×

Iklan


Perawat Muslimah Singapura Berjuang Peroleh Izin Jilbab

24 Maret 2021 | 10:13:38 WIB Last Updated 2021-03-24T10:13:38+00:00
    Share
iklan
Perawat Muslimah Singapura Berjuang Peroleh Izin Jilbab
Sebuah frint office rumah sakit di Singapura, ada perempuan berjilbab

Singapura, Khazminang.id -- Para pemimpin Muslim senior di Singapura menyambut baik perubahan dalam posisi pemerintah negeri itu untuk mempertimbangkan mengizinkan perawat Muslim mengenakan jilbab di tempat kerja, menyusul diskusi tertutup tentang masalah tersebut.

Para pemimpin, yang menjadi bagian dari diskusi semacam itu pada Agustus tahun lalu, mengatakan bahwa mereka tidak menyebutkan pembicaraan ini secara terbuka untuk menghormati sifat tertutup dari diskusi tersebut.

Ustaz Hasbi Hassan, ketua Persatuan Cendekiawan Islam dan Guru Agama (Pergas) Singapura, mengatakan pada Selasa (23/3) bahwa diskusi tentang masalah jilbab atau dalam bahasa Melayu Singapura disebut tudung, telah berlangsung diantara para asatizah, atau guru agama, tetapi mereka belum bisa dipublikasikan.  

    "Itu masih tertutup pintu, dan kami tidak tahu pendirian yang akan diambil pemerintah secara terbuka. Jadi kami belum mau membagikan berita yang belum konkret. Hari ini, setelah Menteri sudah mengumumkan, kita bisa membicarakannya secara terbuka dengan masyarakat," kata Habi Hassan kepada wartawan usai dialog yang digelar Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum K.Shanmugam dengan para pemimpin senior Muslim dan anggota Kelompok Rehabilitasi Keagamaan (RRG) di Masjid Khadijah di Jalan Geylang Singapura.

    Seperti dilansir the Straits Times, pada sesi tersebut, Shanmugam mengungkapkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan perawat Muslimah mengenakan jilbab di tempat kerja, poin yang dia kemukakan pada dialog serupa dengan para pemimpin pada Agustus tahun lalu.

    Komentar menteri tersebut muncul dua minggu setelah pernyataan di Parlemen oleh dua menteri Melayu/Muslim tentang masalah tersebut memicu reaksi kritis di antara segmen masyarakat.

    Ustaz Hasbi, bersama dengan anggota dewan tetua Pergas, Ustaz Ali Mohamed dan Ustaz Pasuni Maulan, mengatakan pada hari Selasa bahwa Shanmugam telah mengatakan pada pertemuan mereka di bulan Agustus bahwa Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan perawat mengenakan jilbab.

    “Pertemuan ini telah membuat para pemimpin masyarakat berharap," kata Ustaz Pasuni, tetapi dia mengatakan bahwa ada kesepakatan luas bahwa ini adalah masalah yang peka dan sensitif yang harus didiskusikan dengan hati-hati.

    "Hal-hal yang sensitif bisa mengobarkan emosi. Kita tidak bisa melakukan tindakan berdasarkan emosi, karena itu akan menyebabkan semua upaya baik kita selama ini gagal," ujarnya.

    Para pemimpin Muslim mengatakan bahwa ke depan, lebih banyak diskusi perlu dilakukan sebelum keputusan akhir dapat dibuat tentang masalah tersebut.

    “Saya kira akan dilakukan pembahasan selanjutnya dari sini untuk mendapatkan pandangan yang lebih konkrit, (lebih) pandangan yang berasal dari masyarakat itu sendiri,” kata Ustaz Hasbi.

    Dia menggarisbawahi peran penting yang dimainkan oleh para pemimpin agama, serta organisasi seperti Pergas, dalam membantu umat Islam memahami pendekatan Singapura terhadap isu-isu sensitif - mengingat bagaimana komunitasnya sangat menghormati guru agama.

    Mr Shanmugam mengatakan kepada para pemimpin Muslim pada hari Selasa bahwa diskusi dengan komunitas sedang berlangsung dan akan memakan waktu beberapa bulan lagi. Perdana Menteri Lee Hsien Loong juga akan bertemu dengan para tokoh masyarakat.

    Ustaz Ali mencatat bahwa komunitas Muslim bersyukur bahwa Pemerintah terus menjaga hukum dan ketertiban di Singapura, dan menegakkan kebijakan yang berupaya melanjutkan perdamaian dan kerukunan antara semua ras dan agama yang berbeda di sini.

    “Kita perlu menghargai kemampuan dan kemauan Pemerintah untuk terus mendengarkan kebutuhan dan praktik kita yang berbeda. Masukan kita diambil dan kebijakan diubah berdasarkan konteks waktu dan kebutuhan,” kata Ustaz Ali.

    "Di pihak kami sebagai warga negara, kami juga perlu menanamkan penerimaan dan penghargaan terhadap sifat sekuler negara kami. Jika semua perbedaan kami menjadi dasar interaksi kami dengan negara sekuler, Singapura akan berhenti menikmati kedamaiannya dan harmoni."

    Ia menambahkan, jika masyarakat hanya memikirkan tuntutan dan hak, perdamaian dan kerukunan ini akan terpengaruh.

    "Kami tidak bisa mengambil waktu bertahun-tahun untuk membangun hubungan dekat antara masing-masing komunitas kami yang berbeda, dan dengan Pemerintah, begitu saja," katanya. (eko/tstc)