"Selama proses belajar masa PSBB ini, hanya 68 persen yang punya akses terhadap jaringan. Berarti 31 persen lainnya, tidak mendapatkan sarana tersebut"
Padang,
Khazminang.id-- Sebuah pesan berantai, sontak viral di kancah dunia maya
sepanjang Senin (20/7). Postingan yang sebagian besar dibagikan ulang oleh para
orangtua murid itu, antara lain mendesak para pemimpin baik di daerah maupun di
pusat, agar segera mengambil kebijakan untuk kembali membuka sekolah.
"Saya
mewakili wali murid seluruh Indonesia, yang Insya Allah satu
suara. Tolong dengan sangat; buka kembali sekolah untuk anak-anak kami,"
tulis akun facebook milik Vino Restu Prima, yang dikutip Senin
(20/7).
Vino
beralasan, tidak semuanya orangtua murid yang paham dan mengerti
cara belajar online. Selain itu, para orangtua juga tidak selalu
punya uang untuk membeli paket data. Bahkan dengan kebijakan belajar online,
justru diakui tidak membuat anak-anak mengerti dengan materi
pelajaran.
"Yang
ada malah tambah bodoh, malas, tidak disiplin. Bahkan yang lebih
parah, dikhawatirkan akan mempercepat anak-anak Indonesia mengalami
kebutaan dini, karena keseringan mempelototi ponsel," keluh
Vino yang postingannya dibagikan dan dikomentari lebih dari ratusan akun di
group FB Padang Panjang Online itu.
Vino juga
meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembai kebijakan yang sudah
diambil. Di saat aktifitas masyarakat dibatasi dengan dalih ancaman Covid-19,
sementara di sisi lain beratnya beban hidup yang harus
ditanggung, seolah tak dipedulikan.
"Jika
sekolah masih terus ditutup, apa jadinya anak-anak kami nanti. Pasar
bebas ramai, berkerumun tanpa khawatir terpapar Covid-19. Pantai dan
tempat wisata dibuka, tempat hiburan dibuka, pesawat penuh sesak dengan penumpang, mall
juga dibuka. Tapi kenapa sekolah ditutup," tanya Vino.
Kekerasan
Meningkat
Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kemenkes
RI, Fidiansjah mengatakan, banyak anak-anak di Indonesia mengalami
kesulitan saat belajar dari rumah selama pandemi Covid-19. Salah satunya
disebabkan sulitnya akses internet, atau sarana belajar online yang baik.
Fidiansjah mengatakan, berdasarkan
hasil survei, 31 persen anak di Indonesia tidak memiliki akses atau sarana
belajar di rumah.
“Selama
proses belajar masa PSBB ini hanya 68 persen yang punya akses terhadap
jaringan, berarti 31 persen tidak mendapatkan sarana tersebut,” Fidiansjah
dalam diskusi dari BNPB, Jakarta, Senin (20/7).
Meski 68
persen sudah memiliki sarana belajar online, menurut Fidiansjah, namun para
siswa tersebut diakui masih mengalami masalah seperti jam belajar
yang tak terkontrol, hingga sulitnya memahami instruksi dari
para guru.
“Dia harus
mengalami proses belajar sendiri, dan itu menimbulkan suatu dampak 37 persen
anak tidak bisa mengetahui waktu belajar. Karena tadinya rutin belajar lalu dia
harus belajar mandiri. 30 persen anak mengalami kesulitan pelajaran, 21 persen
anak tidak memahami instruksi guru,” katanya.
Dia
menyebutkan, pandemi Covid-19 juga membuat angka kekerasan pada anak di
Indonesia meningkat. Sedikitnya, kata Fidiansjah, 73 persen anak Indonesia
mengalami kekerasan saat berada di rumah selama masa pandemi Covid-19.
Fidiansjah
merinci, 73 persen itu terbagi menjadi dua bentuk kekerasan, yakni 11
persen kekerasan fisik dan 62 kekerasan verbal dari 79,5 juta anak atau 30,1
persen penduduk Indonesia.
“11 persen
anak mengalami kekerasan fisik karena proses belajar mengajar yang tidak lazim
dan 62 persen anak mengalami kekerasan verbal. Jadi ini menggambarkan betapa
tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja kalau tidak diantisipasi
dengan cepat,” katanya.
Ia
menjelaskan, sejumlah dampak psikososial lainnya yang dialami anak-anak selama
pandemi Covid-19, yaitu 47 persen bosan tinggal di rumah, 35 persen anak
khawatir ketinggalan pelajaran.
Kemudian, 34
persen anak takut terkena Covid-19, 20 persen merindukan bertemu teman-teman,
15 persen merasa tidak aman, dan 10 persen anak khawatir tentang penghasilan
orang tua.
Di samping
itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat per 19 Juli 2020 ada
7.008 kasus (8,1 persen) anak Indonesia sudah terinfeksi Covid-19, 8,6 persen
dirawat, 8,3 persen sembuh, 1,6 persen di antaranya meninggal dunia. Ryan Syair