×

Iklan


Optimalisasi Manajemen Konflik Interpersonal

29 September 2024 | 11:30:37 WIB Last Updated 2024-09-29T11:30:37+00:00
    Share
iklan
Optimalisasi Manajemen Konflik Interpersonal

Oleh : Aisyah Khairunnisa (Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Andalas)

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan satu sama lain. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bagi setiap individu mengalami konflik interpersonal antar sesama, karena pada dasarnya, konflik interpersonal lahir dari adanya perilaku yang saling membutuhkan atau saling bergantung. Salah satu implikasi dari perilaku tersebut adalah bahwa semakin besar perilaku yang saling membutuhkan atau saling bergantung, maka semakin besar pula jumlah masalah yang dapat menjadi pusat konflik dan dampak konflik serta interaksi manajemen konflik pada tiap individu yang bersinggungan.

Maka dari itu, prioritas konflik interpersonal dapat dilihat dari seberapa pentingnya hubungan Anda dengan individu yang berinteraksi. Konflik interpersonal yang terjadi dengan teman dekat Anda lebih diutamakan dibandingkan konflik interpersonal yang terjadi dengan orang asing yang baru saja Anda kenal.

    Konflik tersebut terjadi jika tiap individu yang saling bergantung mengalami adanya ketidaksesuaian tujuan antara satu sama lain. Contohnya, ketika teman Anda ingin mengajak Anda untuk pergi liburan keluar kota untuk mencari suasana baru, sedangkan Anda bersikeras berlibur di dalam kota saja untuk penghematan biaya. Gagasan teman Anda menganggu solusi penghematan biaya liburan Anda dan solusi Anda menganggu ajakan liburan teman Anda, sehingga tujuan Anda dan teman Anda pun tidak komptibel; jika tujuan anda tercapai, maka tujuan teman anda tidak, begitupun sebaliknya.

    Konflik interpersonal melingkupi berbagai masalah. Hal tersebut dapat berupa  keselarasan tujuan yang harus dicapai, keefektifan alokasi sumber daya seperti uang dan waktu,  maupun perilaku yang dianggap pantas dan baik oleh satu orang sedangkan tidak dengan yang lainnya. Konflik interpersonal dapat terjadi dalam berbagai bentuk komunikasi. Di era serba teknologi ini, para mahasiswa acap kali berkomunikasi dengan dosen lewat pesan di aplikasi whatsapp. Ada diantara mahasiswa tersebut merupakan oknum dari pelaku yang menyebabkan terjadinya konflik interpersonal diantara dosen dan mahasiswa. Misalnya tindakan tersebut dapat berupa ketidaksopanan dalam etika komunikasi digital dengan dosen maupun ketidaksesuaian tujuan dengan dosen bersangkutan.

    Konflik interpersonal pun dapat dipengaruhi oleh budaya dan gender. Konflik dipengaruhi oleh budaya individu dan memiliki keyakinan serta nilai-nilai mereka tentang konflik dan oleh jenis kelamin mereka. Misalnya dalam beberapa negara, sangat umum bagi wanita untuk dipandang kurang setara, oleh beberapa orang Amerika hal tersebut dapat menjadi dasar sebuah konflik karena mereka melihat konflik dalam hal kemenangan, sedangkan bagi orang Jepang yang menganggap konflik dan penyelesaiannya dalam hal kompromi hal tersebut tidak jarang dan tidak mereka anggap sebagai kekerasan.

    Lalu, bagaimana cara mengatasi konflik-konflik interpersonal yang terjadi?. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mengoptimalisasi manajemen konflik dengan bijak. Seperti yang diterangkan dalam buku “The Interpersonal Communication Book” karya Joseph A. DeVito bahwa satu set langkah untuk manajemen konflik meliputi: mengatur panggung, mendefinisikan konflik, mengidentifikasi tujuan Anda, mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan Anda dan bertindak berdasarkan pilihan yang dipilih.

    1)                  Atur Panggung. Cobalah untuk menyelesaikannya sebuah masalah dengan keadaan dan waktu yang tepat. Jika Anda memiliki masalah secara daring, maka cobalah untuk menyelesaikannya secara offline agar komunikasi dua arah dapat berlangsung secara optimal.

    2)                  Pendefinisian konflik. Dalam mendefinisikan sebuah konflik, perlu adanya pemahaman konflik dari sudut pandang masing-masing pelaku yang bersangkutan, dan dari sanalah akan menghasilkan sebuah kesimpulan pendefinisian konflik dari berbagai sudut pandang, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antar pelaku yang terlibat.

    3)                  Identifikasi tujuan. Setelah mendefinisikan sebuah konflik, maka dibutuhkan adanya pengidentifikasi tujuan,  apakah Anda ingin menguatkan argument Anda atau apakah Anda ingin melihat dari sudut pandang orang lain dalam menyelesaikan konflik tersebut.

    4)                  Identifikasi dan evaluasi pilihan Anda. Dalam berbagai konflik, tentunya tiap individu memiliki pilihan tentang bagaimana cara menyelesaikan sebuah konflik. Oleh karena itu, setelah Anda mengusulkan beberapa pilihan penyelesaian, maka carilah pilihan yang dapat menguntungkan antara satu sama lain, agar tidak ada pihak yang mengalami kerugian dalam penyelesaian konflik.

    5)                  Bertindak berdasarkan pilihan yang dipilih. Operasikanlah pilihan yang dipilih secara rasional, bukan secara emosional saja.

    Dalam komunikasi interpersonal, istilah kesetaraan mengacu pada bagaimana seseorang dapat membuat permintaan dan menghindari membuat tuntutan. Komunikasi interpersonal umumnya lebih efektif jika individu mengakui kontribusi orang lain. Ketika seseorang mengemukakan pendapatnya, maka Anda harus memberikan respon seperti “saya mengerti” ataupun “saya setuju dengan ide yang anda berikan”, sehingga dapat memberikan masukan positif kepada lawan bicara Anda, dan jikalau memiliki perbedaan pemahaman dengan Anda, maka hindarilah pernyataan “seharusnya” dan diubah menjadi “terimakasih atas pendapatnya, namun saya memilki opini yang berbeda dengan anda….” Sehingga dengan demikian, Anda dapat meminimalisir terjadinya konflik antar satu sama lain.

    Salah satu aspek terpenting dari manajemen konflik adalah melibatkan kesadaran bahwa tidak semua konflik itu buruk. Sebaliknya, konflik dapat menjadi sarana di mana pertumbuhan dan pengetatan hubungan terjadi jika ditangani dengan benar. Misalnya, ketika dua rekan kerja berbeda pendapat mengenai proyek tertentu, pertimbangan yang sehat dapat menghasilkan ide-ide baru dan lebih inovatif. Dalam hal ini, konflik dapat berfungsi sebagai katalis untuk merangsang kreativitas.

    Namun, hasil konflik yang positif memang membutuhkan keterampilan tertentu. Pertama, kemampuan untuk mendengarkan dengan empati diperlukan. Dengan mendengarkan dan mencoba memahami kerangka acuan orang lain, pengungkapan beberapa kesamaan dapat dicapai yang tidak muncul sebelumnya. Kedua, manajemen konflik yang efektif membutuhkan komunikasi yang jelas dan terbuka. Konflik biasanya muncul karena kesalahpahaman atau komunikasi yang buruk. Oleh karena itu, penting untuk mengungkapkan bagaimana perasaan kita atau apa yang kita pikirkan tanpa ucapan yang menyinggung. Menggunakan "pernyataan saya" alih-alih "pernyataan Anda" mengurangi sikap defensif dan membuka jalan untuk dialog yang konstruktif.

    Namun, yang sama pentingnya adalah mengakui perasaan kita sendiri dan mengelola perasaan itu dengan baik. Setiap kali perasaan kita mengambil alih kendali tindakan kita, keputusan yang dibuat pasti akan didominasi oleh ketegangan dan stres. Oleh karena itu, jika, setelah mengetahui apakah kita marah atau frustrasi, akan menjadi strategi yang baik untuk mundur pada saat itu untuk menenangkan diri.

    Di samping itu, menemukan solusi yang saling menguntungkan sangat penting dalam penyelesaian konflik. Pendekatan kolaboratif dapat membantu semua pihak merasa didengarkan dan dihargai. Dengan mencari solusi yang memenuhi kebutuhan kedua belah pihak, kita tidak hanya menyelesaikan masalah yang ada, tetapi juga memperkuat hubungan yang ada. Kita perlu belajar dari pengalaman konflik. Setelah konflik teratasi, luangkan waktu untuk merenungkan apa yang terjadi. Apa yang benar? Apa yang bisa dilakukan dengan lebih baik lain kali? Pembelajaran dari setiap konflik akan memperkaya keterampilan manajemen konflik kita dan mempersiapkan kita untuk tantangan berikutnya.

    Secara keseluruhan, mengelola konflik interpersonal adalah salah satu kemampuan paling berharga dalam kehidupan sehari-hari. Jika dilihat dengan benar, konflik dapat menjadi peluang untuk pertumbuhan dan pemahaman yang lebih dalam. Jalan ini mencakup mendengarkan empatik, komunikasi langsung, manajemen emosi, dan pencarian solusi yang saling menguntungkan. Menguasai keterampilan ini berarti mengatasi tidak hanya konflik tetapi juga meningkatkan dan membuat hubungan dengan orang-orang di sekitar kita lebih sehat. (*)