×

Iklan


Peringatan 88 Tahun Papa, Tantangan AI dan Masa Depan Penyair

27 Februari 2024 | 20:09:22 WIB Last Updated 2024-02-27T20:09:22+00:00
    Share
iklan
Peringatan 88 Tahun Papa, Tantangan AI dan Masa Depan Penyair

Padang, Khazanah – Peringatan hari lahir wartawan, sastrawan dan penyair kawakan Indonesia asal Sumbar, Rusli Marzuki Saria yang ke 88, berlangsung semarak, Selasa (27/02/2024) di Padang. Para penyair kondang Ranah Minang tampil bergantian membacakan puisi karya Rusli Marzuki Saria yang akrab disapa Papa.

Sebut saja Sastry Yunzarti Bakry, Fauzul El Nurca, Syarifuddin Arifin dan lainnya tampil memukau para hadirin. Bahkan tokoh masyarakat Minang, Buya Masoed Abidin juga turut membacakan puisi karya sang adik tercinta Hammid Djabar yang berjudul Beri Aku.

    Meski sudah sepuh, kepiawaian Buya Masoed dalam membaca puisi patut diacungi jempol. Tepuk tangan hadirin pun membahana usai Buya Masoed membaca puisi. Puncaknya, sang penyair Rusli Marzuki Saria membacakan puisinya yang berjudul  Sembilu Darah.

    Ketua Panitia HUT 88 Papa, Isa Kurniawan menyebut, helat hari lahir Papa ini digelar oleh Komunitas Pemerhati Sumbar (Kapas) dan Himpunan Media Sumbar (Hamas) bertajuk Sembilu Darah, yang merupakan salah satu kumpulan puisi karya Rusli Marzuki Saria.

    “Kita sengaja menggelar parade puisi ini dalam memperingati hari lahir Papa, dengan tujuan berkesenian untuk menghaluskan nurani. Di tengah kesibukan sehari-hari, kita perlu sesekali berkesenian agar kebijakan yang dihasilkan berpihak kepada rakyat,” katanya.

    Tahun ini, Rusli Marzuki Saria atau yang akrab disapa Papa itu, genap berusia 88 tahun. Dia lahir pada 26 Februari 1936 di Kamang Mudiak, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Papa tak hanya seorang wartawan, sastrawan, dan penyair kawakan Indonesia asal Ranah Minang, tetapi Papa juga seorang veteran pejuang Kemerdekaan RI. Beliau juga pernah menjadi Anggota DPRD Padang.

    Penyair, Pengamat Teknologi dan Transformasi Digital, Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia, Riri Satria juga tampil memeriahkan hari lahir Papa dalam diskusi bertajuk “Dunia Perpuisian di Era Kecerdasan Buatan”. Menurut Riri yang merupakan Dosen Fakultas Ilmu Komputer UI ini, pada era kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) saat ini, banyak jenis profesi yang hilang.

    “Lalu, apakah profesi penyair atau pencipta puisi bisa pula digantikan oleh AI. Maka mari kita bahas dalam diskusi ini,” ujar Riri.

    Dijelaskan, pada 1997, untuk pertama kalinya computer berhasil mengalahkan pecatur top dunia, Gary Kasparov dalam sebuah pertarungan legendaris beberapa putaran di New York. Butuh waktu 40 tahun penelitian di bidang kecerdasan buatan (AI) khususnya dalam algoritma permainan catur.

    Jika dibawa ke dunia perpuisian, lanjutnya, ada aplikasi di komputer yang bisa membuat puisi. Pada awalnya, semua puisi yang dihasilkan masih sangat kaku. Namun seiring waktu, puisi yang dihasilkan makin bervariasi wujudnya, bahasanya serta semakin puitis. Meski demikian, computer membuat puisi menggunakan pola dan bahasa yang diajarkan kepadanya.

    “Jadi walau komputer ini melakukan kreativitas, namun itu adalah kreativitas yang algoritmatik, tanpa melibatkan rasa atau proses batiniah. Jadi bukan kreativitas yang sebenarnya,” terang Riri. (devi)