Jakarta, Khazanah – Untuk
melindungi produk usaha mikro kecil menengah (UMKM) dari ancaman produk impor,
pemerintah akan melarang e-commerce untuk menjual produk impor di bawah USD 100
atau Rp1,5 juta. Salah satunya produk impor yang dijual di TikTok Shop, karena harganya yang
terlalu murah.
Rencana ini tertuang dalam
revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020. Larangan
tersebut berlaku untuk penjualan melalui mekanisme cross border atau yang
dikirim langsung dari luar negeri.
Pelaku UMKM ekspor Star Bunnies, Purnama Saputra menyampaikan
curahan hatinya mengenai rencana aturan ini. Dia berharap, aturan pemerintah
ini tidak menyulitkan UMKM untuk ekspor nantinya.
Dia khawatir, negara lain
menerapkan aturan yang sama dengan Indonesia. Selama ini, Star Bunnies sudah
ekspor produk ke Singapura, Malaysia, Filipina.
"Ya kalau menerapkan
hal yang sama kayak begitu, sama saja membunuh UMKM yang bisanya hanya kirim
barang harga di bawah Rp1,5 juta itu," kata Purnama di Jakarta, Minggu
(13/08/2023).
Ia mengakui saat ini masih
mengimpor beberapa produk untuk produksi barang.
"Bahan baku ada yang
impor seperti beli sparepart alat, kita ambil yang murah murah juga," ucap
Purnama.
Namun demikian, dia
menilai, revisi Permendag secara umum tidak berpengaruh pada kinerja ekspor produk UMKM di Indonesia.
"Kalau UMKM seperti
kita yang masih bergantung pada komoditi lokal sebagai bahan baku, tidak
terlalu berpengaruh ya. Apalagi kita masih pakai pihak ketiga (shopee expor)
sebagai penghubung antara seller dan customer," ucap Purnama.
Menurut Purnama, selama
ini produk yang dia buat masih bisa dijangkau atau dipesan customer dari luar
negeri. Aturan ini juga dinilai tidak terlalu berpengaruh terlebih soal
kekhawatiran negara tujuan akan memberlakukan hal serupa.
"Sejauh ini
produk-produk kita masih bisa dijangkau dan dipesan oleh customer di luar, itu
artinya tidak ada masalah yang berarti dengan peraturan baru. Selama yang
dijual barang yang aman, legal, saya rasa nggak ada masalah sih," cerita
Purnama.
Namun demikian, dia
menyarankan ke pemerintah agar lebih berani mengambil sikap dan menjadi
penghubung antara produsen atau seller lokal dengan customer luar negeri.
"Saya lebih konsennya
bukan kepada bagaimana pemerintah harusnya bersikap ke revisinya. Tapi lebih
kepada, harusnya pemerintah berani ambil sikap buat bikin tindakan khusus
(seperti shopee expor misalnya), menjadi penghubung antara seller/crafter lokal
dengan customer di luar. Jadi sebagai seller lokal enggak perlu ribet urus izin
ini itu, sesimpel jualan online saja," kata Purnama.
Purnama menyarankan,
mungkin pemerintah bisa menggandeng startup lokal untuk mendongkrak kinerja
ekspor lokal.
"Mungkin pemerintah
bisa gandeng startup lokal (tokped misal), karena seller Indonesia sendiri
untuk membuat akun jualan di luar macam etsy, Alibaba, Ebay masih banyak yg
terkendala di metode pembayaran dan shipping nya," kata Purnama.
Sementara itu, Sea Group
yang merupakan induk usaha Shopee memastikan siap mengikuti kebijakan yang akan
dikeluarkan pemerintah dalam revisi Permendag nantinya.
Sebagai ecommerce cross
border, Shopee memastikan sudah melalui mekanisme yang ditetapkan sesuai aturan
pemerintah termasuk pengenaan bea masuk.
"Adapun jumlah cross
border impor saat ini hanya 1 persen dan barang yang diimpor juga tidak
berkompetisi langsung dengan UMKM, karena kami sudah menutup 13 kategori barang
impor cross border seperti arahan Kemenkop UKM pada tahun 2021 lalu," Ujar
Kiky Hapsari Director & Country Head Sea Indonesia.
Kiky menjelaskan Shopee
sebagai cross border commerce juga memberi ruang sangat besar dan memiliki
ekosistem ekspor untuk UMKM lokal. Bahkan, saat ini sudah ada 20 juta produk
UMKM yang tersedia di pasar Asia Tenggara, Asia Timur dan Amerika Latin.
"Jadi cross border di
Shopee jangan dilihat hanya impor, tapi juga menghadirkan peluang lintas batas
bagi UMKM melalui ekspor ritel. Hal ini juga sejalan dengan keinginan pemerintah
agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tapi juga pemain di pasar
global," kata Kiky.
Kiky mengaku menerima
informasi kekhawatiran dari UMKM ekspor terhadap rencana pembatasan barang
cross border impor di atas USD 100 dapat mempengaruhi ekspor yang berjalan saat
ini.