×

Iklan


Kasus Suap Proyek, Bupati Solok Selatan Nonaktif Dituntut 6 Tahun Penjara

16 September 2020 | 19:45:37 WIB Last Updated 2020-09-16T19:45:37+00:00
    Share
iklan
Kasus Suap Proyek, Bupati Solok Selatan Nonaktif Dituntut 6 Tahun Penjara
Terdakwa Muzni Zakaria yang merupakan Bupati Solok Selatan nonaktif, saat menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang.

Padang, Khazminang-- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Solok Selatan nonaktif, Muzni Zakaria enam tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Muzni dinilai terbukti menerima suap terkait proyek pembangunan jembatan Ambayan dan Masjid Agung Solok Selatan dari pengusaha terkenal sekaligus Bos Grup Dempo.

"Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa selama, enam tahun penjara dikurangi selama berada dalam tahanan, dan pidana denda sejumlah Rp250 juta dan subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan," kata JPU Rikhi BM bersama tim, saat membacakan amar tuntutannya setebal 695 halaman, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, Rabu (16/9).

Tak hanya itu, JPU KPK juga menghukum terdakwa Muzni Zakaria, dengan membayar uang pengganti sebesar Rp3.375.000.000, bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

    "Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi. Terdakwa tidak berterus terang dan mengakui perbuatannya. Kedua proyek tersebut, belum selesai dan belum dilanjutkan," ucap JPU.

    JPU menambahkan, perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, JPU KPK mencabut hak politik terdakwa selama empat tahun.

    "Di mana terdakwa menerima uang dari Muhammad Yamin Kahar (berkas terpisah), baik langsung maupun tidak langsung haruslah dipandang, karena terdakwa sebagai bupati," imbuhnya.

    Dalam tuntutannya, JPU menjelaskan, terdakwa melakukan pinjam meminjam kepada terdakwa Muhammad Yamin Kahar, hanyalah rekayasa.

    Terdakwa yang saat itu memakai baju batik lengan panjang, didampingi Penasihat Hukum (PH), Audy Rahmat cs, mengajukan nota pembelaan (pleidoi).

    "Kami minta waktu dua minggu, untuk mengajukan pleidoi," tandasnya.

    Sidang yang diketuai Yoserizal beranggotakan M.Takdir dan Zaleka, menanggapi hal tersebut. Sidang yang memakan waktu sekitar dua jam lebih, diwarnai dengan mati lampu, namun selang beberapa menit, lampu kembali menyala.

    Di luar persidangan, PH terdakwa Audy Rahmat cs menuturkan kepada awak media, uang tersebut bukanlah bentuk fee, dari dua proyek pengerjaan di Solok Selatan.

    "Uang-uang itu adanya hubungan keperdataan atau pinjam meminjam, mulai dari Rp25 juta, Rp100 juta, hingga pembelian rumah seharga Rp3,2 miliar. Jadi uraian JPU itu, bersifat asumsi semata saja," ucapnya.

    PH terdakwa menilai bahwa kasus tersebut dipandang aneh.

    "Dari saksi yang dihadirkan JPU, seperti  M.Yamin Kahar dan beberapa saksi lainnya disebutkan, ada perjanjian pinjam meminjam, antara terdakwa dengan M.Yamin Kahar, dan sekali lagi itu bukanlah fee," tegasnya.

    Dalam berita sebelumnya, KPK telah menetapkan Muhammad Yamin Kahar bersama Bupati Solok Selatan nonaktif, Muzni Zakaria sebagai tersangka. Dalam perkara M Yamin Kahar, telah disidang beberapa kali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Kelas IA Padang dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan.

    Terdakwa Muzni Zakaria, diduga menerima suap Rp460 juta untuk proyek pembangunan Jembatan Ambayan. KPK juga mengatakan ada dugaan aliran suap Rp 315 juta terkait proyek Masjid Agung Solok Selatan yang diberikan Muhammad Yamin Kahar kepada bawahan Muzni.

    Suap itu diduga diberikan atas permintaan Muzni Zakaria kepada Muhammad Yamin Kahar. Muzni Zakaria diduga memerintahkan bawahannya agar memenangkan perusahaan yang digunakan Muhammad Yamin Kahar selaku kontraktor. (Murdiansyah Eko)