Padang – Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumbar kembali menggelar Panggung Ekspresi dan Orasi Budaya, Sabtu (27/09/2025) di halaman Taman Budaya Sumbar. Pementasan seni yang menghadap tepat ke jalan raya itu, tak urung mendapat perhatian dari masyarakat yang melintas.
Selain itu, iven ini juga menjadi ajang bagi para seniman untuk melakukan evaluasi perjalanan panjang berkesenian di Sumbar. Para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi juga turut meramaikan suasana malam Minggu yang semarak.
Dua buah tembang yang dilantunkan Komunitas Penyanyi Jalanan (KPJ) Sakato Padang mengawali Panggung Ekspresi dan Orasi Budaya yang dibuka oleh Kepala UPT Taman Budaya Sumbar, M. Devid. Dilanjutkan dengan penampilan Tari Katidiang dan pembacaan puisi oleh Hana Adisty.
Asharumy Ghaniiy kemudian membawakan monolog tentang Rohana Kudus. Gadis jolong gadang ini mampu menghipnotis penonton. Para pengendara yang melintas juga terpesona dengan penampilannya. Mereka berhenti sejenak dan ikut menyaksikan walau dari balik pagar.
Setiap gerakan dan kata-kata yang dilontarkan Asharumy, disimak dengan cermat. Dengan gerakannya yang lincah, dia bertutur tentang perjuangan Rohana Kudus mencerdaskan kaum perempuan.
“Aku melihat nasib gadis-gadis kecil di kampungku. Katanya, perempuan cukup di dapur saja, tidak perlu sekolah. Lalu, apa aku harus diam saja?” ujar Asharumy.
Lalu dengan lantang dia berucap, perempuan harus belajar agar tahu cara menulis dan menggunakan pena. Berikutnya, Rohana mendirikan sekolah yang mengajarkan keterampilan untuk anak perempuan di kampungya Koto Gadang. Setelahnya Rohana menerbitkan koran “Soenting Melajoe” dan menjadi wartawan perempuan pertama di Indonesia.
“Mereka bilang, kau lancang Rohana. Perempuan tak pantas memimpin koran. Lebih baik kau diam,” ucap Asharumy.
Sungguh menakjubkan penampilannya. Asharumy sangat menghayati peran yang dimainkan. Menyudahi monolog, Asharumy mendapat tepuk tangan membahana dari penonton.
Gelorakan Berkesenian
Melengkapi pertunjukkan malam itu, Riri Satria menyampaikan Orasi Budaya. Seniman yang juga seorang akademisi ilmu komputer di UI itu, menggugah kesadaran para seniman di Ranah Minang untuk tetap eksis berkesenian dan menjaga seni agar tetap bisa hidup di daerah ini.
“Dunia itu dibangun oleh 3 pilar, yaitu ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Jadi jangan ragu memberikan ruang pada anak untuk berkesenian disamping menimba ilmu lainnya,” katanya.
Jadi, untuk menjadi seniman hebat, harus bersama-sama dan bekerjasama melibatkan pihak lainnya melalui model pentahelix untuk tata kelola pemajuan kesenian dan kebudayaan.
Riri yang juga Komisaris Utama PT Integrasi Logistik Cipta Solusi (PT ILCS) ini menjelaskan, ada 6 agenda strategis yang harus dilaksanakan para seniman di daerah ini, yaitu :
- Menyatukan seniman dan budayawan dalam satu visi misi yang sama.
- Membentuk kelompok penekan atau pressure group melalui aliansi untuk mendapatkan atensi pemerintah.
- Kampanye yang massif melalui media baik media mainstream maupun media sosial.
- Aktif melakukan audiensi dengan berbagai pihak.
- Membangun akses ke berbagai dewan kesenian wilayah Indonesia lainnya.
- Bangun pendanaan mandiri melalui berbagai aliansi.
Menurutnya, berkesenian itu memberikan dimensi lain dalam hidup. Science dapat membuka wawasan, teknologi menjadikan segalanya efektif, sedangkan seni menjadikan semuanya lebih indah.
“Mari kita menggelorakan seni dan budaya agar tercipta keseimbangan dalam hidup,” katanya. (devi)
Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.