×

Iklan


Pak, Tolong Buka Sekolah!

20 Juli 2020 | 23:43:56 WIB Last Updated 2020-07-20T23:43:56+00:00
    Share
iklan
Pak, Tolong Buka Sekolah!
MENGELUH-- Tidak hanya murid, para orangtua juga mulai bosan dan mengeluhkan soal kebijakan belajar di rumah (online), yang sampai saat ini belum tentu dimana ujung dan kapan akan berakhirnya. Para orangtua murid mendesak, agar pemerintah kembali membuka sekolah. IST

"Selama proses belajar masa PSBB ini, hanya 68 persen yang punya akses terhadap jaringan. Berarti 31 persen lainnya, tidak mendapatkan sarana tersebut"

Padang, Khazminang.id-- Sebuah pesan berantai, sontak viral di kancah dunia maya sepanjang Senin (20/7). Postingan yang sebagian besar dibagikan ulang oleh para orangtua murid itu, antara lain mendesak para pemimpin baik di daerah maupun di pusat, agar segera mengambil kebijakan untuk kembali membuka sekolah.

"Saya mewakili wali murid seluruh Indonesia, yang Insya Allah satu suara. Tolong dengan sangat; buka kembali sekolah untuk anak-anak kami," tulis akun facebook milik Vino Restu Prima, yang dikutip Senin (20/7).

    Vino beralasan, tidak semuanya orangtua murid yang paham dan mengerti cara belajar online. Selain itu, para orangtua juga tidak selalu punya uang untuk membeli paket data. Bahkan dengan kebijakan belajar online, justru diakui tidak membuat anak-anak mengerti dengan materi pelajaran.

    "Yang ada malah tambah bodoh, malas, tidak disiplin. Bahkan yang lebih parah, dikhawatirkan akan mempercepat anak-anak Indonesia mengalami kebutaan dini, karena keseringan mempelototi ponsel," keluh Vino yang postingannya dibagikan dan dikomentari lebih dari ratusan akun di group FB Padang Panjang Online itu.

    Vino juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembai kebijakan yang sudah diambil. Di saat aktifitas masyarakat dibatasi dengan dalih ancaman Covid-19, sementara di sisi lain beratnya beban hidup yang harus ditanggung, seolah tak dipedulikan.

    "Jika sekolah masih terus ditutup, apa jadinya anak-anak kami nanti. Pasar bebas ramai, berkerumun tanpa khawatir terpapar Covid-19. Pantai dan tempat wisata dibuka, tempat hiburan dibuka, pesawat penuh sesak dengan penumpang, mall juga dibuka. Tapi kenapa sekolah ditutup," tanya Vino.

    Kekerasan Meningkat

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kemenkes RI, Fidiansjah mengatakan, banyak anak-anak di Indonesia mengalami kesulitan saat belajar dari rumah selama pandemi Covid-19. Salah satunya disebabkan sulitnya akses internet, atau sarana belajar online yang baik.

    Fidiansjah mengatakan, berdasarkan hasil survei, 31 persen anak di Indonesia tidak memiliki akses atau sarana belajar di rumah.

    “Selama proses belajar masa PSBB ini hanya 68 persen yang punya akses terhadap jaringan, berarti 31 persen tidak mendapatkan sarana tersebut,” Fidiansjah dalam diskusi dari BNPB, Jakarta, Senin (20/7).

    Meski 68 persen sudah memiliki sarana belajar online, menurut Fidiansjah, namun para siswa tersebut diakui masih mengalami masalah seperti jam belajar yang tak terkontrol, hingga sulitnya memahami instruksi dari para guru.

    “Dia harus mengalami proses belajar sendiri, dan itu menimbulkan suatu dampak 37 persen anak tidak bisa mengetahui waktu belajar. Karena tadinya rutin belajar lalu dia harus belajar mandiri. 30 persen anak mengalami kesulitan pelajaran, 21 persen anak tidak memahami instruksi guru,” katanya.

    Dia menyebutkan, pandemi Covid-19 juga membuat angka kekerasan pada anak di Indonesia meningkat. Sedikitnya, kata Fidiansjah, 73 persen anak Indonesia mengalami kekerasan saat berada di rumah selama masa pandemi Covid-19.

    Fidiansjah merinci, 73 persen itu terbagi menjadi dua bentuk kekerasan, yakni 11 persen kekerasan fisik dan 62 kekerasan verbal dari 79,5 juta anak atau 30,1 persen penduduk Indonesia.

    “11 persen anak mengalami kekerasan fisik karena proses belajar mengajar yang tidak lazim dan 62 persen anak mengalami kekerasan verbal. Jadi ini menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja kalau tidak diantisipasi dengan cepat,” katanya.

    Ia menjelaskan, sejumlah dampak psikososial lainnya yang dialami anak-anak selama pandemi Covid-19, yaitu 47 persen bosan tinggal di rumah, 35 persen anak khawatir ketinggalan pelajaran.

    Kemudian, 34 persen anak takut terkena Covid-19, 20 persen merindukan bertemu teman-teman, 15 persen merasa tidak aman, dan 10 persen anak khawatir tentang penghasilan orang tua.

    Di samping itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat per 19 Juli 2020 ada 7.008 kasus (8,1 persen) anak Indonesia sudah terinfeksi Covid-19, 8,6 persen dirawat, 8,3 persen sembuh, 1,6 persen di antaranya meninggal dunia. Ryan Syair