Ahmad Latif, Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII). |
Jawa Tengah, Khazminang.id—Warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah menolak penambangan batu untuk material urug Bendungan Bener. Sayangnya penolakan itu berujung bentrokan, karena warga yang mempertahankan tanah dan ruang hidupnya dari kerusakan lingkungan tersebut malah mendapatkan kekerasan dan represif dari aparat keamanan.
Warga sekitar menghadang rencana sosialisasi pematokan lahan, diproyeksikan akan dijadikan lokasi pertambangan quarry batuan andesit sebagai bahan material Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener itu mendapat perlawanan dari aparat keamanan.
Peristiwa yang terjadi pada Jumat 24 April 2021 lalu dan membuat beberapa orang warga ditahan itu dikecam oleh Ahmad Latif, Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII).
Ahmad Latif menilai, proyek pembangunan bendungan ini ke depan sangat mengkebiri dan merampas hak serta ruang hidup warga, mata pencaharian, dan ekosistem.
Menurut dia, aktivitas pertambangan akan mengeruk bukit dan berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan serta mendatangkan bencana alam.
Di sisi lain, dia menduga kuat proyek tambang yang akan dioperasikan di desa Wadas itu tidak mempunyai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang merupakan salah satu instrumen pencegahan terhadap pencemaran lingkungan hidup (Pasal 14, Undang-Undang N0 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ia juga menilai tindakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian merupakan suatu bentuk pelanggaran hak azazi manusia (HAM) dan perampasan ruang hidup yang dilakukan telah memangkas konstitusi.
“Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam UUD 1945 Pasal 28 a: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Kami selaku organisasi dari embrio Nahdlatul Ulama sangat sepakat mengenai tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut,” ujar Ahmad Latif pada wartawan, Kamis 10 Februari 2022.
Dikatakannya, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 secara implisit mengatakan, rakyat memiliki kedaulatan penuh untuk mengelola sumber daya alam. Selain itu, penambangan yang terjadi di bumi Wadas adalah jalan untuk melancarkan Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener yang termaktub dalam PP 42 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Padahal, dalam putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, tentang pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, tentang Cipta Kerja mengamanatkan untuk menangguhkan segala hal, baik berupa tindakan maupun juga kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
"Sehingga, pembangunan bendungan Bener dan segala perangkat pendukungnya harus dihentikan secara cepat dan tegas. Jangan lagi ada tragedi perampasan hak-hak rakyat dan merugikan rakyat dengan cara apapun," tegas Ahmad Latif.
Latif sapaan akrabnya, melanjutkan bahwa atas nama rakyat, warga NU dan PB PMII, pihaknya meminta Kapolda Jateng untuk segera membebaskan warga Wadas yang ditahan.
“Kami juga meminta kepada Gubernur Jateng untuk menunda pengukuran baik yang sudah disetujui rakyat maupun yang belum setuju atas nama rakyat dan atas nama warga Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai selesai bermusyawarah, dan menghindarkan clash antara rakyat dengan aparat negara,” terangnya.
Latif memberikan saran kepada pihak aparat negara, ahgar membebaskan 60 warga yang ditahan, termasuk keluarga/kader PMII, sebelum lonjakan dan amarah rakyat makin melonjak, tutupnya. (Rilis/Fahlevi)