Padang, Khazminang.id-- Dendang Dayang Daini mengiri sejumlah penari yang masuk dari dua sisi pentas, lirih alunan irama dendang yang dilantunkan oleh Bunga Maharani itu seakan menyiratkan kepiluan dari pesan yang disampaikan oleh tari yang berjudul Kontras-Harmoni tersebut.
Seiring dendang usai, suasana berubah menjadi sedikit tegang dan mencekam ketika bunyi dari tapuak galembong dengan pola tertentu bersahut-sahutan yang dilanjutkan dengan sejumlah gerakan-gerakan tajam penuh tenaga dari 10 orang penari.
Sementara itu alunan musik yang digarap oleh Mairendra Gesta Pratama juga memberikan suasana yang mengantar imajinasi penonton pada suasana kampung Minangkabau masa dahulu, melalui permainan bunyi dan harmoni yang dinamik.
Tari yang diberi judul Kontras-Harmoni tersebut bercerita tentang permasalahan yang sering terjadi di Minangkabau, pertentangan antara mamak dan kemenakan, dalam dalam sebuah kekerabatan.
Namun akhirnya perseteruan tersebut diselesaikan dengan cara Pulang ka Bako yang sekaligus memberikan pesan tidak ada kusuik nan indak tajaniahkan, dan tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.
Pertunjukan yang digelar secara virtual tersebut dilaksanakan di Teater Tertutup Mursal Esten, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang, Rabu malam (25/11).
Pertunjukan yang tidak biasa tersebut sepintas seperti randai, namun hanya menggunakan pola-pola dari randai itu saja, dan secara umum terlihat seperti sebuah drama tari.
Hal itu diakui oleh koreografer tari tersebut Indrayuda, M. Pd., Ph. D., kalau karyanya tersebut didasari oleh keberadaan seni tradisional yang kurang mendapat tempat di tengah serbuan budaya impor.
Oleh karena itu, Indrayuda berusaha untuk mencari dan menciptakan bentuk baru dari seni tradisonal tersebut.
Dengan adanya bentuk baru dalam seni pertunjukan seni tradisional tersebut Indrayuda berharap, keterpinggiran yang melekat selama ini dalam seni tradisional bisa hilang dan menjadi suguhan kesenian yang dinantikan dalam setiap kegiatan.
Salah satu kesenian tradiosional yang menjadi titik fokus Indrayuda adalah randai yang selama ini menjadi permainan anak nagari.
Menurut Indrayuda meski randai selama ini dikenal sebagai media informasi dan penuh nilai-nilai karakter dan pesan kebaikan, namun bentuk penyajian randai yang cenderung monoton membuatnya tidak begitu mengundang penonton atau daya tariknya kurang.
Ditambahkannya, harus diakui, dalam kenyataan selama ini penampilan untuk randai hanya sebatas kalau ada undangan saja, ada pada iven-iven tertentu saja.
Sebagai koreografer tari Indrayuda akhirnya menemukan solusi dalam mengemas seni tradisional tersebut dengan menggarap teater tari berbasis randai.
Dengan kata lain Indrayuda mencoba mencari bentuk baru tari dengan berpijak pada teater dan randai, sehingga menjadi sebuah bentuk baru dari tari, teater maupun randai itu sendiri.
“Harus dipahami, dengan bentuk penyajian seperti ini kami tidak membuat randai tetapi pola randai menjadi pijakan kami dalam mengarap sebuah karya tari,” kata Indrayuda, Kamis (26/11).
Dengan bentuk baru tari tersebut menurut Indrayuda keberadaan randai yang sering terpinggirkan selama ini bisa lebih menjadi perhatian dan bisa pula terangkat ke permukaan, apalagi menyongsong era ekonomi kreatif terutama dalam sektor pariwisata.
Ditambahkan Indrayuda, proses penggarapan tari tersebut memakan waktu lebih kurang lima bulan, ditambah lagi situasi pandemi membuat proses penggrapan berjalan agak tersendat.
Adapun para penari yang terlibat dalam penampilan karya ini adalah mahasiswa dari Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. (Novrizal Sadewa)