Museum Bela Negara yang megah tapi perlu akses jalan yang lebih memadai |
PENGANTAR – Dua pekan lalu satu tim gabungan dari Badan Kesbangpol dan DHD-BPK 45 Sumbar meninjuau Monumen dan Museum Bela Negara di Koto Tinggi Kabupaten Limapuluh Kota. Banyak hal yang perlu diperbaiki dan dikerjakan oleh Pemprov Sumbar agar kawasan perjuangan yang ditaja untuk jadi destinasi wisata sejarah itu. Berikut laporan ulasan tim tersebut yang ditulis oleh HZ. Datuk Bagindo Kali untuk Harian Khazanah dan khazminang.id :
***
“Jarak perjalanan 30 Km Kototinggi-Bukittinggi lewat Pagadis selama 4 jam, sama saja lamanya dengan jarak tempuh 90 Km antara Kototinggi - Bukittinggi yang juga 4 jam,” kata Adi Dharma.
Rombongan setuju, karena jalur ini menarik untuk menapaktilasi jalur gerilya Kolonel Hidayat ketika menjadi Panglima Tentara Teritorium Sumatera (PTTS) berjalan kaki membahas Menteri Keamanan PDRI Mr St Moh Rasjid yang bermarkas di Kototinggi setelah menghadiri Rapat Pembentukan Kabinet PDRI pada penghujung Tahun 1949.
Tim terpadu yang terdiri dari Wakil Ketua DHD-BPK 45 Sumbar Kolonel (Purn) Suherman, Wakil Ketua Dewan Paripurna DHD, Azmal Zein, Sekretaris Dewan Paripurna DHD HZ Dt. Bagindo Kali, anggota Dewan Paripurna DHD Sudarman Chatib Dt.Barbangsao (putra Pahlawan Situjuh Chatib Soelaiman), Kabid Organisasi DHD Khairil Anwar Dt Mulia, Hendri dan Bagindo Rio dari DHC BPK 45 Padang Pariaman dan Adi Darma Dt Pamuncak , Kabid di Badan Kesbangpol Sumbar.
Tim Terpadu memutuskan lewat jalur gerilya itu yang bermaksud ingin membandingkan kondisi jalan di masa revolusi, kini setelah 74 tahun PDRI dan gagasan ingin menjadikan jalan negara dalam 5 tahun ke depan.
Di masa revolusi, mengawali ekspedisi jalan kaki 1.500 Km menuju Aceh di Utara; setelah pamit dari rapat perdana PDRI di Rumah Jabatan Gubernur Sumatera di Parak Kopi Bukittinggi, Kolonel Hidayat didampingi Letkol Ahmad Tahir dan Kapten lslam Salim disambut dan mengadakan pertemuan dengan rombongan Mr Moh Nasrun di Bonjol.
Mungkin karena ada sesuatu yang teringat atau diingatkan Hidayat, pada waktu kecilnya ia berbalik menuju Kototinggi untuk bertemu Pak Rasjid. Dugaan kuat, jalur Palupuh-Kototinggi ini lah yang dipilih, karena Nagari Pagadis yang selalu menjadi buah bibir berada di jalur ini.
Ketika kami menelusuri jalan itu, kami Saksikan Pagadis tidak terisolir lagi, sudah berada di kelas jalan provinsi. Jalur ini sejauh 16 Km. 10 Km dari Palupuah seperti jalan provinsi yang sangat terawat. 6 Km mendekati ke Kototinggi barulah seperti jalan provinsi yang tidak terawat. 2 Km terakhir menuju Jorong Puar Datar Nagari Kototinggi memotret semakin jelek.
Sebelum kami berangkat pukul 13.30 dari Puar Datar sudah diingatkan oleh St Palindih soal kondisi jalan ini. “Kami di Kabupate Limapuluh Kota malu sekali, di daerah kami, rute gerilya ini sekarang hanya pantas dilalui kendaraan double gardan,” kata St Palindih yang menjadi pemandu kami.
Namun Tim Terpadu dengan dua buah kendaraan single gardan sudah sepakat bulat menuju jalur itu. Jaminannya adalah bahwa Adi Dharma menyatakan sudah sering lewat di sana dengan mobil dinasnya.
Jalannya memang jelek karena tidak terawat. Jalan kerasan yang sering dilalui kendaraan bak terbuka pangangkut hasil pertanian menjadi parah sekali bila hujan. Terbukti; sekitar 2 Km perjalanan kami terjebak di bengkolan terjal. Minibus kami terpeleset, semakin di bensin semakin mundur. Tiga penumpangnya Turun untuk mengemudi, tiga orang lagi tidak boleh turun karena uzur.
Semua penumpang mobil Tim lainnya bantu mengemudi, masih gagal. Semua pengendara motor yang berpapasan sukarala membantu. Terakhir rombongan aiswa SMP berseragam ikut membantu secara sukarela. Diperkirakan 20 orang berkali-kali mengemudikan barulah lepas.
Konon hanya satu bengkolan terjal itu yang paling parah. Selain itu walaupun jalannya masih sangat jelek, mobil kami melaju karena takut hujan dan licin. Baru 10 menit bergerak; hujan lagi. Hanya doa dan zikir yang kami panjatkan untuk meminta keselamatan perjalanan selanjutnya.
Kondisi jalan provinsi yang kami lewati semakin lama semakin mulus. Pada simpang tiga pertemuan jalan provinsi dengan jalan negara di Palupuah nyaris tidak kentara. Sayang pengemudi kami lupa mencantumkan spedometernya yang berakibat tidak mencatat titik penting untuk menghitung jarak dengan perbandingan kualitas jalan.
Pokoknya 16 Km ditempuh dalam 3 jam termasuk 1 jam di bengkolan kritis tadi. Belasan Km jalur lintas Sumatera tengah antara Palupuah - Bukittinggi ditempuh 1 jam karena berkendara berliku di kaki perbukitan yang terkenal sebagai jalur mabuk.
Kenapa.jalur Palupuh - Kototinggi lewat Nagari Pagadis sangat terengah-engah dikenal setelah 74 tahun PDRI? Karena jalur inilah yang dipergunakan oleh Kolonel Hidayat untuk menyematkan jabatan Gubernur Militer Sumatera Barat dan Tengah kepada Residen Sumbar St Moh Rasjid yang telah 10 hari memangku jabatan Menteri Keamanan PDRI.
Selanjutnya mulai 1 Januari 1949 dibentuk Pemerintahan Militer di 8 Kabupaten, Wedana Militer dan Camat Militer, di puncaknya dibentuk Waliparang sebagai pemimpin terdepan memimpin rakyat dalam perjuangan yang dikenal perjuangan semesta dalam bentuk gerilya (Pengalaman bersama rakyat itu yang mengilhami Jenderal Besar AH Nasuition menulis berjulid buku tentang Gerilya).
Kunjungan Panglima Tentara Teritorium Sumatera Kolonel Hidayat didampingi Letkol Ahmad Tahir dan Kapten Islam Salim ke Kototinggi membawa misi terengah-engah melalui Palupuah-Pagadis Kototinggi ini perlu diabadikan menjadi akses penting menuju Monumen Belanegara di Kototinggi dari arah utara.
Lalu apa yang bisa kami simpulkan dari kunjungan tim Dewan Harian Daerah Badan Pembudayaan Kejuangan 45 (DHD-BPK 45) Sumbar ke Koto Tinggi ini? klik di sini: Museum dan Monumen Bela Negara yang Menunggu Pengunjung