Oleh
: Devi Diany*
Agaknya memang tidak mudah bagi para
caleg perempuan untuk bertarung di panggung politik. Banyak hal yang harus
mereka persiapkan sebelum terjun menyosialisasikan diri di tengah masyarakat. Salah
satunya kondisi kekinian dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi,
dibutuhkan kejelian dan kepiawaian para caleg perempuan dalam memahami karakter
pemilihnya.
Pemilih pemula
dan pemilih muda memiliki pengaruh yang sangat penting dalam Pemilu 2024 mendatang.
Mereka memiliki segmen yang unik dan menjadi kelompok pemilih dengan proporsi
terbesar. Pemilih pemula dan pemilih muda dengan rentang usia 17 – 40 tahun ini
jumlahnya sekitar 107 juta orang atau 50-53 persen dari total jumlah pemilih
204,8 juta. Angka yang fantastik ini merupakan market politik yang besar bagi
para kostestan Pemilu 2024,
Tak mengherankan jika
para peserta Pemilu 2024 gencar melakukan sosialisasi dan pendekatan pada
pemilih muda ini. Namun tentunya harus dilakukan sesuai dengan kecendungan perilaku
mereka yang sangat erat kaitannya dengan smartphone dan dunia maya. Dari sini
pula pesoalan itu bermula. Sebab nyaris sebagian besar caleg perempuan itu
kurang paham atau tak terlalu mengikuti perkembangan dunia para pemilih pemula
dan pemilih muda yang identik dengan generasi milenial dan generasi Z.
Content Creator dan Sosial Media Langgam.id,
Mukhtar Safii yang menjadi narasumber utama dalam
loka latih yang digelar Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M)
Sumbar, Senin (29/10/2023), menyebut Generasi Milenial adalah mereka
yang lahir pada periode tahun 1981-1996 atau saat ini mereka berusia sekitar
27-42 tahun. Generasi Milenial tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi,
terutama internet. Mereka cenderung terhubung secara digital, suka berbagi kehidupan
mereka di media sosial, dan memperjuangkan isu-isu sosial.
Sedangkan Generasi Z adalah kelompok anak
muda yang lahir periode tahun 1997-2012 atau saat ini berusia sekitar 10-25 tahun. Generasi Z merupakan generasi
pertama yang benar-benar tumbuh dalam era digital. Mereka terbiasa dengan
perangkat teknologi, media sosial, dan berbagai platform online. Mereka
cenderung lebih mandiri dalam belajar dan berkembang.
Untuk menarik simpati
kelompok ini tentunya caleg perempuan harus mampu beradaptasi dengan keseharian
mereka, berbaur dan memahami perilaku mereka. Salah satunya dengan belajar
aktif membuat konten sosialisasi diri di media sosial. Selama ini yang telah
umum dilakukan untuk sisoalisasi diri para caleg adalah dengan penyediakaan
alat peraga kampanye (APK) yang terdiri dari spanduk, baliho, kartu nama,
stiket, kalender dan lainnya. Lalu alat peraga itu dibagi-bagikan kepada
masyarakat.
Nah, sekarang sedikit
bergeser dari hal yang biasa tersebut. Meski sosialisasi diri dengan cara
penyediaaan APK itu tetap dapat dilakukan, namun dengan berbagai pertimbangan
dan salah satunya adalah menyasar pemilih pemula dan pemilih muda, maka caleg
perempuan harus belajar menggunakan sejumlah aplikasi pembuat konten. Bingung, tentu
saja. Istilah kerennya gagap teknologi (gaptek). Karena selama ini kaum ibu itu
tak terbiasa membuat konten atau mereka belum pernah menjadi kreator. Mereka umumnya
merupakan konsumen atau penikmat dari berbagai konten yang ditayangkan berbagai
platform media. Selain itu, smarthphone yang digunakan juga harus memiliki
kapasitas yang memadai untuk membuat sebuah konten.
Beruntung LP2M
menggelar loka latih “Peningkatan Kapasitas Keterampilan Menggunakan Media
Digital dalam Kampanye Politik untuk Pemenangan Caleg Perempuan”, pesertanya para
caleg perempuan dari seluruh partai politik peserta Pemilu 2023, Senin (29/10/2023).
Kebetulan pnulis menjadi salah satu pesertanya. Bersama para caleg lainnya,
kami sangat antusias mendengarkan penjelasan dari narasumber. Apalagi ketika
narasumber memberi kesempatan kepada para peserta untuk praktek membuat konten
melalui aplikasi Capcut dan Canva.
Dengan memanfaatkan aplikasi-aplikasi
tersebut, maka jadilah sebuah tayangan video atau culikan foto tentang profil caleg
perempuan dalam berbagai gaya dan aktivitas yang dilakukannya. Lalu cuplikan
video atau foto itu bisa disebarluaskan ke grup-grup Whatapps, Facebook,
Instagram atau platform lainnya seperti Tiktok atau Snackvideo. Dalam sekejap, tayangan
video tersebut bakal menyebar dan menyasar para pemilih-pemilih potensial
tersebut. Ini menjadi bagian dari kerja cerdas para cleg perempuan dalam
sosialisasi dirinya.
Itu baru satu dari sekian banyak hal
yang bisa dilakukan caleg perempuan untuk lebih maksimal dalam melakukan
sosialisasi diri di tengah masyarakat. Tak perlu berkecil hati, yang penting
tetap semangat dan terus belajar serta meningkatkan kapasitas diri. Dan yang
lebih penting lagi tentunya dukungan dari berbagai pihak terhadap caleg
perempuan sehingga keberadaannya tak sekedar memenuhi kuota 30 persen caleg
perempuan tetapi sukses melenggang dan
duduk sebagai wakil rakyat di parlemen. Semoga… []
*Caleg
DPRD Sumbar Dapil Kota Padang dari Partai Golkar