×

Iklan


Potensi Bencana di Sumbar Sangat Besar Tapi Mitigasi Bencana Minim

16 November 2023 | 21:39:09 WIB Last Updated 2023-11-16T21:39:09+00:00
    Share
iklan
Potensi Bencana di Sumbar Sangat Besar Tapi Mitigasi Bencana Minim

Padang, Khazanah – Gempa Pasaman pada Februari 2022 lalu menyebabkan pecahnya patahan semangko, sehingga jumlah segmen patahan Semangko bertambah 1 lagi di Sumbar dari sebelumnya terdapat 7 segmen. Patahan baru ini berada di sekitar pusat gempa tepatnya di Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat dan dinamakan sesar Talamau.

Tujuh segmen patahan semangko yang telah ada sebelumnya di Sumbar itu adalah segmen Siulak, Suliti, Sumani, Sianok , Sumpur, Angkola dan Barumun, dan bertambah satu lagi yaitu segmen Talamau. Semua patahan ini membentang paralel dengan zona subduksi sebagai pengaruh onvergensi Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia.

    “Seluruh patahan itu bepotensi sebagai penyebab terjadinya gempa bumi. Oleh sebab itu, mitigasi kebencanaan harus dilakukan, begitu pula peningkatan sumberdaya masyarakat melalui edukasi dan sosialisasi kebencanaan secara terus menerus,” kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar, Fajar Sukma dalam sambutannya pada kegiatan Pelatihan Jurnalistik Kebencanaan memanfaatkan pokir dari anggota DPRD Sumbar, Hidayat di Padang, Kamis (16/11/2023).

    Bencana yang mengintai itu tak hanya gempa bumi, tetapi juga longsor, banjir, banjir bandang dan angin kencang. Namun mitigasi kebencanaan di Sumbar masih jauh dari harapan. Karenanya sangat diharapkan peran serta stakeholder terkait lainnya dalam penanganan bencana atau yang dikenal dengan pentahelix, yaitu pemerintah daerah didukung akademisi, komunitas, pelaku usaha dan media.

    “Kegiatan saat ini adalah salah satu dari wujud pentahelix itu. Media menjadi jembatan untuk menyampaikan informasi serta penanganan kebencanaan kepada masyarakat,” katanya.

    Sementara itu, anggota DPRD Sumbar, Hidayat saat membuka kegiatan pelatihan yang diikuti sekitar 100 peserta menyebutkan, belajar dari pengalaman gempa dahsyat Sumbar tahun 2009, meski beberapa tahun telah berlalu namun masih menyisakan kepanikan di tengah masyarakat setiap kali terjadi gempa. Mitigasi kebencanaan yang sering dilakukan tidak lagi mereka ingat. Sehingga saat terjadi gempa, mereka langsung evakuasi diri.

    “Sangat nyata, jika sampai hari ini masyarakat kita tidak siap menghadapi gempa. Mereka langsung panik dan lupa dengan proses penyelamatan diri saat terjadi gempa. Padahal, evakuasi itu dilakukan jika gempa berpotensi tsunami,” katanya.

    Sedangkan Jepang, lanjutnya, sebagai negara yang menjadi langganan gempa bumi, tetapi setiap kali terjadi gempa masyarakat Jepang meresponnya dengan biasa, seakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jepang mampu meminimalisir risiko bencana dengan mitigasi yang konsisten.

    “Dalam hal ini, peran media sangat diharapkan untuk memberikan informasi yang benar sekaligus sebagai media sosialisasi dan mitigasi bencana,” ucap Hidayat.

    Soal mitigasi ini, diakui Fajar Sukma, mitigasi bencana di Sumbar masih jauh dari harapan. Salah satu penyebabnya adalah minimnya anggaran. Meski demikian, pihaknya tetap melakukan edukasi dan sosialsiasi mitigasi bencana dengan menggandeng stakeholder pentahelix, seperti melalui program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dengan anggarannya di Dinas Pendidikan dan kegiatan mitigasi lainnya. (unni)