×

Iklan


Perjanjian dalam Hukum Perdagangan Internasional

09 Oktober 2022 | 14:03:58 WIB Last Updated 2022-10-09T14:03:58+00:00
    Share
iklan
Perjanjian dalam Hukum Perdagangan Internasional
Ilustrasi ekspor-impor. (Foto: Shutterstock)

Oleh: Putri Nabilah Elkas*

Salah satu cabang dari hukum internasional adalah hukum perdagangan internasional. Di mana, luasnya bidang cakupan hukum perdagangan internasional membuat sulit untuk mengatakan bahwa tidak ada tumpang tindih dengan bidang-bidang lainnya. 

Misalnya dengan hukum ekonomi internasional, hukum transaksi bisnis internasional, hukum komersial internasional, dan lain-lain. Perdagangan internasional yang didasarkan pada prinsip perdagangan bebas selalu menggunakan indikator-indikator ekonomi yang berorientasi kepada efisiensi, transparansi, dan persaingan secara terbuka antar pelaku usaha yang bersifat lintas negara.

    Dalam melakukan interaksi atau hubungan dengan negara lain, harus sesuai aturan hukum internasional dan hukum internasional akan berfungsi maksimal jika negara-negara patuh atau taat terhadap hukum tersebut. Apabila negara-negara yang melakukan kegiatan perdagangan internasional patuh terhadap hukum perdagangan internasional, maka masyarakat internasional akan merasakan ketertiban, keteraturan, keadilan, dan keamanan dalam pelaksanaan hubungan internasional.

    Salah satu sumber hukum yang menonjol di dalam hukum perdagangan internasional ini adalah perjanjian internasional. Perjanjian internasional dapat didefinisikan sebagai perjanjian atau kata sepakat antara subjek-subjek hukum internasional. Suatu perjanjian perdagangan internasional mengikat berdasarkan kesepakatan para pihak yang membuatnya.

    Di dalam perjanjian perdagangan internasional inilah akan terlihat dan diuji mengenai ketaatan para pihak di dalam menjalankan isi perjanjian perdagangan internasional tersebut. Hadirnya prinsip itikad baik di dalam ruang lingkup perjanjian perdagangan internasional adalah sebagai ketegasan hukum untuk menumbuhkan keadilan yang substantif sehingga tercapai suatu solusi yang adil bagi kedua belah pihak yang telah bersepakat.

    Dengan adanya prinsip itikad baik, maka akan dapat memberikan kewajiban kepada suatu negara ketika telah terikat kepada perjanjian perdagangan internasional untuk selalu taat terhadap klausul yang mengatur tersebut. Asas itikad baik ini merupakan prinsip pendukung dan penguat dari asas pacta sunt servanda agar sebuah perjanjian perdagangan internasional dapat dilakukan dan peraturan yang mengikat perjanjian itu juga ditaati oleh negara yang mengikatkan diri terhadap perjanjian tersebut.

    Kekuatan hukum dalam mengikatnya suatu perjanjian perdagangan internasional tidak dapat ditegakkan terhadap suatu negara jika tidak ada itikad baik untuk melaksanakan perjanjian tersebut, oleh karena itu asas good faith mejadi sangat penting dalam menjalankan perjanjian yang telah disepakati, termasuk dalam perdagangan internasional. 

    Hukum internasional memiliki perbedaan dengan hukum nasional, di mana hukum internasional tidak memiliki badan yang dapat memaksakan penerapan dari hukum internasional itu sendiri. Hal tersebut telah membuat banyak kalangan mengatakan bahwa hukum internasional merupakan hukum yang lemah bahkan hukum internasional bukanlah sebuah hukum. 

    Pandangan tersebut dapat ditepis apabila masyarakat internasional merasakan, menerima, dan menaati suatu kaidah hukum, disebabkan karena memang sesuai dengan kesadaran hukum dan rasa keadilan dari masyarakat, terlepas dari ada atau tidak adanya lembaga ataupun aparat penegak hukumnya, maka kaidah tersebut sudah dapat dipandang sebagai kaidah hukum internasional.

    Di sinilah arti penting keberadaan hukum perdagangan internasional sebagai bagian dari hukum internasional, di mana hukum perdagangan internasional memegang peranan penting dalam mengatur hubungan perdagangan internasional yang ada dalam masyarakat internasional untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

    Dalam hukum perdagangan internasional, terdapat beberapa subjek hukum perdagangan internasional. Negara sebagai salah satu subjek hukum dalam hukum perdagangan internasional memiliki peranan penting dalam perkembangan bentuk perdagangan internasional termasuk juga pengaturan berkaitan dengan transaksi dagang internasional.

    Terjalinnya hubungan antarsubjek hukum perdagangan internasional membawa dampak positif, seperti meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, menambah devisa negara melalui bea masuk dan biaya lain atas ekspor dan impor, pemenuhan kebutuhan negara melalui impor, meningkatkan kerja sama antarnegara, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Namun, perdagangan internasional juga membawa dampak negatif yang harus diwaspadai oleh setiap negara, seperti terganggunya produksi barang-barang dalam negeri sebagai dampak dari masuknya barang impor yang dapat mengakibatkan terjadinya kerugian besar bagi pengusaha lokal, terciptanya hubungan ketergantungan dengan negara lain, munculnya persaingan tidak sehat sebagai akibat dari perdagangan bebas, pertumbuhan perekonomian negara yang semakin rendah apabila tidak mampu bersaing dengan produk asing.

    Secara umum, negara melalui BUMN melakukan tugas untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak dengan tujuan BUMN ini, setiap hasil usaha dari bumn dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengaturan mengenai bumn ditentukan berdasarkan article xvii of the general agreement on tariffs and trade 1994 (selanjutnya GATT 1994). 

    Ketentuan pasal tersebut pada intinya menetapkan kewajiban negara anggota GATT 1994 dalam kaitannya dengan kegiatan bumn (states trading enterprises) yang memberikan kewajiban kepada negara anggota untuk secara konsisten menerapkan pinsip non-discrimination, terutama berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah berpengaruh pada kegiatan ekspor impor oleh pedagang swasta.

    Dapat dipahami bahwa negara merupakan salah satu subjek hukum perdagangan internasional. Negara dapat membuat perjanjian dan kontrak dagang internasional. Pada saat sebuah negara ingin membuat suatu kontrak dagang internasional dan bertindak sebagai pembeli melalui badan usaha milik negara atau state enterprises.

    Ketika negara sebagai badan hukum privat maka yang menjadi pihak dalam kontrak internasional adalah PT BUMN dan akan tunduk pada peraturan hukum perdata. Pasal 1654 KUHPER menyatakan: "semua badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi perundang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau menundukkannya kepada tata cara tertentu."

    Untuk melaksanakan fungsi sebagai pembeli dalam hubungan perdagangan internasional yang melibatkan negara dan badan privat, biasanya didasarkan atas sebuah kontrak dagang internasional, di mana negara tidak jarang membuat badan-badan hukum milik negara.

    Adapun berbagai contoh PT BUMN yang didirikan di Indonesia: PT Kimia Farma Tbk, PT Kereta Api Indoonesia, PT BNI Tbk, PT Garuda Indonesia, PT Jamsostek dan yang lainnya. PT BUMN tersebut dapat melakukan transaksi jual beli internasional dengan negara lain dan badan hukum privat (swasta) asing yang dituangkan dalam kontrak dagang internasional.

    Kontrak dagang internasional yang dibuat oleh negara akan tunduk pada ketentuan hukum perdata internasional yang mengatur hubungan kontraktual. 

    Hubungan dalam perdagangan internasional merupakan suatu hubungan yang kompleks. Seluruh hubungan yang terjadi dalam proses perdagangan internasional memiliki potensi untuk melahirkan terjadinya suatu sengketa yang melibatkan para subjek hukum perdagangan internasional, termasuk negara.

    Secara umum, suatu sengketa dagang sering diselesaikan melalui metode negosiasi. Apabila para pihak tidak menemukan jalan keluar melalui negosiasi, para pihak yang bersengketa dapat menempuh beberapa metode penyelesaian sengketa lainnya seperti penyelesaian sengket melalui arbitrase atau melalui pengadilan.

    Dalam kaitannya negara sebagai pembeli, maka dapat dipahami bahwa hubungan dagang yang terjadi antara negara sebagai pembeli dengan pedagang merupakan hubungan kontraktual. Hubungan tersebut juga mengatur mengenai metode penyelesaian yang telah disepakati oleh para pihak sebagai implementasi dari prinsip-prinsip kebebasan kontrak, termasuk pula prinsip untuk memilih metode penyelesaian sengketa yang ditempuh (choice of dispute settlement), baik mengenai choice of law ataupun choice of forum.

    (Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi)