×

Iklan

SINGKA-BAJAK
Salah Ketik

12 Oktober 2021 | 09:10:18 WIB Last Updated 2021-10-12T09:10:18+00:00
    Share
iklan
Salah Ketik
Yuen Karnova

Oleh: Yuen Karnova


“Ampuuun …! Bagaimana mereka mengurus negeri ini, kalau membuat sebuah Surat Keputusan Pengangkatan Kepala Sekolah saja bisa salah ketik…” Bajak mengangguk-anggukkan kepalanya seperti burung tekukur.

    “Ada apa ? Apa kau sudah minum pagi atau belum ? Menggerutu tak berkuruncingan saja se pagi ini. Atau salah makan kau tadi ?” kata Singka menimpali gerutuan kawannya yang tak jelas ujung pangkalnya itu.

    “Itu makanya, kalau menonton televisi itu jangan cuma nonton sinetron saja, atau menonton gunjingan selebritis saja. Kapan cerdasnya kau ini ?” Bajak berhenti sejenak dan berkata lagi : “Ada guru yang dilantik menjadi Kepala Sekolah di suatu daerah, tapi sekolah itu ternyata tidak ada. Setelah masalahnya heboh di berbagai media, Dinas Pendidikan memberikan pernyataan bahwa itu salah ketik. Kesalahan itu sudah diluruskan. Begitu beritanya”

    “Emang masalah buat lo ?” kata Singka meniru gaya anak muda.

    “Kepundung !” kata Bajak dengan jengkel. “Seharusnya kondisi yang seperti itu menjadi kerisauanmu Buyung ! Ini menyangkut persoalan berpemerintahan. Mengerti ndak ?” Dia memelototi Singka dengan gemas. “Coba kau bayangkan, sebuah SK bisa salah ketik. Untungnya itu menyangkut pengangkatan dalam suatu jabatan dan dapat diperbaiki. Kalau seandainya tidak bisa diperbaiki atau memang tidak ada sama sekali sekolah yang akan ditempati oleh orang yang dilantik itu, lalu bagaimana menyelesaikannya. Betapa malunya dia, yang sudah dilantik tapi tidak ada jabatan. Itu sama saja dia sudah ijab-qabul, tapi tidak ada mempelai wanitanya. Bagaimana mempertanggung jawabkan kelalaian seperti itu. Selain itu, kau juga bisa membayangkan seandainya kesalahan itu dalam penjatuhan hukuman pembebasan dari jabatan, misalnya. Orang yang tidak bersalah dihukum dan jabatannya digantikan orang lain. Ketika dikonfirmasi, mereka hanya mengatakan salah ketik. Padahal itu menyangkut nasib seseorang, menyangkut kehormatan keluarganya, menyangkut kebahagiaan anak-anaknya. Apa kamu bisa merasakan nya ?”

    “Lebay kamu !” katanya kembali memakai bahasa anak muda. “Hal kecil saja dibuat menjadi besar. Sementara hal-hal besar, kau kecil-kecilkan. Itu baru tidak masuk akal” kata Singka dengan gaya mengejek.

    “Rupanya otakmu itu yang belum mampu memahami, yang mana yang boleh dianggap masalah kecil dan yang mana yang tidak boleh diabaikan. Ini memang soal kapasitas akal dan fikiran. Jadi aku tidak bisa memaksakan beban yang memang tidak mampu dicerna oleh akalmu itu” kata Bajak dengan mengejek juga.

    “Itu kan sangat manusiawi. Hal-hal yang menjadi human error itu juga ada toleransinya. Janganlah kamu terlalu memaksakan sesuatu yang seharusnya bisa dikompromikan. Janganlah seperti gata digauik jadi kada. Kau bayangkan saja, berapa puluh orang atau mungkin ratusan orang yang dimutasikan, atau dipromosikan dalam satu Surat Keputusan Kepala Daerah. Kalau toh terjadi salah ketik, apa itu tidak patut untuk ditolerir ?” kata Singka.

    Kalau salah ketik itu terjadi di zaman kereta api masih beratap ijuk, saya bisa maklum. Tapi kalau terjadinya di hari ini, dengan kemajuan komputerisasi dan penggunaan sistem aplikasi yang sudah sangat pesat dan luas, maka hal itu tidak patut ditolerir. Ini menyangkut masalah sistem kerja. Kejadian itu hanya menyisakan satu hal, bahwa mereka bekerja tidak dengan sistem yang kuat. Atau bahkan mungkin masih mengerjakan segala sesuatu dengan cara manual yang sudah sangat kuno dan usang” kata Bajak bersemangat.

    Bekerjanya sebuah sistem tetap saja tergantung kepada input data. Nah kalau kejadiannya ada di penginputan data, lalu apakah human error tidak dapat dimaafkan ?” kata Singka dengan ngotot.

    “Itu artinya sistem tidak bekerja. Apabila sistem itu bekerja dengan baik, maka selalu ada sinyal-sinyal koreksi yang dapat mengingatkan kita tentang adanya kekeliruan penginputan. Tapi masalahnya memang bukan terletak pada kekeliruan sistem, tetapi lebih pada sistem kerja itu sendiri. Bila bekerja tanpa sistem, maka di situ tidak ada rantai manajemen yang padu. Apabila ada sistem kerja yang baik, maka kekeliruan kecil akan terdeteksi, baik di tingkat review, internal control, maupun pada saat audit. Apa kau mengerti ? Tapi kalaupun tidak mengerti, ndak apa-apa karena memang segitulah kapasitasmu” katanya mencibir. “Kau bisa lihatkan, warung-warung kecil yang bahkan disebut mini market sajapun belum layak, toh mereka sudah memiliki sistem yang baik. Bayangkan saja, dengan jumlah, jenis dan variasi barang dagangan yang begitu kompleks, mereka bisa mengendalikannya dengan baik. Tidak satu permen pun hilang tanpa diketahui dimana hilangnya, dimana bocornya, atau dimana melencengnya. Tapi ini ? Sebuah unit atau entitas pemerintahan setingkat Kabupaten, bisa mengalami hal itu ??? … Di zaman serba canggih ??? Sungguh miris !” 

    “Begini Bung !” kata Singka sambil memperbaiki duduknya. “Sebuah proses mutasi, rotasi, promosi atau demosi adalah proses yang kompleks. Tidak ada keputusan mutasi pejabat yang bisa diputuskan dengan mudah. Setiap pimpinan memerlukan proses yang berulang-ulang karena pertimbangan yang teramat kompleks. Baik itu bersifat teknis administratif, aspek pembinaan karir, pertimbangan moral, pertimbangan aspek psikologis, aspek politis, dan bahkan keluarga pegawai serta kondisi keuangan setiap personilpun dipertimbangkan. Akibatnya bahwa pengambilan keputusan mutasi, pasti akan berubah-rubah setiap saat. Apa yang diputuskan pagi, siang hari bisa berobah drastis, bahkan dirombak total. Akibatnya operasionalisasi sistem komputerisasi menjadi terabaikan” kata Singka menjelaskan.

    “Nah itulah masalahnya. Kalau sistem aplikasi dikesampingkan untuk mengakomodir kepentingan, yaaa ,,,, begitu jadinya” sergah Bajak dengan tangkas.

    “Komputer tidak mampu menyentuh aspek psikologis dan sangat sulit untuk memasuki ranah moralitas. Itulah pula masalahnya. Jadi jangan anggap semua orang seperti apa yang kau simpulkan itu”.

    “Kau belalah sistem yang bobrok itu, karena kau memang menjadi bagian dari bekerjanya kebobrokan itu sendiri” kata Bajak sarkastis.

    “Kau cikarauilah semua hal, karena kau memang tidak berkesempatan untuk menjadi bagian di dalamnya, meskipun aku tahu, kau sangat menginginkannya” kata Singka juga dengan tajam.

    “Jadilah penjilat sejati, karena dengan cara begitu kau bisa hidup. Bialah kapalo bakubang, asa tanduak lai makan. Hampailah dek kamu”. Kata Bajak pula.

    “Kau juga aneh. Angek tadah pado cawan. Kareta mandaki angok kamu yang sasak. Ayam yang bertelur, ikur mu yang pedih”

    Perdebatan mereka terus berlangsung dengan sengit. Seruan azan-pun sudah dari tadi terlewatkan. Mereka adalah dua orang yang punya hoby dan bakat yang kelihatannya hampir sama. Setiap kali mereka berdebat, mereka lupa semuanya. Yang mereka ingat hanyalah memuaskan dirinya sendiri dalam rangkaian perdebatan yang berlangsung sengit dan keras. Mereka berdua terus berdebat, sementara hari semakin siang. Mungkin sebentar lagi keduanya akan lapar.