musfi yendra |
Oleh : Musfi Yendra
Kabupaten ini dinamai Tanah Datar. Sebuah daerah
yang sebenarnya bukan terdiri dari tanah yang datar semata. Tidak seperti
hamparan gurun. Perbukitan dan lembah menjadi kontur wilayahnya. Luhak Nan Tuo penamaan lain dari
kabupaten yang mililiki 14 kecamatan ini.
Dalam sejarah suku bangsa Minangkabau, Tanah Datar
menjadi icon. Kerajaan Pagaruyung
berpusat di sini. Ditemukan berbagai peninggalan sejarah Raja Adityawarman, pendiri
kerajaan Pagaruyung, seperti prasasti. Sehingga Batusangkar sebagai ibukota
kabupaten Tanah Datar disebut Kota Budaya.
Jika merunut sejarah kerajaan Pagaruyung, tidak
lepas dari dinamika politik yang tinggi. Menjalankan kerajaan dengan sistem
pemerintahan. Membangun hubungan antar kerajaan di nusantara. Perlawanan
menghadapi penjajahan asing.
Pusat Minangkabau di Kerajaan Pagaruyung disebut
sebagai bumi emas. Sehingga Belanda dan Inggris pada waktu itu berusaha untuk
menguasai daerah ini. Walaupun mereka tidak pernah menemukan emas itu.
Perang Paderi menjadi catatan sejarah kelam politik
penting di Kerajaan Pagaruyung. Perang saudara ini muncul karena pertentangan
kelompok ulama yang dijuluki sebagai Kaum Paderi terhadap kebiasaan buruk yang
marak dilakukan kalangan kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung. Kebiasaan
itu adalah perjudian, penyabungan ayam dan minuman keras.
Kaum Agama dipimpin oleh Sultan Arifin Muningsyah.
Sedangkan Kaum Adat dipimpin oleh Sultan Tangkal Alam Bagagar.
Kaum Adat kawalahan menghadapi Kaum Agama, dan
meminta bantuan ke Belanda waktu itu. Konflik horizontal ini bergolak dari
tahun 1803 hingga 1838. Cukup panjang dan melelahkan karena meluas ke berbagai
daerah. Akibat buruk dari perang ini
merosotnya perekenomian masyarakat.
Sejarah politik panjang di Kerajaan Pagaruyung,
mempengaruhi dinamika politik kekinian di Kabupaten Tanah Datar. Tidak mudah
menjadi seorang pemimpin di daerah ini. Memimpin dan mengurus masyarakat yang
terbiasa berdialektika, tajam, kritis dan konstruktif.
Seperti nama Tanah Datar, yang daerah sesungguhnya
bukanlah datar-datar saja. Politik pun begitu. Sensitifitas publik terhadap
politik sangat tinggi. Isu apa saja terkait kebijakan kepala daerah jadi
sorotan, apalagi yang dianggap tidak pro rakyat. Persaingan elit politik juga
tajam. Walaupun tidak muncul ke permukaan. Tapi ibarat api dalam sekam. Politik
memang begitu. Apalagi menjelang momentum Pemilu/Pilkada. Yang tidak siap, bisa
saja tumbang atau tersingkir dari percaturan.
Menarik mengkilas balik kepemimpinan Tanah Datar 35
tahun terakhir. Semua kepala daerah/bupati memiliki latar belakang, karakter
dan pendekatan kememimpin yang berbeda.
Ikasuma Hamid 10 tahun (1985-1995), Masdar Saisa 5
tahun (1995-2000), Masriadi Martunus 5 tahun (2000-2005), Shadiq Pasadigoe 10
tahun (2005-2015) dan Irdinansyah Tarmizi 5 tahun (2015-2020).
Ikasuma Hamid dan Masdar Saisa, kepala daeraha di
era orde baru, keduanya latar belakang militer.
Ikasuma Hamid dikenal sebagai sosok yang pendiam,
bersahaja dan merakyat. Putra Kubang Landai ini memiliki semangat pengabdian
sangat tinggi membangun Tanah Datar yang terbelakang waktu itu. Beliau
mencanangkan program pertanian, industri kecil, dan pariwisata (Pertiwi).
Kabupaten Pertiwi beliau sebut.
Di awal kepemimpinan Ikasuma Hamid, Tanah Datar
menjadi daerah tingkat II paling berhasil pembangunannya di Sumatera Barat dan
meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha Pelita IV waktu itu. Banyak
lagi prestasi besar yang diukir Bupati Jenderal ini.
Wartawan senior, Hasril Chaniago dalam tulisan in-memorium; Ikasuma Hamid (2011) menyebut,
Ikasuma Hamid tipe orang yang tak banyak bicara, tapi lebih banyak bekerja.
Sosok yang bisa melahirkan pemimpin dari stafnya. Sekda Muchtiar Muchtar jadi
Walikota Payakumbuh, Ketua Bappeda Lukman Gindo jadi Walikota Padang Panjang
dan bekas Sekda Nasrul Syahrun menjadi Bupati Padang Pariaman.
Masdar Saisa, dikenal sosok yang tegas karena
seorang tentara. Militer banget.
Beliau memiliki pengalaman jadi Bupati di Pesisir Selatan tahun 1990-1995
sebelum ke Tanah Datar.
Dalam catatan Wartawan senior, Eko Yanche Edrie,
menyebutkan, menjelang kemepimpinan Ikasuma Hamid berakhir sejumlah tokoh Tanah
Datar menemui Masdar Saisa yang waktu itu sedang menjabat Bupati Pesisir
Selatan. Tujuannya untuk meminta beliau
pulang kampung membangun Tanah Datar. Setelah dapat arahan dan dukungan dari
Hasan Basri Durin yang waktu itu menjabat Gubernur Sumbar.
“Saya mulai dengan parseneling dua",
kata Masdar Saisa ke Eko Yanche Edrie yang mewawancarainya di awal beliau
menjadi Bupati Tanah Datar. Maksud parseneling dua, sudah berpengalaman
sebelumnya jadi kepala daerah.
Putra Jaho ini melanjutkan beberapa program yang
telah dibangun Ikasuma Hamid sebelumnya. Program Pertiwi tetap dijalankan dan
menambahkan kalimat 'Ekonomi Berlapis-lapis', masyarakat harus punya pendapatan
tambahan selain pendapatan utama.
Bupati
Tanah berikutnya Masriadi Martunus dari kalangan pengusaha. Ia juga merupakan
cucu dari Bupati Tanah Datar kedua, Ibrahim Dt. Pamuncak periode tahun
1950-1958.
Masriadi
bupati out of the box. Ia menguasai
manajemen keuangan dan kebijakan fiskal sebagai keahlian di bidang usaha yang
sangat relevan untuk mengatur keuangan daerah. Prinsip keuangan yang efektif,
efisien dan ekonomis untuk program yang tepat sasaran.
Ia juga
orang yang sangat paham manajemen birokrasi dengan konsep new public management. Meninggalkan praktik birokasi weberian system yang kaku. Ia terpilih di masa transisi orde baru
ke reformasi, otonomi daerah mulai dijalankan. Desentralisasi menjadi panggung
bagi Masriadi membuat berbagai inovasi program di Tanah Datar.
Langkah
yang dilakukan saat menjadi bupati adalah perampingan struktur organisasi, pola
pikir penggunaan dana, pembentukan usaha dinas, retribusi barang daerah,
peningkatan pajak bumi dan bangunan, komputerisasi pembangunan jalan, re-grouping sekolah, puskesmas swadana,
transparansi dan pakta integritas.
Berbagai
kabijakan cash management yang
dilakukannya, mampu menaikan PAD Tanah Datar dari Rp1,7 M ke Rp19 M, meningkat di
atas 1.000 persen. Pada tahun 2004/2005 menjadi pemegang saham terbesar Bank
Nagari di antara kabupaten/kota lainnya di Sumatera Barat.
Masriadi
Martunus digantikan oleh Shadiq Pasadigoe. Hingga dua periode berikutnya.
Shadiq Pasadigoe adalah produk pertama pemilihan kepala daerah secara langsung.
Ia berlatar belakang seorang birokrat. Memulai karir birokrat dari Tanah Datar,
hingga menjadi pejabat teras di Provinsi Sumatera Barat.
Shadiq
dikenal sebagai sosok yang low profile,
terbuka dan blak-blakan. Tugas bupati
adalah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan harus sesuai aturan
yang berlaku. Itu prinsip yang dipegangnya. Sesuai darah abdi negara yang
mangalir dalam dirinya.
Berbagai
prestasi diukir oleh Shadiq Pasadogoe, yaitu Tanah Datar sebagai kabupaten
langganan penerima predikat WTP atas laporan keuangan pemerintah daerah, daerah tercepat
menyampaikan laporan keuangan kepada BPK, kabupaten terbaik dalam mengelola
pendidikan di Sumatera Barat, kabupaten dengan tingkat kemiskinan terendah,
kabupaten dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi, meningkatnya program pembangunan
infrastruktur dan lain sebagainya.
Di tataran
nasional Shadiq Pasadigoe dikenal sebagai kepala daerah yang berpengaruh. Ia
pernah menjabat sebagai Sekjen Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia
(APKASI).
Sekarang
Tanah Datar dipimpin Irdinansyah Tarmizi. Ia seorang politisi ternama tidak
hanya di Tanah Datar tapi juga Sumatera Barat. Memulai karir sebagai PNS.
Kemudian resign dan menjadi politisi.
Pernah jadi anggota DPRD Kota Padang, Sumatera Barat, Wakil Bupati dan kini
Bupati Tanah Datar.
Ia dikenal
sebagai sosok komunikatif dan religius. Irdinansyah merupakan aktivis
Muhammadiyah Sumatera Barat. Selama hampir lima tahun ini menjadi bupati, program
utamanya adalah di bidang agama. Belakangan Tanah Datar dikenal sebagai
kabupaten tahfizh Qur’an.
Tahun lalu
ia juga mampu mengantarkan Tanah Datar juara umum MTQ di tingkat Sumatera
Barat. Prsetasi yang selama ini tidak lepas dari Kota Padang. Selain itu juga
berbagai program infrastruktur seperti pasar.
Irdinansyah
adalah pemimpin tangguh, dengan kondisi kesehatannya yang kurang memadai, Tanah
Datar bisa meraih berbagai prestasi dan penghargaan. Di antaranya kabupaten
layak anak, penghargaan keberhasilan mengelola pasar, wahana tata usaha, piala
adipura dan predikat WTP kinerja keuangan, kabupaten perencanaan pembangunan
terbaik dan lainya.
Bagaimana
kepemimpinan Tanah Datar ke depan? Desember 2020 ini Tanah Datar akan menggelar
Pilkada. Berbagai tantangan ada di depan mata calon pemimpin di Luhak Nan Tuo ini. Pertumbuhan ekonomi
menurun, pengangguran tinggi, berbagai penyakit masyarakat terutama narkoba
marak, sarana infrastruktur terutama jalan dan irigasi banyak rusak, potensi
ekonomi yang belum terkelola dengan maksimal dan pengurangan alokasi anggaran
dari pemerintah pusat.
Menurut
saya Tanah Datar ke depan harus dipimpin oleh kepala daerah yang multitalenta.
Jika ingin keluar dari kondisi saat ini. Menghadapi tantangan yang cukup berat
ke depan.
Belajar
dari pendahulu. Ikasuma Hamid yang sederhana dan imaginer. Masdar Saisa yang
tegas. Masriadi berjiwa entrepreneur. Shadiq bermental melayani. Irdinansyah
politisi religius.
Adakah
figur yang mampu mengkombinasi kapasitas pemimpin ini menjadi sebuah model dan
modal menjadi calon Bupati? n *Dosen
Fisipol Unes Padang