Scroll untuk baca artikel
Banner Harian Khazanah
BeritaEkonomiHeadline

Mereka Seribu Triliun, Kami Biarlah Seribu Rupiah Saja; “Yang Penting Berkah”

×

Mereka Seribu Triliun, Kami Biarlah Seribu Rupiah Saja; “Yang Penting Berkah”

Sebarkan artikel ini
ANDI "Mak Itam" Gonzales, pedagang BBM eceran saat ditemui di warungnya di kawasan Simpang Tiga Bandar Buat di Jl. Indarung, Selasa (11/3). RYN
ANDI "Mak Itam" Gonzales, pedagang BBM eceran saat ditemui di warungnya di kawasan Simpang Tiga Bandar Buat di Jl. Indarung, Selasa (11/3). RYN

Padang, Khazminang.id– Seolah tak terpengaruh dengan isu nasional terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT. Pertamina yang ditaksir menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1.000 triliun, pedagang BBM eceran “kaki lima” tetap semangat meraih pundi-pundi rezeki.

“Ngeri, sebenar ngeri. Entah seperti apalah bentuknya uang sebanyak itu. Tapi bagi kami yang pejuang receh ini, apa benarlah. Jika mereka mungkin bisa dapatkan seribu, bahkan sejuta triliun dari hasil korupsi, bagi kami biarlah seribu rupiah saja, yang penting jujur, berkah dan halal,” kata Andi “Mak Itam” Gonzales, seorang pedagang BBM ketengan di bilangan jalan raya Bandar Buat-Indarung, Selasa (11/3) malam.

Iklan
Scroll Untuk Baca Artikel

Mak Itam mengatakan, kasus dugaan korupsi PT. Pertamina dengan jumlah kerugian negara yang sangat fantastis, memang membuat publik tersentak. Seluruh bangsa Indonesia, bahkan dibuat geram dan murka ulah kelakuan para perampok di lingkaran perusahaan minyak milik negara itu.

“Ini adalah kejahatan besar, pengkhianatan besar untuk bangsa Indonesia. Sebagai rakyat badarai, kami hanya meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan Agung, untuk benar-benar serius mengungkap kasus ini. Usut tuntas mafia migas ini sampai ke backing-backingnya,” harap Mak Itam.

Baca Juga:  DHY Bersafari Ramadhan ke Pessel

Meski memang tidak berpengaruh terhadap rutinitasnya sebagai pedagang BBM ketengan, namun sebagai anak bangsa wajar bila Mak Itam ikut merespon mega korupsi PT. Pertamina itu. Karena kerugian besar yang membebani anggaran negara ini, seyogyanya bisa dialokasikan untuk subsidi BBM atau sektor lain seperti kesehatan, pendidikan dan lainnya.

“Awalnya saya juga pernah mengecer BBM jenis Pertamax. Tapi sejak kasus ini mencuat, kini saya hanya menjual Pertalite. Saya takut, nanti malah kami yang dituduh menjual BBM oplosan oleh konsumen. Bisa saja kan, setelah membeli BBM di kami, tiba-tiba kendaraannya rusak, malah kami yang disalahkan,” pungkas Mak Itam.

Mak Itam menceritakan, dari penjualan eceran BBM yang dilansirnya dari SPBU dengan menggunakan sepeda motor itu, ia paling hanya meraih keuntungan Rp1.000 hingga Rp1.500 perliternya. Untuk eceran, dia mengaku menjual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp12.000 hingga Rp20.000, sesuai takaran liter dengan menggunakan wadah botol Aqua bekas.

“Yang pasti, kami menjual dengan takaran yang pas. Tidak dikurang-kurangkan, tidak pula dilebih-lebihkan (oplos). Biarlah untungnya sedikit, tapi hasilnya berkah dan halal,” ujar Mak Itam.

Baca Juga:  Awal 2025, Penerbangan Langsung Padang-Singapura Kembali Dibuka

Diketahui, dugaan praktik pencampuran bahan bakar antara Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92) dalam kasus korupsi PT. Pertamina, jelas berdampak langsung kepada konsumen. Jika benar terbukti, maka masyarakat yang membayar harga Pertamax, pastinya dirugikan karena diduga menerima kualitas bahan bakar yang lebih rendah.

“Pastinya, masyarakat Indonesia sebagai konsumen sangat dirugikan secara finansial,” tandas Mak Itam. Ryan Syair

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.