×

Iklan


OPINI

26 Oktober 2020 | 22:40:51 WIB Last Updated 2020-10-26T22:40:51+00:00
    Share
iklan
OPINI
Dr. Ferry Lismanto Syaiful, S.Pt, MP

GENJOT PRODUKTIVITAS KERBAU PENGHASIL DADIH

MELALUI PROGRAM DETEKSI KEBUNTINGAN DINI

Oleh : Dr. Ferry Lismanto Syaiful, S.Pt, MP*

     

     

    Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia yang berkontribusi dalam penyediaan kebutuhan protein hewani bagi manusia. Di Sumatera Barat, keberadaan ternak kerbau mempunyai nilai ekonomi yang penting, karena selain bantuan tenaganya untuk pengolahan sawah, daging dan susu kerbau merupakan penyedia sumber protein hewani (daging dan susu).

    Disamping itu, kerbau juga memiliki keunggulan dan daya adaptasi yang lebih baik dari sapi. Kerbau memiliki keunggulan yaitu dapat bertahan hidup dengan pakan yang berkualitas rendah dan toleran terhadap penyakit atau parasit, daya adaptasi tinggi dan produktivitas tinggi.

    Disisi lain, peternak di Sumbar biasa memerah susu kerbau yang diolah menjadi dadih. Dadih merupakan susu olahan/fermentasi menggunakan tabung bambu. Disamping itu, dadih merupakan salah satu makanan tradisional khas Sumbar yang kaya gizi dan sangat digemari oleh masyarakat Sumbar dan perantau Minang. Data menunjukkan sumbangan protein susu kerbau di Sumbar jauh lebih besar dari sumbangan protein yang berasal dari susu sapi yaitu sekitar 4.100 liter/hari, yang sumbangan protein hewani setara dengan kebutuhan sekitar 19.625 orang per hari, merupakan suatu nilai yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakat.

    Namun saat ini populasi kerbau mengalami penurunan yang tajam dan memprihatinkan. Dari data BPS, (2020) menunjukkan bahwa populasi ternak kerbau Indonesia tahun 2009 sebesar 1.932.927 ekor sedangkan tahun 2019 sebesar 1.141.298 ekor. Populasi tenak kerbau di Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 791.629 ekor. Sedangkan di Sumatera Barat, populasi ternak kerbau tahun 2009 sebesar 202 997 ekor dan tahun 2019 sebanyak 84.289 ekor. Selama 10 tahun terakhir populasi ternak kerbau di Sumatera Barat terjadi penurunan sebesar118708 ekor. Sedangkan di Sijunjung, Sumbar merupakan salah satu populasi kerbau terbesar di Sumbar selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 12,2%.

    Mengingat beragam manfaat yang dihasilkan dari kerbau ini. Melihat kondisi ini dikuatirkan populasi kerbau akan terancam punah. Untuk itu perlu upaya optimalisasi peningkatan produktivitas kerbau dalam rangka pengembangan ternak kerbau ini.

    Usaha-usaha untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak kerbau di tempuh melalui penyediaan bibit ternak dengan mutu genetis baik, meningkatkan kelahiran, menekan kematian dan meningkatkan produktivitas ternak. Untuk meningkatkan populasi dan produktivitas kerbau perlu diupayakan melalui penerapan bioteknologi ternak diantaranya bioteknologi kebuntingan dini.

    Deteksi kebuntingan merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan setelah ternak dikawinkan. Deteksi kebuntingan yang lebih dini akan lebih cepat memberikan informasi tentang keberhasilan perkawinan sehingga dapat segera dilakukan evaluasi kegagalan. Evaluasi kebuntingan yang lebih cepat dapat meningkatkan efisiensi reproduksi ternak. Namun, upaya ini membutuhkan deteksi kebuntingan yang mempunyai akurasi tinggi, mudah digunakan, murah dan tidak berbahaya bagi ternak.        

    Disisi lain Prof. Komang (Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga) menuturkan bahwa deteksi kebuntingan dini diperlukan setelah perkawinan untuk identifikasi lebih awal dari ternak yang tidak bunting, sehingga kehilangan waktu produksi sebagai akibat kemajiran ternak dapat dikurangi.

    Selanjutnya beliau menuturkan bahwa upaya ini dapat dilakukan dalam memperbaiki sistem peternakan di Indonesia, khususnya dilakukan untuk mencapai target selang kelahiran 12 bulan, adalah dengan cara mengetahui adanya kebuntingan secara dini kepada ternak setelah perkawinan.

    Penerapan program deteksi kebuntingan dini kerbau merupakan salah satu program yang mendukung Program Sikomandan (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri) yang diluncurkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo awal 2020 lalu. Selanjutnya Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang dilansir dari Republika.co.id 16 Juli 2020 mengemukakan bahwa program Sikomandan diharapkan dapat mendorong pembangunan peternakan nasional dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Sisi lain, deteksi kebuntingan dini juga diperlukan dalam hal mengindentifikasi ternak yang tidak bunting segera setelah perkawinan atau Inseminasi Buatan (IB), sehingga waktu produksi yang hilang karena infertilitas dapat ditekan dengan penanganan yang tepat seperti ternak harus dijual atau di culling (di potong). Hal ini bertujuan untuk menekan biaya pada breeding program dan membantu manajemen ternak secara ekonomis.

    Pemilihan metode tergantung pada spesies, umur kebuntingan, biaya, ketepatan dan kecepatan diagnosa. Tujuan dari metode pemeriksaan kebuntingan adalah untuk menentukan status kebuntingan dengan ketepatan 100 %, menentukan kebuntingan sedini mungkin, menentukan usia kebuntingan, menentukan kemampuan keberlangsungan kebuntingan dan menentukan jenis kelamin fetus dan bisa berhasil dalam waktu singkat.

    Selama ini untuk mengetahui kebuntingan serta umur kebuntingan pada sapi adalah dengan metode palpasi rektal. Namun metode ini sulit dilakukan bagi para pemula, dan palpasi rektal paling cepat 2-3 bulan setelah IB. Jikalau kurang dari dua bulan sulit mendeteksi kebuntingannya.

    Saat ini, salah satu teknologi baru yang dapat mendeteksi kebuntingan ternak secara dini yang dikenal dengan kit deteksi kebuntingan. Alat ini dapat mendeteksi kebuntingan ternak mulai 2-3 minggu. Penggunaan test kit sebenarnya cukup mudah hanya menggunakan urine ternak dan hasil kebuntingan ternak dapat diperoleh hanya dalam 1-2 menit. Tak kalah hebatnya test kit kebuntingan ini dapat mendeteksi kerbau dalam jumlah banyak/massal.

    Adanya test kit ini tentunya memberikan peluang untuk mengetahui kerbau bunting pada usia kebuntingan dini. Penerapan bioteknologi deteksi kebuntingan dini dapat meningkatkan produktivitas kerbau penghasil dadih yang unggul dan dapat di produksi secara massal, cepat dan murah dalam mewujudkan swasembada daging di Sumatera Barat. (*Dosen Universitas Andalas)