
peristiwa itu menimpa kita. Maka program
BPJS TK ini sebagai antisipasi ketika
pekerja terdampak risiko kerja dengan memberikan perlindungan kepada pekerja.
Risiko itu berupa kehilangan pendapatan. Lebih jauh lagi, hilang pendapatan
dapat mengakibatkan kemiskinan,” jelas Rizna.
Namun dari
Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Direktorat
Pengkajian Sosial Budaya dan Demografi Lemhannas RI, Selasa (19/092023),
dikutip dari https://www.kemenkopmk.go.id, 19 September 2023, terungkap jika pekerja
informal yang menjadi peserta program BPJS TK ini masih rendah.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo sebelumnya sudah mengakui
hal itu. Peserta BPJS TK secara nasional tercatat 36 juta dan sekitar 8 juta di
antaranya pekerja informal. Menurut Anggoro, seperti diberitakan https://bisnis.tempo.co, 23
Februari 2023, penyebab utama minimnya pekerja informal menjadi peserta program
BPJS TK adalah karena ketidaktahuan mereka. Pekerja informal itu mengira BPJS
TK hanya untuk pekerja kantoran. Maka Presiden Jokowi pun mematok target untuk
BPJS Ketenagakerjaan, sekitar 70 juta pekerja mesti terlindungi BPJS TK pada
tahun 2026.
Kerja
Keras Bebas Cemas
Untuk memperluas cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi
pekerja informal ini, salah satunya dilakukan melalui kampanye “Kerja Keras
Bebas Cemas”. Tim BPJS TK turun ke pedesaan menyasar para pekerja informal yang
umumnya berada di tempat ini. Mereka belum
memahami pentingnya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. Melalui
kampanye “Kerja Keras Bebas Cemas” ini diharapkan
mereka tertarik menjadi peserta BPJS TK.
“Melalui
kampanye Kerja Keras Bebas Cemas ini, kami ingin membangun perasaan tenang dan
nyaman di kalangan pekerja. Intinya, mereka bekerja keras saja tanpa harus merasa
cemas dengan berbagai risiko pekerjaan yang bisa terjadi, karena sudah ada BPJS
TK yang memberikan perlindungan bagi pekerja dan keluarga di rumah,” katanya.
Pekerja
informal juga banyak di Kota Padang yang belum tersentuh program ini. Seperti
Sri, pedagang jamu keliling dan suaminya yang berdagang minuman, juga rekannya
yang lain seperti driver ojol, sopir angkutan umum, pedagang kaki lima,
pedagang asongan, buruh cuci, buruh angkat, pemulung, nelayan dan pekerja lainnya.
Pekerja informal ini belum merasakan “Kerja Keras Bebas Cemas”,
justru sebaliknya pekerja selalu cemas memikirkan masa depan keluarganya.
Sri sangat
antusias mendengarkan ketika dijelaskan tentang program BPJS TK dan manfaatnya
bagi pekerja baik pekerja formal maupun informal. Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program perlindungan BPJS TK untuk pekerja di hari
tua ketika pekerja memasuki masa pensiun. JHT dibayarkan berupa uang tunai yang
besarannya dari akumulasi iuran yang telah dibayarkan ditambah dengan hasil
pengembangan.
Sedangkan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berupa pelayanan kesehaatan (perawatan dan pengobatan) untuk
pekerja yang tak terbatas sesuai dengan indikasi medisnya. Selain itu pekerja juga
diberikan Santunan Tak Mampu Bekerja (STMB) selama tidak bekerja sampai sembuh
atau selama 1 tahun sebesar 100 persen dikali upah yang dilaporkan. Pekerja
juga menerima santunan cacat tubuh dengan persentase tertentu serta santunan
meninggal dunia. Jika peserta meninggal dunia, juga diberikan beasiswa untuk
anak peserta.
Program Jaminan Kematian (JKM)
diberikan kepada ahli waris saat pekerja meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. JKM diberikan
dalam bentuk uang tunai berupa santunan kematian, santunan berkala, biaya
pemakaman dan beasiswa pendidikan untuk 2 anak dengan catatan sudah 3 tahun menjadi
peserta. Berikutnya, Jaminan Pensiun (JP) sebagai
upaya perlindungan bagi pekerja untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak setelah tidak bekerja lagi. Jaminan pensiun dibayarkan
setiap bulan atau dibayarkan sekaligus apabila peserta memasuki usia pensiun.
Yang terbaru
sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
adalah
program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini untuk pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan
kerja (PHK), tujuannya untuk mempertahankan kehidupan yang layak saat pekerja
kehilangan pekerjaan. Dengan JKP, pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
sembari berusaha mendapatkan perkerjaan kembali. BPJS TK akan memberikan bantuan
uang tunai, selain itu juga informasi lowongan kerja dan pelatihan kerja.
“Saya sangat
ingin mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan ini, tetapi saya takut tidak bisa rutin
membayar iurannya. Pendapatan saya sebagai pedagang jamu tidak menentu,
sementara kebutuhan anak-anak harus saya dahulukan,” ucap Sri tercenung.
Untuk merespon
kekhawatiran pekerja informal seperti Sri terkait tentang iuran ini, maka BPJS
TK mesti memperbaiki regulasi agar memudahkan pekerja informal untuk mendaftar
dan membayar iuran tiap bulan. Lakukan terobosan. Misalnya BPJS TK dapat
bekerja sama dengan pemerintah daerah dengan memberikan subsidi iuran
memanfaatkan dana APBD, atau kerjasama dengan Badan Amil Zakat (BAZ) setempat
juga berupa pemberian subsidi memanfaatkan dana zakat sehingga pekerja informal
mendapat keringanan membayar iuran. Selain itu, sosialisasi massif harus
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pekerja informal tentang pentingnya memiliki
jaminan sosial ketenegakerjaan.
Alhamdulillah, inklusivitas ini juga dimaknai BPJS TK dengan
pelayanan yang ramah difabel. Pekerja itu tak
hanya mereka yang normal fisiknya tetapi juga penyandang disabilitas. UU No. 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengamanatkan BUMN dan BUMD harus
menyediakan 2 persen, perusahaan swasta 1 persen tempat bagi penyandang
disabilitas untuk bekerja. BPJS TK menyediakan ruang layanan inklusif job
center. Fasilitas itu digunakan untuk membantu penyandang
disabilitas mendapatkan pekerjaan. Kehadiran ruang
layanan inklusif job center
ini tentunya menjadi wajah baru BPJS Ketenagakerjaan. (**)