Jakarta,
Khazanah – Maraknya peredaran barang impor di pasar tradisional maupun
melalui platform e-commerce, terutama barang-barang yang tidak sesuai standar
dan diindikasikan berasal dari impor ilegal yang tidak memenuhi perizinan yang
dipersyaratkan, telah mendapatkan banyak keluhan dari asosiasi, pelaku usaha
dan masyarakat. Kondisi ini turut mengancam keberadaan industri dalam negeri
dan UMKM berikut keberlangsungan tenaga kerja, tidak terkecuali bagi sektor
Tekstil dan Produk Tekstil.
Presiden
Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Internal Kabinet pada awal bulan ini telah
memberikan arahan tegas untuk melakukan pengetatan arus masuk barang impor.
Menindaklanjuti arahan tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
kemudian mengoordinasikan pengetatan arus impor bersama dengan Kementerian
Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Polri.
Kegiatan
yang dilakukan diantaranya yakni, melakukan penguatan regulasi impor melalui
e-commerce, mempercepat revisi peraturan mengenai larangan dan pembatasan
impor, pengaturan peredaran barang dalam negeri, serta melakukan pergeseran
pengawasan dari post-border ke border.
“Kegiatan
ini merupakan bukti nyata perhatian serius Pemerintah untuk terus memberikan
perlindungan bagi industri dalam negeri dan UMKM dari ancaman barang impor
ilegal. Hal ini juga merupakan hasil yang sangat baik dari koordinasi dalam
implementasi kebijakan pengetatan impor,” ujar Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (26/10.2023).
Pemerintah
melakukan pemusnahan terhadap barang-barang impor ilegal dan tidak memenuhi
standar serta dokumen larangan dan pembatasan. Barang impor ilegal yang
dimusnahkan tersebut diperkirakan bernilai tidak kurang dari Rp40 miliar dan
diantaranya berupa Produk Pakaian Bekas, Produk Baja, Pipa, Komoditi Wajib SNI,
Produk Kehutanan, Elektronik, Kosmetik, Makanan dan Minuman, serta Alat Ukur
dan Produk Tekstil lainnya.
“Saya mengapresiasi kerja keras dan kerja sama yang baik di
lapangan antara Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Ditjen PKTN
Kementerian Perdagangan, dan Bareskrim Polri dalam melakukan penindakan ini,”
jelas Menko Airlangga.
Menurut
Airlangga, mekanisme pengawasan di border oleh Ditjen Bea dan Cukai agar
dilakukan tepat sasaran sehingga tidak mengganggu arus barang, terutama arus
barang bahan baku, bahan penolong, dan barang modal yang sangat dibutuhkan oleh
industri dalam negeri.
“Sinergi
antar kementerian harus selalu diperkuat dan ditindaklanjuti dengan aksi
konkret di lapangan, sehingga impor ilegal yang menjadi ancaman bagi
perekonomian Indonesia dapat segera diatasi, baik yang melalui pelabuhan resmi
maupun pelabuhan tikus, dan tempat-tempat peredaran barang impor ilegal lainnya
di seluruh Indonesia,” pungkas Menko Airlangga.
Sementara
itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan kementerian
Keuangan, dalam hal ini Bea Cukai, menjaga dan mengawasi perbatasan Indonesia
dari masuknya barang-barang yang dilarang dan dapat membahayakan masyarakat.
“Kami
pun menjalin sinergi dan koordinasi dengan kementerian/lembaga dan aparat
penegak hukum lain untuk mendukung penegakan law enforcement,” ujar Menkew Sri
Mulyani
Menkeu
bersama Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan,
Zulkifli Hasan, Kabareskrim Polri, Dirjen Bea dan Cukai, Askolani, Jampidsus
dan Danpuspom TNI juga menyampaikan tiga hasil pengawasan lainnya.
Pertama,
penindakan Bea Cukai Tanjung Priok terhadap 2.401 bale pakaian bekas ilegal
senilai Rp12,005 miliar.
Kedua,
penindakan Bea Cukai Cikarang terhadap produk tekstil berupa 51.530
karpet/sajadah senilai Rp1,805 miliar, yang akan dihibahkan kepada Pemda
Bekasi. Bekasi dan tokoh masyarakat
Ketiga,
operasi mandiri Ditjen PKTN yang menghasilkan barang bukti berupa produk baja,
pipa, komoditi wajib SNI, produk kehutanan, elektronik, kosmetik, makanan dan
minuman, alat ukur, dan TPT.