Ilustrasi pemalsuan dokumen. IST |
Padang, Khazminang.id-- Polemik seputar masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) Online SMA dan SMK, terus bergulir. Di Kota Padang Panjang, 69 orang siswa yang dinyatakan lulus, namun terbukti melampirkan surat keterangan domisili (SKD) palsu, kelulusannya telah dibatalkan. Kini, kasus itu bahkan mulai merembet ke ranah hukum.
“Ada 78 kasus/
calon siswa yang terindikasi menggunakan dokumen berupa SKD palsu. 69 di
antaranya sudah dibatalkan kelulusannya. Sembilan lainnya masih dalam proses
pendalaman,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Panjang, Tabrani
didampingi Kadis Kominfo Padang Panjang, Ampera Salim kepada khazminang.id,
Minggu (12/7).
Tabrani
mengatakan, secara administrasi, SKD bukan menjadi tanggungjawab dan kewenangan
Dinas Pendidikan. Namun karena efek dari SKD telah mengakibatkan banyak
anak-anak dari Padang Panjang yang akhirnya tak bersekolah, maka Walikota
Padang Panjang, Fadly Amran juga sudah mengumpulkan camat dan jajaran untuk
dimintai klarifikasi.
Sebagaimana
diketahui, sebelumnya terungkap adanya temuan yang berangkat dari pengaduan
masyarakat melalui Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, terkait dugaan pemalsuan SKD
yang dilakukan oleh Camat Padang Panjang Timur. Bahkan, Camat Padang Panjang
Timur sendiri telah dipanggil ke Disdikprov untuk menjelaskan masalah tersebut.
Ketua PPDB SMA
SMK dan SLB Dinas Pendidikan Sumbar, Suryanto menegaskan akan memberikan sanksi
bagi yang terbukti melakukan pemalsuan SKD. Karena kasus pemalsuan SKD diatur
dalam Pasal 39, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB juncto Pasal 60
Nomor 40 Tahun 2020 tentang Tata Cara dan Persyaratan PPDB Pada SMAN, SMKN dan
SLBN dan Sekolah Berasrama Negeri.
"Maka
terhadap pelanggaran tersebut, diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Disdikprov sendiri telah berkomitmen, akan membatalkan kelulusan siswa,
walaupun telah dinyatakan lulus seleksi," ujarnya.
Ia mengatakan,
Disdik Sumbar telah membuat tahapan-tahapan. Pihaknya tentu menerima dokumen
yang ada tanda tangan dan cap dari lurah dan tanda tangan camat disitu. Hal itu
tentu sudah legal.
“Kalau seandainya
terbukti dia pakai data dan dokumen palsu, Disdik Sumbar akan batalkan anaknya
sekolah di sana, itu surat pernyataan yang kita buat, sudah pasti kita
batalkan. Pihak yang bersangkutan harus bertanggungjawab, karena masyarakat
tersebut juga sudah menandatangani surat pernyataan,” katanya.
Sementara bagi
orang tua yang mengadukan ada kasus pemalsuan tersebut ia belum bisa mengambil
tindakan dengan segera. Sebab belum ada pembuktian dari yang berwenang kalau
mereka memalsukan dokumen. “Bagaimana bisa kami batalkan, keputusan benar atau tidak
saja belum ada, proses dulu,” katanya.
Ia mengatakan
tidak bisa sewenang saja memutuskan, apalagi yang mengeluarkan surat adalah
lurah dan camat yang juga bagian dari pemeritah. Pihaknya juga menghargai
pemerintahan tingkat lurah dan camat tersebut.
Kepala Dinas
Pendidikan Sumatera Barat, Adib Alfikri mendukung penegakan hukum terhadap
oknum masyarakat yang memalsukan dokumen data kependudukan atau surat domisili
untuk bisa mendaftar pada PPDB tingkat SMA dan SMK. Karena sebutnya, kewenangan
untuk memutuskan keabsahan sebuah dokumen, adalah ranah penegak hukum.
“Kita mendukung
ada masyarakat yang membawa ke ranah hukum. Karena memang, Disdik tidak
berwenang mengurus status kependudukan para pendaftar. Silakan proses secara
hukum bagi yang merasa dirugikan, kita mendukung,” katanya.
Sebelumnya,
Ombudsman menemukan adanya indikasi pemalsuan SKD yang diterbitkan oleh Camat
Padang Panjang Timur.
Kepala Ombudsman
Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, masyarakat merasa ada pergerakan
yang aneh, dari komposisi pengumuman sementara atau uji publik yang terdapat
pada website PPDB Sumbar, khususnya untuk SMA 1 Padang Panjang.
"Mereka yang
tadinya lolos, tiba-tiba gagal lolos, atau terlempar dari zona terdekat.
Penyebabnya ada sekitar 20 lebih SKD yang masuk. Dan SKD itu, secara zona dekat
ke SMA 1 Padang Panjang," terangnya.
Dilanjutkannya,
dari keterangan pelapor kepada Ombudsman, mereka yang terindikasi curang
mengganti alamat domisili sehingga menjadi lebih dekat dengan sekolah.
"Kemarin,
indikasi tersebut telah diteruskan ke Disdikprov Sumatera Bara. Dan hari ini,
kami dapat penjelasan dari Ketua PPDB Pak Suryanto, mereka yang terindikasi
pemberikan keterangan atau SKD palsu tersebut kelulusannya telah
dibatalkan," ujarnya.
Tidak hanya di
Padang Panjang, sebagian masyarakat juga melaporkan indikasi yang sama terjadi
di Kota Padang. Di SMA 1 Padang misalnya, setelah dilakukan verifikasi
kelapangan dan ditanya ke tetangga, namun tentangga tak mengenal sang anak. Hal
yang sama, juga terjadi pada SMA 10 dan SMA 3.
"Masyarakat
mengeluh, karena tiba-tiba banyak yang menggunakan SKD. Anehnya, SKD dengan
jumlah mencapai puluhan itu, hanya terjadi di beberapa sekolah, yang dulu
disebut unggul atau favorit," terangnya.
Selain itu, ada
rumah yang telah disewakan, namun masih dijadikan tempat tinggal dalam SKD oleh
yang punya rumah. "SKD juga digunakan oleh anak pejabat, tapi semua
indikasi sedang diperiksa. Semua data dan indikasi pemalsuan tersebut, telah
diserahkan ke sekolah/Disdikprov untuk diverifikasi," terangnya.
Anggota Komisi X
DPRI, dr H. Suir Syam yang dihubungi tadi malam, meminta semua pihak menyikapi
persoalan itu dengan serius. Khusus dengan temuan SKD palsu di Kota Padang
Panjang, yang berbuntut dibatalkannya kelulusan para calon siswa, dia meminta
agar aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan secara tuntas.
“Ini harus diusut
tuntas. Aparat jangan segan-segan untuk menindak tegas jika didapati adanya
indikasi penyalahgunaan wewenang dan jabatan terkait masalah ini,” tegas
Walikota Padang Panjang dua periode itu.
Praktisi hukum
Sumbar, Rimaison Syarif yang dihubungi terpisah mengatakan, pihak-pihak yang
terbukti menggunakan SKD palsu, bisa dipidana. "Dalam Undang-Undang
Administrasi Kependudukan No. 24 Tahun 2013, sudah dijelaskan soal pemalsuan surat
keterangan domisili ini. Pelakunya bisa dipidana, karena ini jelas pemalsuan
data" kata Rimaison.
Rimaison
menyebutkan, dalam UU itu dijelaskan, jika ancaman bagi pengguna surat
keterangan domisili palsu itu adalah 6 tahun penjara. "Bagi orangtua yang
menggunakan surat keterangan domisili ini bisa dijerat pidana 6 tahun,"
katanya.
Sedangkan untuk
orang atau badan yang mengeluarkan surat itu bisa dikenai pidana 10 tahun.
Kemudian untuk perantara pembuatan surat keterangan domisili palsu itu bisa
dijerat 7 tahun penjara. "Jadi, tidak bisa main-main dalam surat
keterangan domisili,” tandas Rimaison. **
(RINA/PAUL/RYN)