×

Iklan


Pekan Kebudayaan Daerah Telah Membunuh Budaya Tradisi

03 Oktober 2023 | 11:09:39 WIB Last Updated 2023-10-03T11:09:39+00:00
    Share
iklan
Pekan Kebudayaan Daerah Telah Membunuh Budaya Tradisi
(foto: profil WA Rizal Tanjung)

Pekan Kebudayaan Daerah Telah Membunuh Budaya Tradisi
*Catatan Rizal Tanjung

Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) telah melakukan pembunuhan massal terhadap kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan.

Tidak ada lagi bunyi saluang, bansi, Talempong, sampelong,kecapi dan rabab yang mendayu-dayu bercerita tentang lelaki kekar merambah belukar ,nenek moyang meneruka sawah ladang nan sakti serta bunyi air mengalir sebagai sumber kehidupan, bunyi musik yang menggugah hati, dan imajinasi tentang masa lalu yang penuh keharmonisan dalam kehidupan berkaum, bersuku serta ber-adat dan ber-adab. 

    Yang ada hanya musik bagaikan pesawat tempur dan knalpot sepeda motor tanpa saringan yang memekakkan telinga bagaikan musik DJ di sebuah diskotik hasil perzinahan kebudayaan yang tak jelas.

    Dan tidak ada lagi dendang pantun yang menggiring pemahaman kita pada falsafah kehidupan kita sebagai masyarakat Minangkabau yang ber bahasa santun beretika dalam kato nan ampek serta pantun yang ber- metafora terhadap alam lingkungan atau  pantun nasehat tentang adat, agama, dan peradaban.

     Cuma yang ada adalah pantun tanpa makna yang sampirannya sekedar bunyi untuk mencapai isi, dan itupun dalam bentuk yang tergesa gesa seperti nyanyian ngerap dari Brazilia. Tak ada lagi akidah keindahan dalam berbahasa sebagaimana yang disebut dalam pribahasa Minangkabau "yang pusako kato" yang ada hanya kata tanpa makna.

    Banyak kesenian yang tampil tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tradisi, mereka hanya merenovasi kesenian tradisi menjadi inovasi yang hanya melihat kesenian hanya sebagai produk estetika, padahal kesenian tradisi yang dipahami sebagai budaya adalah sebuah kesenian yang mengandung nilai estetika etika budaya dan agama.

    Memang kesenian di Minangkabau termasuk adat yang berbuhul sentak yang bisa terbuka untuk perobahan, akan tetapi kalau kesenian itu masih di sebut kesenian Minangkabau maka lakukanlah dengan cara " manambah ancak ancak, mangurangi elok elok" tetapi tetap pada etika budaya Minangkabau itu sendiri.

    Kebudayaan bukanlah bahagian dari kesenian, akan tetapi kesenian itu lah yang menjadi bahagian dari kebudayaan. Kesenian adalah gambaran kultur dari sebuah kehidupan masyarakat didaerah, ia cerminan dari sebuah kehidupan masyarakat budaya. Banyak orang tidak paham dengan kebudayaan sehingga meng- ekuivalen kan dengan kesenian.

    Kesenian tradisional di desa/ perkampungan masih tetap terjaga sebagai warisan benda dan tak benda, dan tetap terwarisi pada generasi pelanjutnya, dan dia tetap terjaga terawat dengan baik serta eksis dalam prosesi adat istiadat dan peradaban di ruang lingkupnya (perdesaan). Sementara PKD memporak porandakan dalam event yang mencatut  istilah " kebudayaan daerah". Sejauh mana tanggung jawab PKD dalam MERAWAT TRADISI yang ada di daerah. Apakah karya inovasi dan eksprimentasi termasuk dalam kategori tradisi?. PKD betul betul Quo Vadis dalam memperlakukan kebudayaan daerah dalam bentuk kesenian.

    Karya-karya kesenian yang bersifat kreasi,inovasi, eksprimentasi sampai kontemporer adalah sebuah karya kreatif yang dinamis oleh para seniman pencipta kekinian, dan itu harus ditempatkan pada posisi tempatnya agar dia bisa bertarung pada zaman kekinian. Tetapi kesenian TRADISI siapa yang merawatnya sebagai kebanggaan kebudayaan masalalu ?. 

    Apakah undang-undang pemajuan kebudayaan tidak merespon, merawat,memelihara yang bersifat tradisi ?. PKD betul-betul telah membunuh warisan leluhur nenek moyang orang Minangkabau. Tidak ada tari buai, tari rantak kudo, tari silat kain,  rabab, indang, saluang dendang, basijobang, batombe, dan tidak ada silat sunua, ulu ambek, sitaralak, silek balubuih dari Payokumbuah serta silek sungai patai serta silek pauah sebagai tuan rumah PKD. Yang ada cuma seperti tari karo dipantak karanggo dan musik bunyi galodo yang tersusun rapi di event pekan kebudayaan daerah.

    Dan sangat disayangkan motto atau tema  RONA BUDAYA yang dianggap bergengsi itu ternyata plagiat dari event festival budaya Singgigi kabupaten Lombok Barat pada 1 Juli 2013 yang diikuti oleh 10 kecamatan di provinsi Lombok Barat. Sehingga festival Singgigi mewujudkan motto Lombok Barat sebagai RONA BUDAYA atau "a culture of colours" Karena semua keindahan seni tradisional terbungkus dengan warna bingkai pelangi yang indah untuk dipajang dan dihargai sebagai pusaka leluhur. Tetapi pekan kebudayaan daerah (PKD) telah membingkai kesenian tradisi menjadi bangkai (*).

    *Penulis adalah budayawan bermukim di Padang