×

Iklan


Malapetaka di Jurang Anai

15 Mei 2024 | 13:18:43 WIB Last Updated 2024-05-15T13:18:43+00:00
    Share
iklan
Malapetaka di Jurang Anai

Oleh: SYAFRIZAL HARUN

(Ulumnus ITB)


    JIKA menapak jalan raya Padang ke Bukittinggi, via Kayutanam, maka pada jarak tempuh 60 kilometer dari Padang, kita akan menemukan hal baru pada ruas jalan, yaitu penurunan tajam  dengan tikungan zig-zag dan udara dingin. 

    Tak salah lagi, kita tiba di lokasi terkenal sebagai Bukit Tambun Tulang – nama kuno di kalangan rakyat setempat – .  Nama ini menyiratkan sesuatu yang mengerikan, yakni “tulang berserakan”, maksudnya tulang  belulang rangka manusia. Di hikayat lama, bukit tersebut merupakan gerbang masuk ke jurang berhutan lebat – Jurang Anai – , sebagai jalan alternatif  dari arah Kayutanam menuju Ranah Minangkabau di Luhak Nan Tigo yang tersohor sebagai area penghasil emas. Jurang Anai ini satu diantara tiga jalur para pedagang emas butiran dan bubuk untuk dibawa ke pantai barat. Jalur kedua ialah: melalui Batipuh ke Tambangan terus ke Bukit Ambacang dan juga keluar di Kayutanam, dan terus ke Pariaman sebagai pelabuhan akhir. Jalur ketiga tersulit,  melalui Danau Singkarak dari Simawang di tepi timur menyeberang berperahu ke Saningbakar, kemudian  menempuh hutan belantara  untuk tiba di Padang sebagai pelabuhan akhir. Jalur lainnya adalah ke pantai timur melalui hutan ke hulu sungai-sungai Kampar Kiri dan Inderagiri. 

    Jalur terpopuler sejak Perang Paderi hingga kini adalah melalui Jurang Anai, sebagai jalur menuju Dataran Tinggi Agam. Konon, bukit Tambun Tulang itu merupakan posko para perampok mengincar para pedagang emas. Tulang belulang berserakan di sana hasil dari konflik perampok kontra pedagang yang juga kerap membawa pengawal untuk bertarung. Perkembangan kemudian, jalur Jurang Anai ke Padang dirintis sebagai jalan raya oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch di tahun 1834 dalam rangka perang kolonial Belanda kontra Kaum Wahabbi (Perang Paderi).

     Kini  jalur tersebut menjadi  jalan raya nasional Padang – Bukitttinggi, jalur lalulintas darat terpadat di Provinsi Sumatera Barat. Jurang Anai, atau populer disebut “Lembah Anai”, kini juga menjadi  destinasi wisata tersohor hingga ke Riau. Jurang nan sempit ini dipadati beragam kendaraan oto, rel dan jembatan keretaapi, restoran, wisata air, bengkel dan toko eceran serta sarana ibadah. Kepadatan lalulintas harian, secara normal adalah 500 unit kendaraan per jam. Pada hari libur, terlebih hari raya Idul Fitri mencapai dua hingga tiga kali lipat sehingga jurang sempit sepanjang 11 kilometer itu, macet oleh deretan kendaraan roda empat maupun roda dua. 

    Pada Sabtu dan Ahad, 11/5 hingga 12/5 silam, secara kontinu  berlangsung hujan lebat di kawasan gunung Marapi, Singgalang, dan Tandike serta perbukitan di selatan Kota Padang Panjang. Bagian selatan kawasan itu, merupakan Daerah Tangkapan Curahanhujan (catchment area) untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Anai yang alur utamanya melalui Jurang Anai. Tak pelak lagi, suatu banjir bandang melabrak Jurang Anai. Seluruh infrastruktur di dasar jurang dilanda banjir air bercampur lumpur, pasir dan bebatuan dan sisa pepohonan. Puluhan korban jiwa menyertai banjir tersebut, terseret hingga mayatnya di sebagian ditemukan di muara Batang Anai di dekat Kota Padang. Jalan raya mengalami penggerusan dan longsor di berbagai titik di sepanjang jurang, sehingga lalulintas terputus total.

    Alamiah Jurang Anai

         Jurang Anai, ditinjau sebagai fenomena alamiah (geologi) merupakan bidang antarmuka (interface) dari blok pegunungan tektonik Bukit Barisan dengan kerucut gunungapi aktif Tandike. Jurang tersebut terbentuk dari aktivitas sesar normal dimana blok-blok Bukit Barisan terangkat secara takmerata (diferensial uplift) disertai kegiatan kegunungapian Kwarter (Tandike, Singgalang, Marapi). 

    Ketika memasuki gerbang jurang di Bukit Tambung Tulang, di sebelah kanan adalah tebing berkedalaman 50 meter dimana di dasarnya mengalir Batang Anai ke arah selatan. Alur Batang Anai ini memisahkan blok pegunungan Bukit Barisan yang terbentuk dari batuan malihan pra-Tersier (granit, kwarsit dan batugamping kristalin). 

    Di kiri jalan adalah dinding terjal  batuan andesit sebagai lereng tenggara dari gunungapi aktif Tandike. Jarak tempuh keseluruhan jalan di Jurang Anai, mulai Bukit Tambun Tulang hingga tanjakan terakhir memasuki Kota Padang Panjang adalah 11 kilometer. Lebar maksimun dasar jurang 100 meter, dengan ketinggian dinding jurang di kiri dan kanan bervariasi dalam kisaran ratusan meter. 

    Keterjalan dinding jurang juga bervariasi dari tegak hingga curam. Arah umum Jurang Anai adalah baratdaya – timurlaut dengan elevasi bervariasi dari 200 meter hingga 600 meter di atas permukaan air laut. Di ujung jurang, sebagai  permulaan Kota Padang Panjang, Jurang Anai ini bercabang dua. 

    Ke kanan menuju arah Bukit Tui, dan ke kiri menuju lereng gunungapi Singgalang. Di seluruh cabang dan ranting jurang, arus air sangat deras karena berjeram, dan beralaskan bongkah-bongkah bebatuan aneka bentuk dan ukuran. Keseluruhan ruas jalan raya oto berliku-liku, naik-turun, menempuh bagian atas tebing-tebing jurang terjal dimana di dasarnya mengalir deras air hulu Batang Anai. Jalur jalan raya ini melintas puluhan jembatan dan persilangan terowongan dan jembatan keretaapi.

     Infrastruktur dengan konfigurasi rumit ini warisan kolonial Hindia Belanda yang mengembangkan kawasan Jurang Anai sejak lebih seabad silam,  sebagai jalur lalulintas oto dan keretaapi pengangkut batubara dari Ombilin ke Emmahaven (Teluk Bayur). Sejak masa kemerdekaan, terutama mulai tahun 1970-an, Jurang Anai yang juga dinyatakan sebagai kawasan cagar alam, berulang-kali mengalami perombakan untuk memperlancar lalulintas oto, yaitu memperlebar  jalan dan membangun dinding penahan gerakan tanah (longsor) di berbagai lokasi.

     Bersamaan dengan peningkatan prasarana jalan raya, jurang sempit itu juga semakin padat oleh para pedagang (toko), restoran, wisata kolam renang, perbengkelan dan sarana ibadah, dan akhir-akhir ini juga kafe serta tempat peristirahatan.  

    Hikmah  Malapetaka

         Malapetaka 12/5 menimbulkan dampak luas. Selain korban jiwa, juga kerusakan infrastruktur bangunan dan jalan raya, berakibat putusnya lalulintas, dan pada gilirannya kegiatan sosial dan perekonomian anjlog. 

    Jika ditelusuri akar masalahnya, cukup ruwet, yaitu tatakelola Jurang Anai. Di jurang sempit ini, banyak kewenangan terkait, yakni; jalan raya nasional, cagar alam, jalur rel keretaapi, sumberdaya air, dan tiga kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Dari total 11 kilometer panjang Jurang Anai, 8 % masuk area Padang Pariaman, 56 % area Tanah Datar, dan 36 % masuk area Kota Padang Panjang. 

    Dengan melihat Jurang Anai sebagai satu entitas sosionomi, maka tatakelolanya hanya akan mangkus dan sangkil jika di dalam satu kewenangan, dalam hal ini paling masuk akal adalah Gubernur Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat. 

    Ke depan semoga ada perbaikan tatakelola Jurang Anai, sebagai titik krusial urat nadi lalulintas. 14/05/2024 –  SH