Lubuk Ulang
Aling, Khazminang.id - Pemegang kuasa kaum Goa Gasiang Lubuk Ulang Aling
Kecamatan Sangir Batang Hari (SBH) Solok Selatan (Solsel), Sutan Syahrilis yang
diberikan mandat oleh suku Chaniago dan Piliang, angkat bicara terkait status
goa sarang burung walet di Gasiang.
Sutan
Syahrilis yang memegang kuasa kaum suku Chaniago dan Piliang sejak 1984 itu
menegaskan, pihaknya telah berupaya untuk memperjelas sesuai hukum yang berlaku
tentang keberadaan goa walet Gasiang.
"Saya yakini
terjadi kesimpangsiuran informasi berkaitan dengan status Goa Gasiang. Para tokoh
masyarakat yang punya hak di goa tersebut agaknya salah memahami," ucap
H.Sutan Syahrilis, Jumat (11/6/2021).
Sebelumnya diberitakan
masyarakat melaporkan dugaan pencurian sarang
burung walet di Goa Gasiang Nagari Lubuk Ulang Aling kepada polisi. Sarang
burung walet itu dikelola oleh Koperasi Unit Desa Lubuk Ulang Aling
(KUD-LUA) dengan hasil panen sekitar 300-400 kg pertriwulan masa panen. Tapi
sebelum masa panen, sarang burung walet sudah dicuri orang.
Diterangkan Sutan
Syahrilis, sebelum 1984 keberadaan goa tersebut masih abu-abu menurut hukum negara.
Dengan berbagai usaha, maka pada 1989 baru diakui secara sah oleh Pemkab Solok
ketika itu. Proses pengakuan secara sah status Goa Gasiang Lubuk Ulang Aling di
tanah adat atau tanah ulayat itu, terjadi di ruangan bupati Solok.
"Saat
itu, kami bertemu dengan Sekda Kabupaten Solok, Muklis dan Bupati Solok, Arman
Danau," katanya.
Saat itu,
lanjutnya, atas penjelasan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Solok bersama Badan
Perekonomian Solok menyatakan bahwa goa tersebut benar berada di tanah ulayat. Sebelumnya
goa itu dikelola oleh CV. Sinar Harapan dengan direkturnya saat itu, Acong
alias Pirnandi Candra. Selanjutnya, dirinya meminta agar pengelolaan goa itu
dikembalikan kepada kaum atau masyarakat.
"Gubernur
Sumbar pada waktu itu dijabat oleh Hasan Basri Durin dengan tegas menyurati
saya atas nama kuasa kaum untuk membuat suatu wadah yang namanya koperasi unit
desa atau KUD Lubuk Ulang Aling," jelas Sutan lagi.
Sehingga,
menurut Sutan Syahrilis, KUD Lubuk Ulang Aling dengan kaum tidak ubahnya
ibaratkan kuku dengan daging dalam pengelolahan goa tersebut. Untuk itu, antara
KUD dengan kaum pada khususnya, dan dengan anggota pada umumnya, harus sinkron
supaya tidak timbul hal-hal yang negatif atau hal yang tidak saling
menyenangkan antara satu sama yang lain.
Dia
mengatakan, dalam pengelolaan KUD Lubuk Ulang Aling berlaku Hukum Adat dan Hukum
Tata Negara.
"Ini
saling berkaitan didalam pengelolaan goa tersebut. Hukum negara melalui UU Perkoperasian tahun
1986 yang berlaku sampai saat ini dan hukum adat keberadaannya juga masih
berlaku sampai saat ini di Minangkabau. Untuk itu, saya mengharapkan kepada
kaum atau kepada yang mengurus KUD jangan saling meninggalkan dan ada yang
merasa ditinggalkan. dan jangan pula ada yang merasa ingin meninggalkan,"
katanya.
Menurutnya,
sesuai firman Allah dalam Alquran yang artinya, "Barang siapa yang
mensyukuri rahmat Allah, maka rahmat itu akan ditambah dan barang siapa yang
tidak mensyukuri atas rahmat Allah maka rahmat itu akan menjadi laknatullah".
"Semoga
dengan penjelasan saya ini, dapat di maklumi oleh semua pihak yang berwenang
atau yang didalam pengelolaan goa walet Gasiang tersebut," tutupnya. (devi)