Oleh : Aisyah Khairunnisa (Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Andalas)
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan
satu sama lain. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bagi setiap individu
mengalami konflik interpersonal antar sesama, karena pada dasarnya, konflik
interpersonal lahir dari adanya perilaku yang saling membutuhkan atau saling
bergantung. Salah satu implikasi dari perilaku tersebut adalah bahwa semakin
besar perilaku yang saling membutuhkan atau saling bergantung, maka semakin
besar pula jumlah masalah yang dapat menjadi pusat konflik dan dampak konflik
serta interaksi manajemen konflik pada tiap individu yang bersinggungan.
Maka dari itu, prioritas konflik interpersonal dapat dilihat dari
seberapa pentingnya hubungan Anda dengan individu yang berinteraksi. Konflik
interpersonal yang terjadi dengan teman dekat Anda lebih diutamakan dibandingkan
konflik interpersonal yang terjadi dengan orang asing yang baru saja Anda
kenal.
Konflik tersebut terjadi jika tiap individu yang saling bergantung
mengalami adanya ketidaksesuaian tujuan antara satu sama lain. Contohnya, ketika
teman Anda ingin mengajak Anda untuk pergi liburan keluar kota untuk mencari
suasana baru, sedangkan Anda bersikeras berlibur di dalam kota saja untuk
penghematan biaya. Gagasan teman Anda menganggu solusi penghematan biaya
liburan Anda dan solusi Anda menganggu ajakan liburan teman Anda, sehingga tujuan
Anda dan teman Anda pun tidak komptibel; jika tujuan anda tercapai, maka tujuan
teman anda tidak, begitupun sebaliknya.
Konflik interpersonal melingkupi berbagai masalah. Hal tersebut
dapat berupa keselarasan tujuan yang
harus dicapai, keefektifan alokasi sumber daya seperti uang dan waktu, maupun perilaku yang dianggap pantas dan baik
oleh satu orang sedangkan tidak dengan yang lainnya. Konflik interpersonal
dapat terjadi dalam berbagai bentuk komunikasi. Di era serba teknologi ini,
para mahasiswa acap kali berkomunikasi dengan dosen lewat pesan di aplikasi
whatsapp. Ada diantara mahasiswa tersebut merupakan oknum dari pelaku yang
menyebabkan terjadinya konflik interpersonal diantara dosen dan mahasiswa. Misalnya
tindakan tersebut dapat berupa ketidaksopanan dalam etika komunikasi digital
dengan dosen maupun ketidaksesuaian tujuan dengan dosen bersangkutan.
Konflik interpersonal pun dapat dipengaruhi oleh budaya dan gender.
Konflik dipengaruhi oleh budaya individu dan memiliki keyakinan serta
nilai-nilai mereka tentang konflik dan oleh jenis kelamin mereka. Misalnya
dalam beberapa negara, sangat umum bagi wanita untuk dipandang kurang setara,
oleh beberapa orang Amerika hal tersebut dapat menjadi dasar sebuah konflik
karena mereka melihat konflik dalam hal kemenangan, sedangkan bagi orang Jepang
yang menganggap konflik dan penyelesaiannya dalam hal kompromi hal tersebut
tidak jarang dan tidak mereka anggap sebagai kekerasan.
Lalu, bagaimana cara mengatasi konflik-konflik interpersonal yang
terjadi?. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mengoptimalisasi manajemen
konflik dengan bijak. Seperti
yang diterangkan
dalam buku “The Interpersonal Communication Book” karya Joseph A. DeVito
bahwa satu set langkah untuk manajemen konflik meliputi: mengatur panggung,
mendefinisikan konflik, mengidentifikasi tujuan Anda, mengidentifikasi dan
mengevaluasi pilihan Anda dan bertindak berdasarkan pilihan yang dipilih.
1)
Atur
Panggung. Cobalah untuk menyelesaikannya sebuah masalah dengan keadaan dan
waktu yang tepat. Jika Anda memiliki masalah secara daring, maka cobalah untuk
menyelesaikannya secara offline agar komunikasi dua arah dapat berlangsung
secara optimal.
2)
Pendefinisian
konflik. Dalam mendefinisikan sebuah konflik, perlu adanya pemahaman konflik
dari sudut pandang masing-masing pelaku yang bersangkutan, dan dari sanalah
akan menghasilkan sebuah kesimpulan pendefinisian konflik dari berbagai sudut
pandang, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antar pelaku yang terlibat.
3)
Identifikasi
tujuan. Setelah mendefinisikan sebuah konflik, maka dibutuhkan adanya
pengidentifikasi tujuan, apakah Anda
ingin menguatkan argument Anda atau apakah Anda ingin melihat dari sudut
pandang orang lain dalam menyelesaikan konflik tersebut.
4)
Identifikasi
dan evaluasi pilihan Anda. Dalam berbagai konflik, tentunya tiap individu
memiliki pilihan tentang bagaimana cara menyelesaikan sebuah konflik. Oleh
karena itu, setelah Anda mengusulkan beberapa pilihan penyelesaian, maka
carilah pilihan yang dapat menguntungkan antara satu sama lain, agar tidak ada
pihak yang mengalami kerugian dalam penyelesaian konflik.
5)
Bertindak
berdasarkan pilihan yang dipilih. Operasikanlah pilihan yang dipilih secara
rasional, bukan secara emosional saja.
Dalam komunikasi interpersonal, istilah kesetaraan mengacu pada bagaimana
seseorang dapat membuat permintaan dan menghindari membuat tuntutan. Komunikasi
interpersonal umumnya lebih efektif jika individu mengakui kontribusi orang
lain. Ketika seseorang mengemukakan pendapatnya, maka Anda harus memberikan
respon seperti “saya mengerti” ataupun “saya setuju dengan ide yang anda
berikan”, sehingga dapat memberikan masukan positif kepada lawan bicara Anda,
dan jikalau memiliki perbedaan pemahaman dengan Anda, maka hindarilah
pernyataan “seharusnya” dan diubah menjadi “terimakasih atas pendapatnya, namun
saya memilki opini yang berbeda dengan anda….” Sehingga dengan demikian, Anda
dapat meminimalisir terjadinya konflik antar satu sama lain.
Salah satu aspek terpenting dari manajemen konflik adalah melibatkan
kesadaran bahwa tidak semua konflik itu buruk. Sebaliknya, konflik dapat
menjadi sarana di mana pertumbuhan dan pengetatan hubungan terjadi jika
ditangani dengan benar. Misalnya, ketika dua rekan kerja berbeda pendapat
mengenai proyek tertentu, pertimbangan yang sehat dapat menghasilkan ide-ide
baru dan lebih inovatif. Dalam hal ini, konflik dapat berfungsi sebagai katalis
untuk merangsang kreativitas.
Namun, hasil konflik yang positif memang membutuhkan keterampilan
tertentu. Pertama, kemampuan untuk mendengarkan dengan empati diperlukan. Dengan
mendengarkan dan mencoba memahami kerangka acuan orang lain, pengungkapan
beberapa kesamaan dapat dicapai yang tidak muncul sebelumnya. Kedua, manajemen
konflik yang efektif membutuhkan komunikasi yang jelas dan terbuka. Konflik
biasanya muncul karena kesalahpahaman atau komunikasi yang buruk. Oleh karena
itu, penting untuk mengungkapkan bagaimana perasaan kita atau apa yang kita
pikirkan tanpa ucapan yang menyinggung. Menggunakan "pernyataan saya"
alih-alih "pernyataan Anda" mengurangi sikap defensif dan membuka
jalan untuk dialog yang konstruktif.
Namun, yang sama pentingnya adalah mengakui perasaan kita sendiri
dan mengelola perasaan itu dengan baik. Setiap kali perasaan kita mengambil
alih kendali tindakan kita, keputusan yang dibuat pasti akan didominasi oleh
ketegangan dan stres. Oleh karena itu, jika, setelah mengetahui apakah kita
marah atau frustrasi, akan menjadi strategi yang baik untuk mundur pada saat
itu untuk menenangkan diri.
Di samping itu, menemukan solusi yang saling menguntungkan sangat
penting dalam penyelesaian konflik. Pendekatan kolaboratif dapat membantu semua
pihak merasa didengarkan dan dihargai. Dengan mencari solusi yang memenuhi
kebutuhan kedua belah pihak, kita tidak hanya menyelesaikan masalah yang ada,
tetapi juga memperkuat hubungan yang ada. Kita perlu belajar dari pengalaman
konflik. Setelah konflik teratasi, luangkan waktu untuk merenungkan apa yang
terjadi. Apa yang benar? Apa yang bisa dilakukan dengan lebih baik lain kali?
Pembelajaran dari setiap konflik akan memperkaya keterampilan manajemen konflik
kita dan mempersiapkan kita untuk tantangan berikutnya.
Secara keseluruhan, mengelola konflik interpersonal adalah salah
satu kemampuan paling berharga dalam kehidupan sehari-hari. Jika dilihat dengan
benar, konflik dapat menjadi peluang untuk pertumbuhan dan pemahaman yang lebih
dalam. Jalan ini mencakup mendengarkan empatik, komunikasi langsung, manajemen
emosi, dan pencarian solusi yang saling menguntungkan. Menguasai keterampilan
ini berarti mengatasi tidak hanya konflik tetapi juga meningkatkan dan membuat
hubungan dengan orang-orang di sekitar kita lebih sehat. (*)