×

Iklan


Saatnya Dosen dan Mahasiswa Berkolaborasi

16 Januari 2023 | 06:28:52 WIB Last Updated 2023-01-16T06:28:52+00:00
    Share
iklan
Saatnya Dosen dan Mahasiswa Berkolaborasi

Oleh: Abdul Aziz

(Mahasiswa PDIM Universitas Andalas Padang)

 

     Menyadari bahwa menjatuhkan pilihan untuk berkarya menjadi seorang dosen atau tenaga pendidik professional memang tidaklah mudah. Bercita-cita untuk menjadi seorang tenaga pendidik memang merupakan tugas mulia dunia akhirat. Seorang calon tenaga pendidik harus benar-benar menyiapkan tekad lahir bathin untuk menghadang tugas berat yang akan dijalani ketika profesi itu mulai disandang dan digeluti.

    Seseorang yang menjatuhkan pilihannya untuk menjadi seorang dosen, tenaga pendidik professional atau ilmuan haruslah; Pertama, memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; Kedua, memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, moral dan akhlak mulia; Ketiga, memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; Keempat, memiliki kompetensi dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

    Di era milenial, tantangan bagi para dosen tenaga pendidik professional serta para ilmuan sangatlah beragam; Pertama; melek teknologi dan budaya digital; Kedua, update perkembangan terkini; Ketiga, mampu berkomunikasi, menggunakan media sosial secara bijak dan cerdas; Keempat, sadar dan mawas diri serta, Kelima, mampu menjadi sosok yang menyenangkan dan bersahabat dengan seluruh civitas akademika.

    Kampus merupakan rumah kedua bagi para dosen. Menjatuhkan pilihan untuk menjadi seorang tenaga pendidik professional atau ilmuan tidak lah semudah bercita-cita untuk menjadi seorang professional, pegawai perusahaan atau berkarya di instansi pemerintah. Tanpa idealisme, semangat, komitmen untuk berbakti dan mengabadikan diri dengan tulus ikhlas mustahil seseorang bisa sukses sebagai seorang dosen, tenaga pendidik professional maupun ilmuan. Dosen memiliki tugas mengajar dan membimbing mahasiswa agar memiliki kompetensi yang relevan dengan keahliannya dan memiliki tanggung jawab pengembangan ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilakukan secara terus menerus untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, termasuk mengembangkan dunia pendidikan serta meningkatkan reputasi kampus.

    Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2009 menjelaskan, bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan dan penelitian kepada masyarakat. Para dosen berkewajiban untuk membimbing mahasiswanya agar memiliki tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga tidak mungkin seorang dosen dapat menemukan suatu yang baru apabila yang bersangkutan tidak melakukan penelitian. Rektor Unand, Prof Yuliandri, menegaskan bahwa pengembangan ilmu harus dibangun melalui penelitian dan menjadikan kampus sebagai pusat riset untuk meningkatkan dan memberikan inovasi ilmu pengetahuan (Padek, 3/6/2022).

    Penelitian merupakan keharusan utama bagi para dosen perguruan tinggi, sebab seorang dosen tidak saja hanya berdiri di depan kelas tetapi juga harus dapat memenuhi tuntutan beberapa peraturan untuk melakukan kegiatan penelitian. (Suara NTB 4/8/2016). Oleh karena itulah dikeluarkan Permenristek Dikti No. 44 Tahun 2015 yang mengatur kewajiban para dosen pada Perguruan Tinggi untuk melakukan penelitian ilmiah. Bahkan sebelumnya juga telah dikeluarkan pula Peraturan Menteri Dikti RI No. 49 Tahun 2014 yang mengatur tentang Standar Perguruan Tinggi yang di dalam Pasal 42 tersebut dengan tegas diatur ruang lingkup penelitian yang merupakan standar nasional penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum NKRI.

    Manakala kita lihat tugas dosen di Amerika Utara (US dan Canada), dosen disini artinya dosen karir atau professorship, memiliki tiga tugas utama: mengajar, meneliti, melayani. Semuanya. Mirip dengan di Indonesia. Syarat utama untuk menjadi dosen adalah berpendidikan doktor (S3). Namun karena semua pelamar berijasah S3, mereka yang berpengalaman post-doctoral akan lebih kompetitif. Jenjang kepangkatan dosen disana ada tiga: Assistant Professor, Associate Professor, dan Full Professor. Secara umum, apapun pangkatnya para dosen kerap disapa Prof. (Professor). Artinya belum tentu orang yang dikenal sebagai Prof. itu seorang Guru Besar (Professor) seperti di Indonesia.

    Di luar negeri banyak dosen yang tidak berminat mengejar full professor. Salah satu alasannya agar tidak ditawari jabatan struktural. Namun tidak semua orang juga berkeinginan untuk mendapatkan kegiatan tambahan di luar tridharma perguruan tinggi. Selain dosen karir ada juga pengajar (lecturer), tugasnya hanya mengajar. Baginya tidak harus berijasah S3, cukup S2 atau bahkan bisa hanya S1 namun harus memiliki pengalaman industri.

    Ada juga yang berstatus sebagi dosen riset yang tugasnya hanya melakukan riset, tidak berkewajiban mengajar. Jenjang karirnya mirip, assistant, associate, dan full professor. Tapi mereka punya mekanisme perekrutan dan promosi yang agak berbeda.

    Di Australian National University, Professor ada dua jenis, yaitu Professor full riset yang tugasnya memang hanya melakukan riset atau full mengajar. Di Jerman, Professor Riset juga ada, biasanya di Fraunhofer Institute atau Max-Planck Institute. Research Assistant di kedua institute tersebut, dibolehkan mengajukan pekerjaan penelitiannya menjadi dissertasi di Universitas yang ada Professor disiplin ilmunya untuk menjadi Doctorate by Research.

    Demikian pesatnya perkembangan ilmu dan pengetahuan maka seorang dosen, tenaga pendidik professional dan ilmuan tidak punya kesempatan lengah sedikitpun jika tidak ingin digilas oleh cepatnya putaran roda ilmu dan pengetahuan. Solusinya adalah kolaborasi antara dosen dan mahasiswa untuk dapat meneliti dan melahirkan publikasi ilmiah bersama dalam menunjang akreditasi program studi dan institusi. Keuntungan lain dari kolaborasi ini adalah untuk kemudahan publikasi karya ilmiah dan menghindari suburnya pertumbuhan publisher abal-abal yang sangat merugikan mahasiswa dan Lembaga Pendidikan.

    Sulitnya Mendidik Generasi Milenial

    Usia tertua kaum milenial saat adalah 43 tahun sementara generasi baby boomer yang lahir pada tahun 1946-1964 akan terkikis habis dari kampus-kampus dan perguruan tinggi didunia pada 2030 mendatang. Para dosen dan peneliti harus memikul tambahan tugas lagi dalam membina genarasi pendidik dan peneliti berikutnya dari generasi milenial yang memiliki karakteristik mampu beradaptasi dan tangguh namun memiliki sifat mudah bosan, manja dan tidak sabar.

    Peneliti dari Dalton State College, Christy Price, EdD menemukan 5 teknik untuk membuat pengajar atau dosen lebih berhasil dalam memberikan pelajaran kepada generasi milenial. Mendidik dan membina generasi milenial harus dengan cara ;

    Research-Based Methods: Sangat sulit untuk menarik minat generasi milenial secara konvesional.  Mereka lebih suka diberikan multimedia, kesempatan kolaborasi, dan kemampuan mencari serta merangkum informasi sendiri. Peran dosen dan tenaga pendidik disini lebih ke arah menjadi fasilitator untuk meluruskan jika ada sesuatu yang salah dipahami mahasiswa untuk mencegah terjadinya sesat piker.

    Relevance: Generasi milenial adalah generasi yang menghargai sebuah informasi karena relevan dengan kehidupan mereka. Maka di sini peran dosen adalah menyortir materi-materi yang ada di buku, mana yang relevan dan akan banyak digunakan dalam kehidupan mahasiswa dan mana yang tidak.

    Rationale: Tidak seperti generasi sebelumnya yang dididik dengan pola otoriter, para generasi millennial ini banyak yang dibesarkan dengan pola-pola demokratis oleh orang tua atau lingkungan mereka. Sehingga, generasi millennial ini akan cenderung respek kalau tugas atau kebijakan yang diterapkan rasional.

    Relaxed: Millennial lebih senang berinteraksi dalam kondisi belajar yang kurang formal atau lebih santai. Selama membuat mereka rileks dan bisa terbuka, maka proses belajar akan jadi lebih baik. Namun tetap menerapkan batas-batas tertentu dan tegas, apalagi dalam etika orang timur.

    Rapport: Millennial ini bersifat relasional dan loyal, respect, terbuka, dan berminat belajar tinggi. jika memiliki kedekatan personal dengan dosennya. Tanpa kehendak mendorong siswa untuk mengembangkan kreativitas, jangan berharap dunia pendidikan dapat mengurangi problem sosial kemasyarakatan. Terpaku dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) bukan pilihan. Karena dunia berkembang dengan cepat, sementara juklak/juknis butuh prosedur dan waktu khusus untuk disesuaikan (Baedowi, 2015).

    Akhirnya, satu hal yang harus menjadi tugas khusus bagi para dosen dan tenaga pendidik professional adalah bagaimana menumbuh kembangkan kecintaan terhadap penelitian bagi para mahasiswa termasuk dosen itu sendiri. Membangun daya hayal dan kemampaun berionavasi yang tinggi untuk menghasilkan karya-karya baru sebagai wujud pengembangan ilmu pengetahuan bagi para mahasiswa, dosen dan tenaga pendidik serta bagi para peneliti. Siapkah kaum milenial Indonesia mengemban dan melanjutkan tugas-tugas para dosen, tenaga pendidik professional dan peneliti dimasa mendatang? Mulai hari ini mari kita sama-sama meyakini bahwa Indonesia harus menjadi lebih baik dimasa mendatang.