Scroll untuk baca artikel
Banner Harian Khazanah
Berita

Menuju Indonesia Emas 2045, Riri Satria: Anak Muda harus Paham Keahlian yang Dibutuhkan Masa Depan

×

Menuju Indonesia Emas 2045, Riri Satria: Anak Muda harus Paham Keahlian yang Dibutuhkan Masa Depan

Sebarkan artikel ini

Padang, Khazminang.id – Puncak bonus demografi di Indonesia diperkirakan pada 2030 hingga 2045 ditandai dengan dominasi penduduk usia produktif antara 15-64 tahun. Namun bonus demografi yang dianugerahkan Tuhan tersebut menjadi kurang bermanfaatkan jika anak-anak muda Indonesia tidak siap atau tidak kompeten untuk mengelola berbagai keunggulan yang ada di NKRI ini.

Jika hal itu terjadi, maka di masa depan anak muda Indonesia akan menjadi penonton di negara sendiri, sementara kekayaan bangsa ini dikelola oleh anak-anak muda bangsa asing yang lebih kompeten. Akhirya impian mewujudkan Indonnesia Emas tahun 2045 hanya akan tinggal impian belaka.

Iklan
Scroll Untuk Baca Artikel

“Kondisi seperti itu tidak boleh terjadi. Anak-anak muda Indonesia harus visioner dan memahami keahlian yang dibutuhkan di masa depan untuk menjawab tantangan masa depan tersebut,” kata Pakar Transformasi dan Ekonomi Digital Universitas Indonesia (UI), Riri Satria saat menjadi panelis dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Forum Indonesia Emas 2045, Rabu, (01/10/2025) yang mengusung tema “Membangun Keunggulan Anak Muda Indonesia untuk Menjawab Tantangan Bonus Demografi”

Baca Juga:  Wakil Ketua DPRD Sumbar Evi Yandri: Padatnya Volume Kendaraan yang Melintas, Pelebaran Jalan Bypass–Koto Tingga Mesti Diprioritaskan

Riri Satria yang tampil dengan topik Digital Literacy and Future Skills menuju Indonedia Emas 2045, lebih jauh menjelaskan, keahlian yang dipelajari 10 tahun lalu tidak mungkin digunakan untuk menghadapi tantangan dunia 10 tahun akan datang.

Dunia saat ini berada pada era Industri 5.0, dan era Industri 4.0 telah lewat. Era Industri 5.0 ditandai oleh tiga pilar utama, yaitu berfokus kepada manusia (human centric), mengutamakan keberlanjutan (sustainability) serta ketahanan (resilience) terhadap berbagai goncangan atau turbulensi.

“Walaupun sekarang bermunculan teknologi canggih, seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), blockchain, serta metaverse, namun dunia sepakat bahwa bisnis atau pembangunan ekonomi harus berfokus kepada manusia atau human centric, bukan berfokus kepada teknologi atau technology centric,” jelas Riri.

Ini mungkin disebabkan oleh perkembangn teknologi digital yang masif pada era Industri 4.0 yang lalu, sehingga manusia perlu menegaskan untuk mengembalikan fungsi teknologi sesuai khittah-nya, yaitu untuk kemaslahan umat manusia.

“Kita membutuhkan lebih banyak strategi reskilling atau membangun keahlian baru, daripada upskilling atau meningkatkan keahlian yang lama,” tegas Riri Satria sambil mengutip isi buku yang berjudul “Future Skills: The 20 Skills and Competencies Everyone Needs to Succeed in a Digital World” yang ditulis oleh Bernard Marr, seorang ahli dan transformasi digital dan futurologi.

Baca Juga:  Renggut Korban Jiwa, Pemprov Sumbar Akan Bangun Jembatan Permanen di Koto Rawang Pesisir Selatan

Dalam buku tersebut, lanjutnya, Bernard Marr menjelaskan, terdapat lima skillset atau klasifikasi kemampuan untuk menghadapi masa depan, yaitu Industri 5.0. Kelimanya adalah: Kemampuan Digital (Digital Skills), Kemampuan Berpikir (Thinking Skills), Kemampuan Berkolaborasi (Collaboration Skills), Kemampuan Sosial (Social Skills), serta Kemampuan Manajemen Diri Sendiri (Self Skills).

“Masing-masing klasifikasi kemampuan itu memiliki sejumlah kemampuan sehinga jumlahanya semua 20 kemampuan yang diberi nama oleh Bernard Marr sebagai Future Skills,” kata Dewan Juri untuk Indonesia Digital Culture Excellence Award ini.

Menurutnya, Strategi pengembangan SDM lebih banyak melakukan reskilling untuk mengadopsi semua kemampuan yang disampaikan oleh Bernard Marr. Dengan demikian, program penembangan SDM di organisasi harus memasukkan penguasaan semua kemampuan future skills tersebut.

“Pola-pola pengembangan SDM juga semakin kompleks: multiplatform, multimedia, multi learning strategy, semakin customized, serta tetap mempertahankan prinsip global concepts with local context,” jelas Riri yang juga Komisaris PT. ILCS Pelido Solusi Digital ini.

Sejalan dengan Bernard Marr, World Economic Forum (WEF) juga mengeluarkan keahlian-keahlian yang sangat dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman, dan selalu diperbaharui selang lima tahun. Menarik untuk menamati bahwa kemampuan memecahkan persoalan yang kompleks atau complex problem solving selalu menempati tempat teratas pada tahun 2015, 2020, 2025, serta prediksi untuk 2030 nanti. (devi)

Baca Juga:  Ketua DPRD Kota Bukittinggi, H. Syaiful Efendi, Lc., MA, : DPRD Kota Bukittinggi Mendukung Penuh Pemberian Remisi

Dapatkan update berita lebih cepat dengan mengikuti Google News Khazminang.id. Klik tanda bintang untuk mengikuti.