×

Iklan

POLEMIK TANAH BANCAH LAWEH
Ninik Mamak: Sadis dan Kejam, Lahan Kami Dirampas!

02 November 2021 | 18:41:36 WIB Last Updated 2021-11-02T18:41:36+00:00
    Share
iklan
Ninik Mamak: Sadis dan Kejam, Lahan Kami Dirampas!
Bunyi pernyataan Anak Nagari Gunuang yang menolak penonaktifan Ketua KAN A. Dt. Simarajo dan Sekretaris KAN A. Dt. Lelo Anso di kantor KAN setempat

Padang Panjang, Khazminang.id-- Setelah polemik masalah tapal batas yang penandatanganan batas wilayahnya tanpa melibatkan ninik mamak dan DPRD yang sampai saat ini belum ada kejelasannya, saat ini timbul lagi masalah baru yang dilakukan oleh Pemko.

Kali ini, proses pelaksanaan pembangunan di kawasan Bancah Laweh, Kelurahan Koto Panjang, Kecamatan Padang Panjang Timur, Kota Padang Panjang ditengarai menimbulkan berbagai masalah baru. Selain tumpang tindih kepemilikan lahan antara masyarakat, kaum Koto nan Baranam, Kenagarian Gunuang Kota Padang Panjang dengan Pemko Padang Panjang.

Dalam permasalahan itu, disebut-sebut juga turut andil ada oknum ninik mamak mengklaim terhadap 6 hektar lahan milik masyarakat Kenagarian Gunuang di kawasan itu, sehinga tercipta sertifikat tanah atas nama Pemko yang terbit tanggal 23 September 2021.

    "Sertifikat tanah itu, ditandatangani oleh Encip (Lurah Koto Panjang), Soni Budaya Putra (Sekda) dan Maiharman (Kadis Pariwisata dan Pemuda) yang sama sekali tak ada pengumuman lebih dulu dari BPN, baik di Kelurahan, Kantor Camat, maupun di BPN sendiri, seperti layaknya masyarakat mengurus sertifikat tanah," ujar Ketua KAN Gunuang, Yurnalisman Syam Dt Simarajo melalui Pengurus KAN Bidang Tanah Ulayat, Sy Datuak Labiah kepada Khazminang.id, Selasa (2/10).

    Menurutnya, permasalahan lahan di kawasan Bancah Laweh itu,  tidak akan terjadi jika Pemko Padang Panjang benar-benar hanya mengelola lahan yang diberi wewenang dalam pengelolaan, bukan pengalihan hak atas tanah itu.

    Sementara Ninik Mamak Kaum nan Baranam, Nusyir Dt Mulia mengatakan, pihaknya hanya memberikan hak pengelolaan kepada Pemko Padang Panjang untuk kepentingan masyarakat banyak, bukan untuk pengalihan hak atas tanah tersebut. Sebab, tanah tersebut merupakan tanah kaumnya.

    "Ironisnya, di atas lahan milik masyarakat Kenagarian Gunuang, sengaja didirikan plang atas nama Pemko Padang Panjang  karena lahan yang disertifikatkan oleh Pemko itu, banyak menyalahi aturan, diduga erat ada oknum-oknum tertentu, yang kini menjadi persoalan serius bagi kami sebagai pemilik tanah yang kini dipermasahkan oleh Paga Anak Nagari Gunuang," bebernya.

    "Di saat tanah kaum dicaplok Pemko, malah ada ninik mamak yang 'pasang badan' jika masalah tanah itu diusik atau disomasi oleh ninik mamak pada Pemko. Ini kan aneh dan sangat memalukan kaum," tutur Dt Labiah.

    Menurutnya, tanah ulayat secara kekuasaan persekutuan/masyarakat hukum adat atas tanah adalah komunal/bersama sehingga perpindahan hak milik adat atas tanah tersebut kepada orang lain tidak diperbolehkan.

    "Sesuai pepatah Minang, 'harto pusako tinggi kaum dijua indak dimakan bali, digadai indak dimakan sando', kecuali dalam hal menggadai, ada 4 syarat, pertama gadih gadang indak balaki. Kedua, rumah gadang katirisan, maik (mayat) tabujua di ateh rumah, dan mambangkik batang tarandam. Dalam hal ini, Pemko semena-mena saja," sambung dia.

    Lebih lanjut dikatakan, lebih tragis lagi, Pemko Padang Panjang  dengan gaya ‘bar-bar’ melakukan pembersihan galian parit di atas tanah masyarakat Kaum Koto Baranam dengan klaim sepihak menyatakan lahan tersebut merupakan milik Pemko yang telah disertifikatkan yang alas haknya tak jelas.

    "Sebagai ninik mamak Nagari Gunuang, bagian tanah ulayat di sini sangat banyak anehnya. Di surat ukur luasnya 61.600 meter persegi tapi di sertifikat 40.000 meter persegi alias 4 hektar. Sadis dan kejam, lahan kami dirampas," terang Dt Labiah yang dibenarkan Maninjun sebagai Parik Paga Nagari.

    Menurut Dt Labiah, sebagaimana kejadian beberapa hari lalu, pihaknya sempat melarang bahkan mengusir petugas dari Pemko Padang Panjang dan melayangkan surat pada Wali Kota melalui Sekda yang melakukan pekerjaan di atas tanah ulayat Gunuang.

    "Saya meminta kepada Wali Kota, Sekda dan Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang mengawas pekerja yang ada di sana, agar menghentikan operasi galian parit di atas lahan milik keluarga kami," ujar Dt Mulia yang biasa dipanggil Anduang itu.

    Dikatakan, lahan yang akan digunakan untuk kawasan Pacu Kuda di Bancah Laweh itu merupakan tanah ulayat Kenagarian Gunuang, tanah kaumnya Koto nan Baranam yang sudah jelas peruntukannya bagi anak kemanakan. Perlu diketahui, kata dia, bahwa kawasan Bancah Laweh itu untuk anak-kemanakan luasnya sekitar 6 hektar.

    "Intisari dari hukum adat yang tersimpul dalam hak ulayat adalah bahwa hak ulayat itu harus dipergunakan untuk kepentingan masyarakat yang mendukungnya dan sekali-sekali bukanlah untuk kepentingan perseorangan. Pada prinsipnya hak ulayat tidak mungkin menghambat pembangunan, tetapi justru harus dipergunakan untuk pembangunan," bebernya.

    Hal senada juga disampaikan Muhd Ujang Alinun Dt Muda. Menurutnya, keserakahan oknum-oknum di pihak Pemko Padang Panjang jelas terlihat dari penguasaan lahan di kawasan Bancah Laweh, bahwa yang diplot itu pada umumnya milik masyarakat kaum Koto nan Baranam, Kenagarian Gunuang.

    Ketika ditanya terkait Pemko Padang Panjang yang mengklaim telah melakukan ganti rugi atau telah membeli hingga 6 hektar tanah tersebut, menurut Dt Labiah hal itu perlu dibuktikan keabsahannya.

    "Jika benar Pemko Padang Panjang telah melakukan ganti rugi terhadap lahan atas nama tanah kaum Koto nan Baranam, di mana lahan yang diganti rugi itu, harus jelas, jangan asal klaim sehingga bisa merugikan masyarakat," ujar Ivan.

    Sekarang, kata dia, surat pertama KAN Gunuang yang sah memasuki babak baru. Awal perjuangan ke kantor ATR/BPN Padang Panjang.

    "Itu perihal somasi dan dari kaum Koto nan Baranam atas gugatan terhadap ninik mamak yang jadi oknum dan akan menyusul babak kedua. Surat KAN Gunuang akan dikirimkan ke PTUN. Saya sendiri yang akan menandatangani kedua suratnya karena, itu perintah Undang-undang," sambung dia.

    "Dengan lahirnya surat perlawananan ini dari KAN Gunuang, maka mulai hari ini dan seterusnya saya sebagai Ketua KAN Gunuang yang sah tidak bertanggungjawab dan mengakui surat-surat yang dibuat dan ditandatangani Plt KAN Gunuang bentukan angku MH Dt Majo Dirajo yang beredar di manapun juga, baik instansi pemerintah maupun swasta di wilayah hukum Republik Indonesia," pungkasnya. (Paul Hendri)