H. Nukaddis Nasher, SE, MM |
Padang, Khazanah—Sebagai Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI Dapil I Sumbar H. Nukaddis Nasher, SE, MM, caleg nomor urut 1 dari Partai Ummat agaknya tak sekedar menawarkan “mimpi”. Dengan latar belakang sebagai seorang peneliti dan pemerhati masalah pertanian, putra asli daerah Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya kelahiran 18 Oktober 1963 ini justru mengusung perubahan terhadap nasib petani.
Kepada wartawan media ini, Rabu 4 Oktober 2023, pria yang juga dikenal sebagai Ketua Umum DPP Perhimpunan Keluarga Minang (PKM) Jawa Barat ini menegaskan bahwa ia punya obsesi membudayakan masyarakat Indonesia bertani.
Menurut suami dari Reni Anggaraini SE yang merupakan putra asli Nagari Sulit Air, Kabupaten Solok ini, bertani adalah sebuah budaya yang pada gilirannya melahirkan suatu peradaban.
Ia mengatakan, menjadi petani tidak sekedar pergi ke sawah pagi hari, pulang dengan hasil panen minim, dan terjerat dalam lingkar setan kemiskinan.
“Bertani lebih dari itu, yaitu proses menghormati Tuhan dengan mengolah alam sesuai dengan nilai yang dianut. Petani tidak lagi dimaknai sebagai sebuah pekerjaan semata, melainkan sebagai suatu identitas diri, masyarakat dan bangsa,” ujar Ketua Alumni Universitas Islam Nusantara (UNINUS), Bandung, Jawa Barat ini.
Nukaddis Nasher tak menampik, dari awal sejak zaman nenek moyang menjadi petani memang bukan didesain untuk komersialisasi, melainkan subsisten bagaimana memanfaatkan kekayaan alam sesuai dengan porsi dan jatahnya.
Jadi, kata ayah dari 4 orang anak ini, tidak mengherankan jika kemudian petani hari ini memiliki praktek bertani yang sudah dijalankan secara turun temurun.
“Pewarisan pengetahuan adalah proses panjang yang terjadi karena sejak kecil pemuda sudah diikutsertakan orang tuanya dalam bertani. Tidak jarang, praktek bertani yang ada menurut para peneliti tidak sesuai dan harus diganti. Sayangnya petani akan lebih mempercayai praktek yang sudah mengakar, sehingga petani dinilai sebagai kelompok masyarakat yang anti perubahan. Terlihat bahwa grand design bertani bukanlah untuk mencari untung, tetapi untuk menyelaraskan diri dengan alam,” kata Nukaddis Nasher mengutip kajian Borec et al dan Kerbler.
CEO PT. Green Global Solution ini menyebut, bersama berjalannya waktu, terutama ketika komoditas pertanian diperdagangkan, seperti rempah, teh, kakao, hingga sawit yang dinilai sebagai komoditas penting dalam perdagangan internasional, pemerintah seolah berlomba untuk menginstruksikan petaninya menanam komoditas yang laku di pasar. Konsekuensinya, petani dipaksa untuk menggunakan bibit dan pupuk yang dipercaya bisa meningkatkan hasil panen. Akibatnya, praktek bertani yang sudah bertahun-tahun ada, padam dan menghilang.
Tanpa sadar kata Nukaddis realita itu justeru meninggalkan luka yang mendalam hingga hari ini. Mulai dari hilangnya varietas lokal, penanaman komoditas secara serempak, hingga penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan.
“Akibatnya posisi petanipun semakin berada di lapisan bawah. Kondisi demikian yang kemudian menjadikan pemuda semakin menjauh dari sektor pertanian. Kementan pada tahun 2020 bahkan menyebutkan presentase tenaga kerja pertanian terhadap total tenaga kerja hanyalah 22,5% dimana petani yang berumur 60+ sebanyak 7,38 juta. Menjadi petani dari yang awalnya harga diri dan identitas berubah menjadi pekerjaan yang paling dihindari,” ujar Nukaddis.
Menurut dia, menindaklanjuti kondisi yang semakin kacau tersebut, sebagai Caleg DPR RI Dapil I Sumbar yang terdiri dari Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Solok, Tanah Datar, Sijunjung dan Dharmasraya ia sengaja mengusung konsep agribisnis untuk memperbaiki kehidupan petani dan meningkatkan lagi citra sektor pertanian.
”Melalui konsep agribisnis menuntut petani untuk menjadi pengambil keputusan mulai dari hulu hingga hilir,” ujarnya. (Febriansyah Fahlevi)