![]() |
Padang, Khazminang.id – Pencucian uang atau yang disebut juga money laundering adalah sebuah kejahatan
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dari wikipedia dikutip
bahwa TPPU adalah perbuatan menyembunyikan asal muasal uang lalu membuatnya
seolah-olah menjadi uang yang diperoleh secara sah atau legal.
Dari yang banyak terungkap oleh aparat hukum, para pencuci uang umumnya melakukan itu karena uang yang diperoleh berasal dari tindak kejahatan. Atau setidaknya diperoleh dengan cara yang tidak legal.
Oleh sebab itu TPPU busak saja mengancam stabilitas dan
integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat
membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Seperti apa orang
melakukan pencucian uang?
Dari praktik yang
diungkap umumnya melalui tiga langkah. Yang pertama uang yang diperoleh dari hasil kejahatan
ditempatkan dengan berbagai cara pada sistem keuangan yang legal, sehingga bisa
terlihat menjadi uang yang sah.
Langkah kedua, pelaku
mentransaksikan uang itu dengan berbelit-belit dan berlapis, bisa saja ke
banyak rekening lalu berputar balik ke rekening asal, sehingga sulit dilacak.
Kalau terlacak, orang akan menganggap itu adalah transaksi biasa. Nama akun
juga disamarkan sedemikian rupa.
Sedangkan langkah
ketiga, para pelaku TPPU akan mengembalikan dana-dana yang digtempatkan atauy
didistributikan ke berbagai akun tadi ke dalam harta kekayaannya. Selanjutnya,
uang itu dipoakai untuk berbisnis, berinvestasi atau bahkan untuk membiayai
kembali tindak kejahatan yang menghasilkan uang ilegal lagi.
Di negara kita, TPPU
diunyatakan sebagai kejahatan sebagaimana diatur dalam UU No 8 tahun 2010. Di
UU ini TPPU dibagi atas tiga kategori.
Yang pertama TPPU aktif, yakni seseorang yang menempatkan mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).
Yang kedua disebut TPPU pasif, yakni setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).
Kategori ketiga adalah mereka yang menikmati percikan dari uang haram itu, misalnya orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian
uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara maksimum 20
tahun, dengan denda paling banyak Rp10 miliar.
Umumnya uang TPPU
diperoleh dari tindak
pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e.
penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h.
di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l.
perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan;
p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u.
prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang
lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana
lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang
dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan
tindak pidana menurut hukum Indonesia. (eko/wikipedia)