Oleh: Amrizal Rengganis
Seperti apa tidur di rumah Walikota? Hal yang oleh tiga anak Olivia Shaniva Putri (19), Dwiyana Shaniva Putri (16) dan Zavier Azam (6) tak pernah sekalipun mereka bayangkan. Yang dibayangkan mereka adalah bahwa rumah di Jl Ahmad Yani itu adalah sebuah rumah yang terus menerus dijaga dengan ketat, seolah rakyat kecil seperti mereka jangan masuk mendekat saja tidak boleh.
Sabtu petang 8 Mei kemarin, saya melihat wajah ketiga anak itu meski pias diterpa hujan menjelang berangkat, berseri takjub. Zavier Azam –jika kelak ia besar ia akan mengenangnya sebagai sejarah hidupnya—digendong oleh Walikota Hendri Septa menerobos hujan lebat. Ketiga putra-putri dari pasangan Panca Ihsan – Fitria warga RT 01/RW 05 Kampuang Kalawi, Kelurahan Lubuk Lintah, Kecamatan Kuranji Kota Padang itu memang sedang menerima rahmat Illahi. Keluarga itu dipilih menjadi keluarga peserta program bedah rumah Pemko Padang yang digagas oleh Walikota Hendri Septa.
Program kemanusiaan ini sudah dilaksanakan beberapa kali. Walikota Hendri Septa memiliki cara tersendiri mengharfgai pendahulunya Buya Mahyeldi. Dalam program terdahulu, Buya Mahyeldi membuat program Singgah Sahur, mendatangi keluarga tak mampu dan kemudian tanpa diberitahu sebelumnya, Walikota datang untuk makan sahur bersama keluarga itu serya menyerahkan sejumlah bingkisan.
“Itu program bagus, layak diteruskan. Tapi karena program itu sudah diangkat ke provinsi, maka kita harus meneruskan dalam bentuk lain. Yang penting semangatnya sama yakni semangat membesarkan hati yang kecil, memberi sentuhan kemanusiaan. Kita teruskan itu dengan Bedah Rumah dan Semata ini,” kata Walikota Hendri Septa satu hari kepada saya.
Bedah rumah tentu sudah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga. Dan seperti kata Walikota Padang, yang baik itu tetap dilanjutkan, tapi kemudian kualitasnya ditingkatkan. Maka ia pun menggagas program Semata yang merupakan singkatan dari Semalam di Palanta atau Semalam di Rumah Walikota.
Maka, menurut saya, di situlah letak upaya ‘meningkatkan kualitas’ seperti yang disebut Walikota. Setelah bedah rumah, pesertanya juga diberi kesempatan tinggal semalam di rumah Walikota di Jl A.Yani Padang itu. Sehari-semalam di rumah Walikota, para peserta menikmati semua fasilitas yang ada di rumah itu. Diberikan kamar yang bagus dan nyaman.
Sementara itu para tukang dan pekerja, bekerja keras membedah rumah peserta yang tidak layak huni tersebut. Dengan dukungan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), rumah keluarga tidak mampu itu diperbaiki. Fasilitas-fasilitas yang tidak layak dibikin menjadi layak, sejumlah peralatan rumah tangga pun dibelikan yang baru.
“Nah selama tukang itu bekerja, biarlah mereka tinggal di rumah dinas Walikota. Biarlah mereka menjadikan itu sebagai kenangan indah mereka. Anak-anak mereka akan mengenang kelak bahwa mereka pernah tinggal di rumah Walikota walaupun satu malam saja. Ini juga untuk menghapus imej bahwa rumah dinas Walikota itu adalah tempat yang angker dan jauh dari rakyat. Ini adalah rumah rakyat, dibeli dan dibangun dengan uang rakyat, asal untuk kebaikan semua warga kota boleh datang ke sini,” tutur Walikota kepada saya.
Saya rasa, dengan cara seperti itu Walikota sedang memberikan pendidikan kepada warganya bahwa ukhuwah adalah sesuatu yang semestinya ada dalam semangat kebersamaan warga. Bahwa kelak, Pemko Padang atau Walikota Padang hanya menjadi fasilitator saja untuk program-program kemanusiaan seperti ini.
Dengan itu juga, sesungguhnya Walikota sedang mengajak semua warga untuk saling peduli sesama. Pada waktu-waktu mendatang, bedah rumah seperti ini bisa diprogram oleh berbagai lembaga, organsiasi massa, organisasi sosial, LSM, BUMN, BUMD dan sebagainya. Jika itu terjadi dapat diyakini, nanti jumlah rumah tidak layak huni yang ditempati warga kota akan semakin berkurang dan akhirnya semua warga sudah tinggal di tempat yang layak huni, sehat dan nyaman.
Memang dalam APBD Kota Padang disediakan anggaran untuk memperbaiki sejumlah rumah warga yang tidak layak huni. Dalam tahun ini saja, akan ada sekitar 100an rumah tidak layak huni (RLTH) yang akan direhabilitasi dengan ABPD/APBN di Kota Padang.
Dari data di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Padang, ada 41 rumah warga miskin yang direhab dengan bantuan APBN dan sebanyak 65 rumah dibantu dengan dana APBD Kota. Tapi kenapa masih ada program Bedah Rumah dan Semata ini? Menurut saya, program Bedah Rumah dan Semata ini, adalah dalam rangka kampanye untuk menggugah semangat warga untuk saling bertolongan sesama.
Seperti saya sebutkan di atas, spirit hidup bertolongan antarwarga itu perlu dalam rangka menjadikan warga kota sebagai warga yang kompak. Bukankah Rasulullah mengajarkan tentang bagaimana silaturahim dibangun untuk membangun kemaslahatan bersama.
Maka harapan dari progran Bedah Rumah dan Semata ini adalah mulai tergugahnya warga yang lebih mampu melakukan hal yang sama. Yang berpunya membantu memperbaiki sumah saudaranya yang tidak layak huni, lalu mengajak saudaranya yang tidak mampu itu menginap pula di rumahnya.
Role model nya talah dirancang dan dibuat oleh Walikota Padang Hendri Septa. Pastilah itu bukan untuk kepentingan pencitraan, tetapi bagaimana itu dapat diadopsi oleh siapa saja warga kota yang memiliki kemampuan untuk menolong saudaranya yang kurang mampu.
Bukankah Allah SWT sudah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2: "Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran."
Nah mari kita bergerak!
(Senja, 20 Ramadhan)